Inilah Yang Menentukan Anda Kaya atau Miskin

 Oleh: Mln. Dian Kamiludin Achmad

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan ketika Tuhan engkau mengumumkan, “Jika kamu bersyukur, [1455] pasti Aku akan menambahkan lebih banyak padamu; dan jika kamu tidak mensyukuri, sesungguhnya azab-Ku amat keras.” [1]

Penjelasan 1455:

Syukr  (syukur) itu tiga macam :

Dengan hati atau pikiran, ialah dengan satu pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya

Dengan lidah, ialah dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan.

Dengan anggota-anggota badan, ialah dengan membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.

Syukr  bersitumpu pada lima dasar :

kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia, yang kepadanya syukur itu dinyatakan,

kecintaan terhadapnya,

pengakuan tentang jasa yang dia berikan,

sanjungan terhadapnya untuk itu,

tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah memberikan nya) tidak akan menyukainya.

Itulah syukr  dari pihak manusia. Syukr  dari pihak Tuhan ialah dengan mengampuni sese-orang atau memujinya atau merasa puas terhadapnya, berkemauan baik untuknya atau senang kepadanya, dan oleh karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarkan nya (Lane). Kita hanya dapat benar-benar bersyukur kepada Tuhan, bila kita memperguna kan segala pemberian-Nya dengan tepat.[2]

Rasa syukur ini membuat kita kaya atau miskin… Koq bisa?

Karena jika kita bersyukur maka sesuai ayat tersebut (QS. Ibrahim ayat 7), Allah subhaanahu wa ta’ala akan menambah dan melimpahkan banyak lagi rezeki dan karunia-Nya untuk kita.

Tetapi jika kita kufur nikmat/tidak bersyukur, maka di akhir ayat tersebut disebutkan bahwa azab Allah subhaanahu wa ta’ala itu amat keras, jangankan dapat tambahan rezeki atau karunia-Nya, justru azablah yang kita dapatkan.

Bagaimana bisa rasa syukur menentukan kita menjadi miskin atau kaya, bukankah kekayaan atau kemiskinan bisa terlihat dari harta yang dimiliki?

Ya, secara zahir dan kebanyakan orang memang mengukur satu kekayaan hanya dari harta, dari mewahnya bangunan yang ia miliki, mobil yang berjejer atau bahkan terlihat dari pakaiannya yang branded.

Namun, kebanyakan manusia lupa bahwa sejatinya kaya atau miskin ditentukan oleh dirinya sendiri bukan dari harta yang melimpah.

Coba kita telusuri orang-orang yang terjerat kasus korupsi, apakah mereka adalah orang-orang yang tidak berpunya atau tidak memiliki apapun? Tidak sama sekali, mereka adalah orang-orang yang memakai jas mewah yang duduk di singgasana kursi dengan title yang tinggi, rumah dan mobil mewah bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan namun itu semua mereka jadikan sebagai koleksi pribadi.

Lalu, jika harta melimpah sudah mereka miliki, kenapa mereka masih melakukan korupsi seolah-olah mereka adalah orang-orang yang miskin.

Inilah contoh riil yang kita bisa ketahui bersama, kenapa bisa terjadi seperti itu?

Karena di dalam diri mereka tidaklah ada rasa syukur, sehingga walau secara nyata harta mereka melimpah, kekayaan mereka telah miliki namun hati mereka miskin, karena masih saja terus merasa kurang dan tidak puas

Sedangkan di belahan bumi lain, kita lihat banyak mereka yang kurang beruntung, jangankan mobil atau harta melimpah, bahkan rumah untuk tinggal pun mereka tidak memilikinya, namun ada beberapa dari mereka yang masih tetap bisa berbagi bahkan mereka adalah orang-orang yang sangat jujur dalam menjalani kehidupannya.

Nah, jadi intinya bahwa kunci yang menentukan kita kaya atau miskin adalah dengan rasa syukur itu. Selama kita bersyukur, rezeki yang Allah subhaanahu wa ta’ala anugerahkan kepada kita, kita akan merasa puas dan cukup atas itu semua. Sehingga Allah Ta’ala pun akan menambah nikmat, karunia dan rezeki-Nya untuk kita.

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita abdan syakuran, yaitu hamba yang selalu beryukur kepada-Nya dalam setiap kondisi dan situasi. Aamiin.

[1] QS. Ibrahim: 7

[2] Al-Qur’an Dengan Terjemahan Dan Tafsir Singkat, Yayasan Wisma Damai, Cet. 2006, Jil.II, Hal. 877

Post a Comment

0 Comments