2 KATAGORI ULAMA

Oleh: Mln. Iman Mubarak Ahmad (Mubaligh Lokal Majenang, Jateng-1)

Seorang Muslim tentunya harus mencintai Ulama, karena sebagaimana Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw telah bersabda :

إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاء

“Ulama adalah Pewaris Para Nabi“ (H.R.Tirmidzi)

Apa itu Ulama? Ulama secara bahasa artinya orang yang berilmu. Namun, secara istilah, Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan, baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. (Wikipedia)

Kitab Suci Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Ulama adalah orang-orang yang senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah Swt, sebagaimana Allah Swt berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَاۤبِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ كَذٰلِكَۗ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ

“Dan demikian juga, di antara manusia, binatang buas, dan binatang ternak ada bermacam-macam warnanya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah ulama. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun.“ (Q.S.Faathir 35 : 28)

Ayat ini menjelaskan bahwa kata al-Naas (manusia), al-Dawabb (binatang buas), dan al-An’aam (ternak) dapat juga melukiskan manusia dengan bermacam-macam kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan alami.

Ungkapan “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama,” memberikan bobot arti kepada pandangan bahwa ketiga kata itu menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara mereka itu hanya mereka yang dikaruniai ilmu, takut kepada Tuhan. Akan tetapi, di sini ilmu itu tidak seharusnya selalu berarti ilmu keruhanian, akan tetapi, juga pengetahuan hukum alam.

Penyelidikan yang seksama terhadap alam dan hukum-hukumnya niscaya membawa orang kepada makrifat mengenai kekuasaan Maha Besar Tuhan dan sebagai akibatnya merasa kagum dan takzim terhadap Tuhan. (Al-Qur’an Terjemah dan Tafsir Singkat Jemaat Ahmadiyah Indonesia)

Berkenaan dengan ayat ini, Hadhrat Ibnu ‘Abbas r.a. berkata, “Yang dinamakan Ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah itu Mahakuasa atas segala sesuatu.” Di dalam riwayat lain, Hadhrat Ibnu ‘Abbas r.a. berkata, “Ulama itu ialah orang yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan sesuatu apa pun, yang menghalalkan yang telah dihalalkan Allah dan mengharamkan yang telah diharamkan-Nya, menjaga perintah-perintah-Nya, dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan-Nya yang akan menghisab dan membalas semua amalan manusia.” (Tafsir Tahlili Qur’an Kemenag)

Dari beberapa redaksi Hadits yang memuat nubuat tentang keadaan di akhir zaman, maka kita pun dapat menemui bahwa Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw telah membagi Ulama di Akhir Zaman ke dalam dua kategori, yaitu :

1. Ulama Seperti Para Nabi Bani Israil

Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw bersabda :

علماء أمتي كأنبياء بني اسرائيل

“Para Ulama di antara pengikut-ku, adalah seperti para nabi di lingkungan Bani Israil.”

Walaupun secara sanad Hadits tersebut dipermasalahkan oleh Para Ulama, karena Hadits tersebut secara sanad tidak memiliki sumber yang jelas. Namun, Hadits ini memiliki makna yang begitu luar biasa, yang mana Hadits tersebut menggambarkan generasi emas penerus Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw, yang disebut sebagai Ulama dan mendapat mendapat julukan sebagai Pewaris Para Nabi.

Dalam hal ini, Ulama di kalangan penerus Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw memiliki kedudukan yang istimewa, yaitu seperti Para Nabi di kalangan Bani Israil. Oleh karena itu, perjuangan Dakwah yang dialami oleh Para Ulama akan memiliki kesamaan dengan perjuangan Dakwah Para Nabi Bani Israil, yang bukan hanya dicintai dan dihormati oleh para pengikutnya, tetapi juga dibenci dan mendapat permusuhan sedemikian rupa sehingga dikejar-kejar dan mendapat ancaman pembunuhan layaknya Para Nabi Bani Israil.

Sebagaimana Allah Swt telah menjelaskan dalam Kitab Suci Al-Qur’an bahwa Bani Israil ini telah mengingkari ayat-ayat Allah Swt dan mereka pun senantiasa Yaqtuluun al-Nabiyyiin, yaitu mereka menentang dan berusaha membunuh para nabi.

وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ ࣖ

Lalu ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kemiskinan, dan mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu karena sesungguhnya mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka berusaha membunuh nabi-nabi tanpa hak. Demikian itu karena mereka durhaka dan senantiasa melampaui batas.” (Q.S.Al-Baqarah 2 : 61)

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad As (Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah), yang merupakan Imam Mahdi dan Al-Masih Yang Dijanjikan, telah memberikan penafsiran terkait Hadits “Para Ulama di antara pengikut-ku, adalah seperti para nabi di lingkungan Bani Israil”, bahwa pakaian para nabi ini dikaruniakan kepada beberapa orang di antara kaum Muslim sehingga mereka dapat memimpin yang lemah dan cacat menuju kesempurnaan. Terlebih, beliau As menjelaskan bahwa walaupun mereka bukan Nabi, mereka diberikan jabatan untuk menjalankan fungsi kenabian. (Barahin-e-Ahmadiyyah)

Ulama dalam kategori inilah yang dijuluki sebagai al-Ulama Waratsatul Anbiya, yaitu Ulama adalah Pewaris Nabi, yang mana mereka bukan hanya sebagai orang yang berilmu, tapi mereka pun memiliki jiwa ketakwaan yang sejati dan senantiasa menampilkan akhlak yang terpuji, baik dalam ucapan maupun perbuatan mereka, dan Ulama kategori ini jugalah yang harus diikuti oleh segenap Umat Muslim, sebagaimana Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw bersabda : “Ikutilah para ulama karena sesungguhnya mereka adalah pelita-pelita dunia dan lampu-lampu akhirat.” (H.R. Ad-Dailami)

2. Ulama Su’

Selain terdapat Ulama Pewaris Para Nabi atau Ulama yang memiliki kedudukan seperti Para Nabi Bani Israil, ternyata di akhir zaman ini pun terdapat satu lagi golongan Ulama, yaitu Ulama Su’ atau biasa disebut sebagai Ulama dunia atau ulama yang memiliki tabiat yang buruk.

Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw telah menubuatkan bahwa, “suatu saat akan tiba ketika Islam tinggal namanya dan Al-Qur’an tinggal tulisannya. Masjid-Masjid akan ramai dengan pengunjung, namun akan kosong dari petunjuk.”  Selanjutnya, beliau Saw bersabda : ‘Ulamaauhum syarru man tahta adiimis-samaai min ‘indihim takhrujul fitnatu wa fiihim ta’uud. Artinya : “Ulama mereka akan menjadi seburuk-buruk makhluk di bawah kolong langit. Dari mereka akan keluar fitnah dan akan kembali kepada mereka juga.” (Misykat)

Di dalam Hadits lain, Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw juga menubuatkan : Takuunu fii ummatii faz’atun fayashiiru al-naasu ilaa ‘ulamaa’ihim fa idzaahum qirodatun wa khonaaziiru . Artinya : “Akan terjadi dalam umatku kegelisahan dan ketidak-berdayaan yang akibatnya orang-orang akan pergi kepada ulama mereka dan mereka dapati para ulama itu adalah kera-kera dan babi-babi.” (Kanzul Ummal)

Dari kedua hadits tersebut, kita dapat mengetahui bahwa Ulama Su’ bukanlah Ulama yang mencerahkan dan menyejukan umat, justru mereka menjadi tokoh penting dalam kerusakan dan kekacauan di dalam tubuh Umat Islam. Kategori Ulama seperti ini bukanlah Ulama yang patut diikuti, bahkan sebagai Umat Islam yang senantiasa menjadi umat yang terbaik, maka haruslah menjauhi fitnah-fitnah dan segala macam keburukan yang ditampakan oleh Ulama seperti itu.

Inilah dua kategori Ulama, yang mana keduanya telah dinubuatkan oleh Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad Saw, dan dari dua kategori ini maka Umat Islam mengetahui dan memahami harus mengikuti Ulama yang akan membawanya selamat bukan hanya di dunia, tapi di akhirat kelak, yaitu Ulama yang senantiasa menjadi Pewaris Para Nabi.

Post a Comment

0 Comments