Ajaran Islam Dalam Mengendalikan Amarah

Islam mengendalikan marah, angry

Huma Munir, USA

Kita semua pernah merasakan kemarahan yang terpendam dan perlahan-lahan membuncah. Seperti emosi-emosi lainnya, kemarahan memiliki tujuan dan tidak selalu buruk, bahkan terkadang kemarahan dapat dibenarkan. Tetapi tentu kemarahan tidak boleh membuat kita melupakan siapa diri kita sebagai Muslim atau menghalangi kita untuk bersikap adil dan bijaksana. Al-Qur'an menjelaskan: 

وَاِذَا مَا غَضِبُوْا هُمْ يَغْفِرُوْنَ

"... dan apabila mereka marah segera memberi maaf". (QS. Asy-Syura [42]:38)

Kehidupan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam penuh dengan teladan dalam hal menahan amarah. Beliau menunjukkan kebaikan kepada musuh-musuh meskipun menghadapi penganiyaan berat. Ketika beliau mengunjungi Thaif, beliau disambut dengan permusuhan. Mereka mengejar Rasulullah dan melemparinya dengan batu hingga beliau berlumuran darah. Dalam situasi seperti itu kita tentu akan marah, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat didatangi Malaikat dan bertanya apakah penduduk Thaif harus dimusnahkan, beliau justru menunjukkan kebaikan dan kasih sayang. 

"Tidak, saya yakin Allah Ta'ala akan melahirkan keturunan dari antara mereka yang akan menyembah Allah Yang Maha Esa' demikian tanggapan beliau.  

Islam adalah simbol perdamaian dan kasih sayang. Para ahli psikologi setuju bahwa kemarahan itu adalah hal yang buruk, tidak hanya bagi merusak orang yang marah, tetapi juga dapat merusak suatu hubungan dan mengganggu kerukunan masyarakat. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa kemarahan adalah emosi yang sangat kuat dan terkadang kita terpengaruh olehnya. Menyadari fakta ini merupakan langkah pertama untuk menaklukkan 'binatang buas' ini. 

Berikut adalah beberapa cara Islam yang selaras dengan ilmu psikologi untuk mengendalikan emosi marah ini:

Mengalihkan Kemarahan

Mengalihkan kemarahan dengan berfokus pada sesuatu yang positif adalah strategi yang bagus untuk meredakan emosi negatif, menurut American Psychological Association. Dalam artikelnya berjudul  Control Anger Before It Controls You dikatakan bahwa kemarahan sebenarnya bisa diubah menjadi 'perilaku konstruktif'.

Hampir 1400 tahun yang lalu, Al-Qur'an telah memerintahkan orang-orang beriman untuk menahan amarah dan berbuat baik. (QS Ali Imran [3]:135). Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa ketika seseorang melakukan kesalahan pada kita, maka jika memungkinkan balaslah dengan  kebaikan. Tindakan kebaikan dapat memberikan dampak yang kuat pada hati dan pikiran kita serta dapat menyelamatkan kita dari dampak kemarahan. 

Hasilnya, kebaikan seperti itu dapat mengubah orang yang tadinya musuh menjadi teman yang baik. Al-Qur'an menjelaskan tentang ini: 

"Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan perilaku yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan denganmu serta-merta menjadi seperti teman yang sangat setia."(QS As-Sajdah [41]: 35)

Bergeraklah dan Tenangkan Diri

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpesan:

"Jika di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah supaya amarahnya hilang. Jika tidak kunjung hilang, maka berbaringlah."

Banyak psikolog setuju bahwa mengubah suasana atau berjalan-jalan dapat meredakan perasaan marah dengan cepat. Artikel dari American Psychological Association yang disebutkan di atas juga menyebutkan teknik yang dapat menurunkan detak jantung dan tekanan darah. Menjauh dari situasi yang membuat frustasi atau latihan pernafasan dapat membantu kita menjadi lebih baik. Ilmu saraf telah menunjukkan bahwa berbaring dapat mengurangi aktivasi mental dan membuat otak lebih tenang. 

Islam juga menekankan pentingnya mengontrol pikiran dan mengubah cara berpikir. Inilah mengapa istighfar atau memohon ampun atas dosa-dosa kepada Allah merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Para psikolog juga percaya bahwa mengendalikan pikiran dapat membantu kita ke arah yang positif. Saat kita marah, memperhatikan dan mengendalikan apa yang ada dalam pikiran dan indera kita dapat membantu kita melepaskan diri dari kemarahan tersebut. Gambarannya adalah kita mungkin merasakan suatu emosi, tetapi kita tidak ditentukan atau didikte oleh emosi itu. Kita bisa mengendalikannya dan keluar dari situasi tersebut. 

Pengendalian Diri dan Memaafkan

Memaafkan merupakan perbuatan yang sangat mulia di sisi Allah. Namun memaafkan tidak akan tercipta sebelum kita melakukan pengendalian diri. 

"Jika kamu memaafkan, menyantuni, dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS at-Taghabun [64]: 15)

Psikolog ternama, Marin E Seligman, menulis tentang dampak buruk kemarahan pada pasangan dna anak-anak. Dalam bukunya, Learned Optimism, Seligman menjelaskan bahwa jika kita peduli dengan kesehatan emosional anak kita, maka orang tua harus belajar menekan amarah. 

"Jadi saya memilih untuk menentang etika dan menyarankan, jika yang paling anda sayangi adalah anak Anda, maka mundur dan pikirkan dua kali sebelum berseteru. Marah dan berkelahi bukan merupakan hak asasi manusia. Pertimbkanlah untuk menelan amarah, mengorbankan harga diri, dan menerima hal-hal yang tidak pantas anda dapatkan dari pasangan Anda. Mundur sebelum memprovokasi pasangan atau sebelum menjawab provokasi. Bertengkar adalah pilihan manusia, tetapi kesehatan anak, yang lebih dari kesehatan mental Anda, mungkin dipertaruhkan." kata Seligman.  (Learned Optimism, hal. 148)

Pada saat ini kita menyaksikan bagaimana dampak negatif perceraian terhadap anak-anak dan keluarga. Kebanyakan masalah perkawinan dimulai ketika kita tidak mampu menahan amarah. Dan seringnya, yang menjadi korban utama adalah anak-anak kita. 

Marah adalah emosi yang universal. Sesaat kita bisa menjadi marah dan di kemudian hari kita merasa menyesal atas tindakan kita. Hal yang terpenting adalah kita harus menjinakkan emosi negatif ini. Kemarahan yang tidak terkendali akan memiliki dampak yang luar biasa, tidak saja merusak kesehatan mental dan fisik, tetapi juga merugikan orang lain. 

Kita harus mau melihat ke dalam diri dan memperbaiki diri jika ingin menjalani hidup yang lebih bahagia. Yang terpenting, kita harus menahan amarah karena kita tidak ingin menyakiti orang lain dalam hidup kita.

Al-Qur'an dengan indah mengajarkan kita apa yang tidak dapat dilakukan oleh disiplin ilmu manapun di dunia ini. Ayat ini menasihati, 

"... apabila mereka berpapasan dengan (orang-orang) yang berbuat sia-sia, mereka berlalu dengan menjaga kehormatannya. (QS [25]: 73).

Jadi, jika kita sedang marah, cobalah alihkan perhatian, tetap tenang, atau tahan emosi negatif ini. Islam mengajarkan kita untuk menampilkan akhlak yang tinggi. Salah satu aspek akhlak yang tinggi adalah dapat menahan amarah dan menghadapi segala kepedihan dengan bijaksana. 

Sumber: Al Hakam 

Post a Comment

0 Comments