Sir Zafrullah Khan, Sosok yang Mengkritik Pembagian Palestina Tahun 1947 di Majelis Umum PBB

sir zafrullah khan, peran membela palestina, sidang PBB

Saat ini kita menyaksikan banyaknya korban jiwa di Palestina, tentu kita harus prihatin akan kondisi saat ini, tetapi kita juga perlu melihat sejarah masa lalu yang telah membawa kondisi yang terjadi saat ini. 

Pada tanggal 18 Februari 1947, Pemerintah Inggris menyerahkan masalah Palestina dan perdebatan Israel-Arab ke PBB. Pada tanggal 15 Mei di tahun yang sama, PBB membentuk sebuah komite khusus untuk Palestina yang disebut UNSCOP. Pada tanggal 22 Oktober tahun yang sama, UNSCOP menunjuk dua sub-komite, yang pertama menyusun rencana rinci tentang pembagian Palestina, dan yang kedua membahas rencana alternatif. Subkomite kedua ini dipimpin oleh Sir Zafrullah Khan * dan Fares Bey Al-Khoury dari Suriah, keduanya menyiapkan laporan dan kritik secara teliti dan rinci terhadap rencana PBB untuk membagi Palestina. Pada akhirnya, tanggal 29 November 1947, Majelis Umum PBB mengadopsi rencana pembagian yang disampaikan oleh subkomite 1 UNSCOP, tetapi hal ini bukannya tanpa kritik dan penentangan keras dari Sir Zafrullah Khan. 

Kritik ini memberikan gambaran bersejarah tentang salah satu keputusan paling penting yang pernah dibuat oleh PBB, yang sejak itu telah menimbulkan perpecahan mendalam antara Israel dan Palestina. 

Pidato Sir Zafrullah Khan disampaikan hampir 7 tahun yang lalu, pada tanggal 28 November 1947. Pidato beliau ini dapat dikatakan sebagai pembelaan paling keras untuk hak-hak warga Palestina yang pernah dicatat secara resmi. Beliau merupakan juru bicara utama dan yang mengarsiteki pandangan umat Islam saat itu. 

Untuk menyiapkan menyiapkan landasannya, Komite Khusus PBB untuk Palestina ditugaskan membuat rekomendasi mengenai pemerintahan Palestina di masa depan. Mayoritas anggota komite tersebut mengadopsi rencana khusus untuk membagi Palestina, dan menolak pendekatan lain yang memungkinkan orang Yahudi dan Arab hidup berdampingan secara damai di Palestina. Sir Zafullah Khan dengan tegas mempertanyakan resolusi akhir yang disahkan untuk membagi Palestina dan beliau memprediksi dampak mengerikan dari keputusan yang buruk yang tidak mempertimbangkan penyelesaian masalah Palestina dengan keadilan dan kemurnian moral. 

Supaya singkat, saya akan menulis lima hal penting dari pidato Sir Zafrullah Khan. 

Pertama, Sir Zafrullah Khan menekankan tentang kesenjangan dalam alokasi dan batas lahan. 

Secara khusus, beliau menunjukkan bagaimana usulan dari rencana pembagian yang akhirnya disetujui itu memutuskan bahwa hampir 435.000 orang Arab tinggal di Israel (dengan 498.000 orang Yahudi), sementara hanya 10.000 orang Yahudi yang tinggal di Palestina (dengan hampir satu juta orang Arab). Saya kutipkan sebagian pidato beliau: 

"Sekarang mari kita perhatikan batas-batas yang ditetapkan. Bagaimana luas areanya? Yahudi hanya 33 persen dari populasi keseluruhan sementara bangsa Arab 67 persen, tetapi 60 persen wilayah Palestina diberikan kepada Negara Yahudi. Dari wilayah Palestina berupa padang dan lembah yang bisa digarap sebagian besarnya diberikan kepada negara Yahudi, sedangkan perbukitan diberikan kepada bangsa Arab. 

Ada sebuah dokumen yang diedarkan kepada anggota Komite oleh perwkilan dari Inggris yang menunjukkan bahwa dari wilayah beririgasi dan lahan pertanian, sekitar 84 persen akan berada di Negara Yahudi dan 16 persen di negara Arab. Sungguh pembagian yang sangat adil, dimana sepertiga penduduk menerima 84 persen sementara dua pertiganya menerima 16 persen. (“Future government of Palestine – GA debate – Verbatim record, HUNDRED AND TWENTY-SIXTH PLENARY MEETING”, www.un.org)

Kesenjangan yang sangat mencolok inilah yang disoroti oleh Sir Zafullah Khan yang mana hal itu dapat menimbulkan konflik di wilayah tersebut. 

Kedua, Sir Zafullah Khan menekankan pentingnya HAM dalam penentuan nasib sendiri rakyat Palestina.

"Bagaimana caranya Palestina akan merdeka? Bagaimana bentuk kemerdekaannya? Solusi apa yang harus kita tempuh guna pelaksanaannya? Nyatanya, proposal yang diajukan kepada Majelis Umum PBB menyatakan bahwa kitalah yang akan memutuskan, bukan rakyat Palestina, tanpa ada ketentuan untuk mereka menentukan nasibnya sendiri dan tanpa ketentuan untuk meminta persetujuan dari yang diperintah. Kita akan menyebut Palestina sebagai merdeka dan berdaulat, tetapi Palestina akan menjadi milik kita dan bukannya menjadi buah apel milik bersama, atau menjadi pandangan mata bersama dari arah yang berbeda, malah akan menjadi bibit perpecahan di antara Timur dan Barat.[...]

Ketiga, Sir Zafrullah Khan menekankan pentingnya keadilan dalam pengalokasian pengungsi yang membutuhkan tempat tinggal. 

"Hanya sedikit sekali periode dimana bangsa Yahudi tidak dianaya di satu atau tempat lain di Eropa... Sekarang dikatakan 'hanya orang Yahudi Eropa yang malang dan teraniaya ini yang tidam memiliki rumah.' Dan ini benar adanya. Tetapi kemudian mereka menambakan 'biarlah Arab Palestina yang memberi untuk mereka, seperti yang dilakukan Arab Spanyol dulu, tidak hanya tempat perlindungan dan penampungan tetapi juga sebuah negara supaya mereka dapat memerintah bangsa Arab.’ Sungguh sangat murah hati dan sangat berperikemanusiaan!

Komite Khusus PBB untuk Palestina mendesak agar Majelis Umum segera menangani masalah pengungsian dan orang-orang yang terlantar, selain masalah Palestina, supaya dapat memberikan bantuan kepada orang-orang Yahudi yang teraniaya, sehingga masalah kemanusiaan ini dapat diatasi dan masalah Palestina dapat teratasi. Apa yang telah dilakukan oleh dewan yang terhormat ini? Sub-komite 2 telah membuat rekomendasi dan rancangan resolusi atas dasar tersebut. […] Pertama, para pengungsi Yahudi dan orang-orang terlantar segera dipulangkan ke negaranya masing-masing; kedua, mereka yang tidak dapat dipulangkan harus ditempatkan di Negara-negara anggota PBB sesuai dengan kapasitas mereka untuk menerima pengungsi; dan ketiga, menetapkan komite yang akan menentukan kuota untuk tujuan tersebut." (Ibid.)

Keempat, Sir Zafullah Khan menekankan pentingnya menciptakan jalan tengah antara dua hal ekstrem untuk memfasilitasi hak dalam menentukan nasib sendiri. 

Sir Zafrullah Khan menyampaikan:

"Apakah PBB pernah mencoba mempertemukan bangsa Arab dan Yahudi untuk menemukan jalan tengah yang bisa menghasilkan solusi sehingga kedua bangsa dapat bekerja sama — satu-satunya solusi yang memilki peluang berhasil untuk dilakukan? Ada pula laporan minoritas. Ada saran-saran lain—masih ada saran-saran lain jika sikap kenegarawanan sudah hilang—yang bisa saja dimasukkan ke dalam pertimbangan pihak ketiga. Banyak delegasi yang tidak mendukung gagasan penyatuan atau gagasan pemisahan, mengapa kepandaian mereka tidak dimanfaatkan untuk mencari solusi jalan tengah? (Ibid.)

Kelima, Sir Zafrullah Khan menekankan pentingnya hidup berdampingan secara damai dan hak-hak dan perlindungan bagi minoritas, serta menghormati penduduk yang mayoritas. 

"PBB harus bekerja dan berupaya untuk mempersatukan, bukan memcah belah dan memisahkan." (Ibid.)

Sir Zafrullah Khan telah memprediksi hasil akhir seperti yang kita saksikan saat ini. Kata-kata itu beliau ucapkan setelah resolusi partisi Palestina disahkan oleh PBB:

"Keputusan yang menentukan telah diambil. Dadu telah dilemparkan […] Kami telah berhasil meyakinkan sejumlah perwakilan kami untuk melihat hak seperti yang kami lihat, tetapi mereka tidak diizinkan untuk berdiri di atas hak seperti yang mereka lihat. Hati kami sedih, tetapi nurani kami tenang. Kami tidak akan mengalami sebaliknya [...]

Kami sangat khawatir bahwa manfaat yang dihasilkan dari pemisahan ini, jika ada, akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak buruk yang mungkin muncul dari pemisahan tersebut [...] Kami tidak merasa ada keluhan terhadap teman-teman kami dan sesama perwakilan yang telah dipaksa di bawah tekanan berat untuk berpindah pihak dan memberikan suara mereka untuk mendukung sebuah proposal yang keadilan dan kewajarannya tidak dapat mereka terima. 

Perasaan kami terhadap mereka adalah rasa simpati dimana mereka ditempatkan pada posisi yang memalukan, antara penilaian dan hati nurani mereka, di satu sisi, dan tekanan yang mereka dan pemerintah mereka alami, di sisi lain." (“Palestine question – GA debate – Verbatim record, United Nations 2290th GENERAL PLENARY MEETING”, www.un.org)

Dalam beberapa dekade sejak pidato Sir Zafrullah Khan, telah banyak yang membuktikan prediksi beliau. Pada awal 1974, Presiden Aljazair mengingatkan Majelis Umaum PBB tentang 'kata-kata yang hampir bersifat nubuatan' dari Sir Zafullah Khan ini, dan ia menyesali bahwa 'nubuatannya' telah 'menjadi kenyataan.' Segalanya menjadi semakin memburuk sejak saat itu, dan hari ini kita kembali menyaksikan hasil dampak akhir seperti yang diprediksikan. (Ibid). 

Singkatnya, kata-kata Sir Zafrullah Khan memberikan blueprint berharga tentang bagaimana dunia harusnya berusaha menyelesaikan konflik yang ada saat ini. Tentu saja, masa lalu hanyalah permulaan, tetapi masih ada kesempatan bagi negara-negara dan pemimpin dunia untuk mempelajari dan menerapkan lima poin yang disampaikan dari pidato beliau yang bersejarah tersebut. 

Saya akhiri dengan doa seperti doa yang disampaikan oleh Sir Zafrullah Khan dalam pidatonya tahun 1947:

"Semoga Allah - yang mengendalikan hati dan mengetahui pikiran dan rencana terdalam mereka, Wujud satu-satunya yang menilai hal yang sebenarnya dan mengetahui akibat dari setiap tindakan manusia, dalam Rahmat dan Berkat-Nya - dapat membimbing penilaian kita bahwa apa yang kita putuskan hari ini dapat memajukan dan memupuk perdamaian, kemakmuran dan kesejahteraan semua makhluk-Nya, baik Yahudi, Arab, maupun non-Yahudi, dan dapat membawa kemuliaan-Nya selamanya." Aamiin. (“Future government of Palestine – GA debate – Verbatim record, HUNDRED AND TWENTY-SIXTH PLENARY MEETING”, www.un.org)


* Sir Zafrullah Khan merupakan tokoh terkemukan Ahmadiyah. Beliau termasuk pengikut pertama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah. Sir Zafrullah Khan merupakan seorang negarawan yang merupakan Menteri Luar Negeri pertama Pakistan dan kemudian menjadi Presiden Majelis Umum PBB dan Hakim Mahkamah Internasional. 

Sumber: Al Hakam

Post a Comment

0 Comments