Dapatkah Mengganti Puasa Orang Tua yang Sudah Meninggal?

mengganti puasa orang tua yang sudah meninggal

Seorang wanita dari Arab menulis kepada Hazrat Khalifatul Masih V (aba) bahwa diriwayatkan dalam hadits bahwa jika seseorang meninggal dan memiliki hutang puasa, maka anak-anaknya dapat mengganti puasa tersebut atas nama mereka. Ia kemudian bertanya apa pandangan Jemaat mengenai hal ini.

Dalam suratnya tanggal 24 Mei 2021, Huzur memberikan petunjuk sebagai berikut:

Shalat dan puasa merupakan ibadah yang dilakukan secara fisik dan pahalanya diberikan kepada orang yang melaksanakannya. Oleh karena itu, shalat dan puasa atas nama orang tua yang sudah meninggal tidak menjadi tanggung jawab anak yang ditinggalkan.

Mayoritas ahli fikih, termasuk Imam Hanafi rh, Imam Malik rh, Imam Syafi'i rh tidak membenarkan puasa semacam itu. Mereka juga berpendapat bahwa puasa adalah ibadah jasmani yang wajib menurut aturan hukum Islam dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain selama ia masih hidup atau setelah meninggal. (Al-Fiqh al-Islami Wa ‘Adillatuhu karya Dr Wahbah al-Zuhayli [Damaskus: Dar al-Fikr, 1985], Vol. 2, hal. 681)

Sejauh riwayat-riwayat yang ditulis dalam dalam kitab-kitab hadits, para ulama hadits dan ahli tafsir juga mengetengahkan hadits-hadits yang berbeda atau saling bertentangan saat menafsirkan riwayat-riwayat tersebut. Misalnya riwayat mengenai puasa yang dikerjakan oleh anak-anak dari orang tua yang sudah meninggal dengan atas nama mereka diriwayatkan oleh Aisyah (ra) dan Ibnu Abbas (ra), namun dalam kitab hadits juga terdapat riwayat dari Aisyah (ra) dan Ibnu Abbas (ra) yang memerintahkan untuk tidak berpuasa atas nama orang yang meninggal, tetapi dengan memberi makan [orang miskin] atas nama mereka. (Fath al-Bari fi Syarh Sahih al-Bukhari, Kitab al-Shaum, Bab Man mata wa ‘alaihi shaum)

Jadi, ada banyak kontradiksi dalam riwayat-riwayat semacam ini yang ditulis oleh Ibnu Abbas (ra). Di satu tempat orang yang bertanya itu adalah laki-laki, dan di tempat lain yang bertanya adalah seorang perempuan. Kemudian terdapat perbedaan pendapat juga mengenai apakah puasa [yang disebutkan dalam riwayat itu] merupakan puasa Ramadhan atau puasa nazar. Demikian pula, di satu tempat yang ditanyakan adalah tentang puasa, dan di tempat lain yang ditanyakan adalah tentang haji. 

(Syarh Bukhari oleh Hazrat Syed Zainul Abidin Waliullah Shahra, Kitab al-Shaum, Vol. III, hal. 630)

Jadi, karena adanya pertentangan tersebut dan di kalangan para ahli hadits pun terdapat perbedaan pendapat tentang puasa atas nama almarhum orang tua, tetapi belum ada yang menyatakannya wajib. 

Meski demikian, melakukan sesuatu atas nama almarhum yang mendatangkan manfaat bagi sesama makhluk disebut dengan sedekah jariyah, yang pahalanya sampai pada almarhum.  

Sumber: Al Hakam

Post a Comment

0 Comments