Taubatan Nasuuha




Oleh: Mln. Aang Kunaefi

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S At Tahrim, 66:8)

A. Pengertian Taubat 
Secara bahasa, taubat artinya "kembali". Jadi, taubat adalah kembalinya seorang Insan kepada Allah. Setelah manusia melakukan perjalanan dosa, atau pelanggaran terhadap perintah-perintah Allah, maka timbul kegelisahan atau ketakutan dalam dirinya lalu ia mencari ketenangan jiwa dengan kembali kepada Allah. 

Kata "taubat" adalah berasal dari kata Taaba (kembali), yatuubu (menyesal atas perbuatan dosa), taubatan (taubat, dan kembali). (dalam kamus Arab Indonesia, Mahmud Yunus). Sedangkan, dalam kamus bahasa Indonesia (KBBI) pengertian taubat adalah sadar dan menyesal akan dosa dan perbuatan yang  salah ataupun jahat dan dilandasi dengan niat untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatan.

Sedangkan, pengertian taubat secara terminologi adalah taubat kepada Allah mengandung arti antara lain datang dan kembali kepada Allah dengan perasaan menyesal atas perbuatan atau sikap diri yang tidak benar di masa lalu dan dengan tekad untuk taat kepada-Nya serta melakukan amalan yang mendapat ridho-Nya.

Pengertian Taubat Menurut Ulama Terkemuka
1. Menurut Ibnu Taimiyyah:
Taubat adalah menarik diri dari sesuatu keburukan dan kembali kepada sesuatu tindakan yang dapat membawa seseorang kepada Allah.

2. Menurut Sahl bin Abdullah  At Tasturi:
Taubat adalah menggantikan perbuataqn-perbuatan yang tercela dengan perbuatan-perbuatan yang terpuji.

3. Menurut Al Nuri:
Taubat berarti bahwa engkau harus berpaling dari segala sesuatu kecuali Allah.

4. Menurut Imam Al-Ghazali:
Taubat adalah meninggalkan dosa-dosa seketika, dan bertekad dengan sekuat tenaga untuk tidak melakukannya lagi.

B. Allah Maha penerima Tobat

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah:” Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat  Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi maha penyayang. (QS. Az-Zumar : 53)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah Yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa-dosa hamba-hambanya sekalipun dosa itu sudah begitu banyaknya. Kita sebagai manusia yang tidak sempurna tentu begitu banyak dosa yang sudah kita perbuat baik yang dengan sadar dilakukan maupun yang tidak sengaja. Namun, kita jangan berputus asa. Kita harus terus berusaha memperbaiki diri dengan usaha yang sungguh-sungguh. Maka, Allah Ta’ala akan mengampuninya. Seperti dalam sebuah riwayat hadits Bukhori dan Muslim:

Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudriy ra. Nabi Saw. Bersabda: 

“Sebelum kalian, ada seorang laki-laki membunuh 99 orang. Kemudian, ia bertanya kepada penduduk sekitar tentang seorang yang alim, maka ia ditunjukkan kepada seorang rahib. Setelah menemuinaya ia menceritakan bahwa ia telah membunuh 99 orang, kemudian ia bertanya: Apakah ia bisa bertobat? “ ternyata sang rahib itu menjawab: “Tidak” Maka, rahib itupun dibunuhnya sehingga genaplah jumlahnya seratus.

Kemudian, ia bertanya lagi tentang seorang yang alim di atas muka bumi ini. Ia ditunjukan kepada seorang laki-laki alim. Setelah menghadap, ia bercerita bahwa dirinya telah membunuh seratus jiwa, dan ia bertanya: “Bisakah saya bertobat? Orang alim itu menjawab: “Ya, siapakah yang akan menghalangi orang yang bertobat? Pergilah kamu ke kota ini (menunjukan ciri-ciri kota yang dimaksud), sebab di sana terdapat orang-orang yang menyembah Allah Ta’ala. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan jangan kembali ke kotamu, karena kotamu kota yang buruk.

Lelaki itupun berangkat (menuju kota yang ditunjukan orang alim itu), ketika menempuh separuh  perjalanan, maut menghampirinya. Kemudian, timbullah perselisihan antara malaikat rahmat dengan malaikat azab, siapakah yang berhak membawa rohnya. Malaikat rahmat beralasan, “orang ini datang dalam keadaan bertobat, lagi pula menghadapkan hatinya kepada Allah.’ Sedangkan, malaikat azab (bertugas menyiksa hamba Allah yang berdosa) beralasan:” orang ini tidak pernah melakukan amal baik.” 

Kemudian Allah Swt. mengutus malaikat yang menyerupai manusia mendatangi keduanya untuk menyesaikan masalah itu, ia berkata, “Ukurlah jarak kota tempat ia meninggal antara kota asal dengan kota tujuan. Manakah yang lebih dekat, maka itulah bagiannya.” Para malaikat itu  lalu mengukur, ternyata mereka mendapati si pembnuh meninggal dekat kota tujuan, maka malaikat Rahmatlah yang berhak membawa roh orang tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah itu Maha Penagmpun, Maha Penerima taubat. Ketika, seorang manusia bersungguh-sungguh dalam memperbaiki diri. Dalam hadist lain diriwayatkan bahwa Allah lebih senang terhadap taubat hamba-Nya daripada seseorang diantara kalian mendapatkan kembali barang-barang yang hilang dipadang pasir. Seperti halnya cerita di atas begitu senangnya Allah Taala mendapati seorang hambanya yang mau bertaubat maka Ia mendekatkan sang pembunuh itu ke kota tujuannya agar rohnya dibawa oleh malaikat Rahmat.

Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima taubat, sedang terus menunggu hamba-hamba-Nya datang memohon ampunan, sekalipun seorang dengan dosa yang sudah tak terhitung sekalipun. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw. berikut ini:

Dari Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman:

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540.)

C. Pintu Taubat Masih Terbuka
Maha pengampunya Allah Ta’ala sungguh tak terbatas oleh waktu, kecuali ajal, selama manusia masih bernyawa maka ampunan Allah masih terus membukakan pintu taubat dan ampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

Abu Musa ra meriwayatkan dari Nabi saw: “Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar beutaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari hingga matahari terbit dari Barat. “(HR. Muslim)

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum sampai di kerongkongan. “ (HR· At-Tirmidzi).

D. Cara Bertaubat
1. Dengan Niat dan Tekad di Hati:
Orang yang bertaubat diawali dengan niat yang ikhlas di hati untuk memperbaiki diri dan membenci semua keburukan baik yang sudah dia lakukan maupun yang belum dia lakukan. Niat ini menjadi penting karena untuk tetap istiqomah dijalan kebenran dan kebaiakan yang akan banyak ujian dan cobaan, serta godaan setan yang sangat gigih untuk menjerumuskan manusia.

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

2. Dengan Lisan atau Ucapan:
Orang yang bertaubat selain niat juga bisa kita lihat daru ucapannya, kalau melakukan kesalahannya terhadap sesama manusia maka ia kan mengucapkan permohonan maafnya kepada orang-orang yang ia sakitinya atau zoliminya. Tetapi, jika perbuatan dosanya ingin mendapat ampunan Allah tentunya dia harus terus menerus banyak melisankan istighfar terhadap Allah swt.. Dan, selalu memohon doa ampunan kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَلِّمْنِى دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِى صَلاَتِى . قَالَ « قُلِ  :اللَّهُمَّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ »

“Ajarkanlah aku suatu do’a yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau pun berkata, “Bacalah: ‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)

Orang yang bertaubat juga dianjurkan untuk shalat nafal dua rakaat, sebagimana dalam hadits:

« مَا مِنْ عَبْدٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ». ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ

“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”. (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395.)

3. Dengan Amalan
Kesungguhan seseorang yang bertaubat juga dapat kita lihat dari amal perbuatanya, orang yang bertaubat akan selalu beramal baik melakukan amal saleh dan juga agar tidak terjerumus lagi ke dalam keburukan ia akan bergaul dengan orang-orang saleh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasihati kita:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun, berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)

E. Keutamaan Orang yang Bertaubat dan Beristighfar
Inilah keutamaan taubat dan beristighfar adalah selain mendapat ampunan juga mendapatkan rahmaniat Allah Ta’ala dengan diberi limpahan rezeki dari yang tidak ia sangkakan juga ia akan mendapat kelapangan dan dijauhkan dari kesedihan dan kegundahan. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw bersabda:

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {أكْثِرُوْا مِنَ الْاِسْتِغْفَارِ، فَمَنْ أَكْثَرَ مِنْهُ جَعَلَ الله لَهُ مِنْ كُلِّ غَمٍّ وَهَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}.

Nabi saw. bersabda, “Perbanyaklah beristighfar, siapa yang memperbanyaknya maka Allah memberikan kelapangan untuknya dari setiap kesedihan dan kegundahan, dan Allah akan memberikan rezeki untuknya dari arah yang tidak terkira.” (HR. Ahmad bin Hambal)

Dengan adanya wabah Covid-19 ini, mari kita semua perbanyak beristighfar agar Allah Ta’ala mengapuni kita menyayangi kita sehingga wabah ini segera Allah Ta’ala angkat dan hilang dari bumi ini. Bukan suatu yang tidak mungkin karena kelalaian kita sebagai manusia  kepada perintah-perintah Allah Ta’ala maka Allah mengingatkan kita untuk segera bertaubat.

Tentunya ini juga merupakan kasih sayang Allah terhadap umat manusia dengan terus memberikan berbagai bencana agar kita menyadari kesalahan dan dosa-dosa kita kepada-Nya dan juga agar kita sebagai manusia menyadari bahwa Allah Ta’ala itu adalah segala-galanya. Dengan hanya kita terus menggantungkan diri kepada usaha-usaha duniawi maka tidak akan berarti sebelum kita menyempurnakan diri dengan usaha-usaha meraih ridho-Nya.

Post a Comment

0 Comments