RAMADHAN YANG PENUH RAHMAT: PUASA MENURUT PAPARAN AYAT TUHAN





Oleh: Mln. Yudhi Wahyuddin

Allah SubhaanaHu wa Ta’aala berfirman:

أُحِلَّ لَكُمۡ لَيۡلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمۡۚ هُنَّ لِبَاسٞ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٞ لَّهُنَّۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ كُنتُمۡ تَخۡتَانُونَ أَنفُسَكُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡ وَعَفَا عَنكُمۡۖ فَٱلۡـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبۡتَغُواْ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَيۡطُ ٱلۡأَبۡيَضُ مِنَ ٱلۡخَيۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِۖ ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيۡلِۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ ١٨٧

Uhilla lakum lailatash-shiyaamir-rofatsu ilaa nisaa-ikum. Hunna libaasul-lakum wa antum libaasul-laHunn. ‘alimallaaHu annakum kuntum takhtaanuuna anfusakum fa taaba ‘alaikum wa ‘afaa ‘ankum. Fal-aana baasyiruu Hunna wab-taghuu maa kataballaaHu lakum. Wa kuluu wasy-robuu hattaa yatabayyana lakumul-khoitul-abyadlu minal-khoitil-aswadi minal-fajr. Tsumma atimmush-shiyaama ilal-lail. Wa laa tubaasyiruu Hunna wa antum ‘aakifuuna fil-masaajid. Tilka huduudullaaHi fa laa taqrobuuHaa. Kadzaalika yubayyinullaaHu aayaatiHii lin-naasi la’allaHum yattaquun.

Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui sesungguhnya kamu telah mengkhianati dirimu sendiri, maka Dia kembali kepadamu dengan kasih sayang dan Dia memperbaiki kesalahanmu.

Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditentukan Allah bagimu; dan makanlah dan minumlah hingga tampak jelas kepadamu benang-putih dari benang-hitam fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai malam dan janganlah kamu mencampuri mereka ketika kamu beri’tikaf dalam masjid-masjid. Inilah batas-batas ketentuan Allah maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya bagi manusia supaya mereka terpelihara dari keburukan rohani dan jasmani.” (Q. S. Al-Baqarah [2]: 187)

PENDAHULUAN
Melalui satu ayat ini Allah Ta’aala menjelaskan ketentuan-ketentuan perihal berpuasa di bulan Ramadhan. Allah Ta’aala menjelaskannya bagi manusia supaya mereka terpelihara dari keburukan jasmani dan rohani; atau dengan kata lain, seiring dengan tujuan berpuasa itu sendiri dengan tujuannya yang sama dalam istilah demi meraih ketakwaan.

Ketentuan-ketentuan tersebut akan dipaparkan pada kesempatan ini.

PAPARAN PENJELASAN AMALIAH “SHIYAAM”

1. Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isterimu.
● Pada siang hari-lah puasa itu dilangsungkan; tidak boleh bercampur dengan isteri.
●Paparan ini sekaligus menghapus kesalahpahaman bahwa di sepanjang periode puasa tidak diperkenankan sama sekali untuk bercampur dengan isteri. Dengan syarat; halal dilakukan di malam hari saja.

2. Makanlah dan minumlah hingga tampak jelas kepadamu benang-putih dari benang-hitam fajar.
● Tampaknya benang-putih dari benang-hitam (fajar) merupakan penanda awalnya puasa. Puasa (tidak makan minum) dilakukan di siang hari saja.
● Boleh jadi waktu ini menjadi dasar Sunnah Nabi saw. berkenaan tentang sahur.
● Pada waktu malam hingga fajar, diperkenankan makan dan minum (sejauh tidak berlebihan – ada hukum lain).

3. Sempurnakanlah puasa sampai malam.
● Malam hari merupakan penanda berakhirnya puasa dalam sehari.
● Menyempurnakan amaliah puasa secara maksimal dilakukan di siang hari; dimana manusia pada umumnya melangsungkan aktifitas hidup di sebagian besar waktunya. Sehingga kewajiban berpuasa (menahan diri tidak makan, minum dan bercampur dengan isteri) disempurnakan/dilakukan secara utuh dan menyeluruh serta fokus pada siang harinya.

4. Janganlah kamu mencampuri mereka ketika kamu beri’tikaf dalam masjid-masjid.
●Di bagian akhir (Ramadhan) – Nabi SAW mencontohkan dalam sunnahnya tentang kaidah/ketentuan ber-i’tikaf. Tinggal selama 10 hari di masjid dengan berfokus hanya untuk melangsungkan berbagai macam peribadatan dan berbagai cara mendekatkan diri kepada Tuhan.
● Selama periode i’tikaf ini, secara khusus sama sekali tidak diperkenankan untuk mencampuri isteri (baik siang ataupun malam) demi kekhusukan i’tikaf-nya.

Post a Comment

0 Comments