Oleh: Mln. Zafar Ahmad Khudori (Muballigh Jmt. Kebumen dsk.)
KERASULAN NABI ISA a.s.
Al-Qur'an menjelaskan tentang kerasulan Nabi Isa a.s. yaitu (QS 3/Ali ‘Imran: 49): ”Dan sebagai rasul kepada Bani Israil, dengan pesan, `Sesungguhnya aku datang kepadamu membawa Tanda dari Tuhan-mu.”
Di dalam kitab Al-Quran Terjemah dan Tafsir Singkat dijelaskan bahwa kata-kata “rasul kepada Bani Israil“ menunjukkan bahwa tugas beliau a.s. hanya terbatas kepada keturunan Israil. Beliau a.s. seorang Utusan Tuhan tetapi tidak untuk seluruh dunia.
Baca juga kutipan dari Perjanjian Baru (Matius 10:5-6) berikut ini:
“Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”.
Baca juga: Matius 15:24, 19:28; Lukas 19:10; 22:28-30; Kisah 3:25-26; 14:46.
AJARAN INTI NABI ISA a.s.
Ajaran inti Nabi Isa a.s. adalah menyembah Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana disebutkan dalam Ayat Al-Quran (QS: 3/Ali ‘Imran: 52) berikut ini:
“Sesungguhnya Allah itu Tuhan-ku dan Tuhan-mu maka sembahlah Dia; inilah jalan yang lurus”. Baca juga: 5/Al-Maidah: 73, 118; 19/Maryam: 37; 43/Az-Zukhruf: 65; 3/Ali ‘Imran: 52.
Baca juga Matius 4:10: Maka berkatalah Yesus kepadanya: Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Baca juga: Lukas 4:8; Ulangan 6:13.
MURID-MURID NABI ISA a.s.
Dalam menjalankan da’wahnya Nabi Isa a.s. dibantu oleh murid-muridnya yang dalam Al-Quran disebut sebagai Al-Hawariyyun.
Dalam QS 3/Ali ‘Imran: 53 dikisahkan:
Maka ketika Isa menyadari adanya kekufuran pada mereka, berkatalah ia, ”Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku di jalan Allah?” Berkata para Hawari (al-hawaariyyuun), “Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang taat.” Baca juga: QS: 5/Al-Maidah: 112; 61/Ash-Shaaf: 15.
Menurut Perjanjian Baru (Markus 3:13-19) kedua belas murid Yesus ialah sebagai berikut:
1. Simon (Petrus)
PENYALIBAN NABI ISA a.s.
Sebagai akibat dari dakwahnya maka Nabi Isa a.s. mengalami penyaliban tetapi selamat dari kematian di tiang salib, sebagaimana firman Allah s.w.t. (dalam QS 4/An-Nisa: 157):
Dan ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mematikannya di atas salib (maa sholabuu-hu), akan tetapi ia disamarkan kepada mereka seperti telah mati di atas salib (syubbiha lahum). Dan, sesungguhnya orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan tentang ini; mereka tidak mumpunyai pengetahuan yang pasti tentang ini melainkan menuruti dugaan; dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin (maa qotaluu-hu yaqinan).
Arti: “Maa sholabuu-hu”
maa shalabuu-hu artinya: mereka tidak menyebabkan kematian dia pada tiang salib, sebab shalab itu cara membunuh yang terkenal. Orang berkata shalaba al-lishsha yakni ia membunuh pencuri itu dengan memakunya pada tiang salib.
Ayat itu tidak mengingkari kenyataan bahwa Nabi Isa a.s. dipakukan ke tiang salib tetapi menyangkal beliau mati di atas tiang salib itu (Tafsir No. 697).
Arti: “Syubbiha La-hum”
Kata-kata syubbiha lahum artinya: Nabi Isa a.s. ditampakkan kepada orang-orang Yahudi seperti orang yang mati disalib; atau hal kematian Nabi Isa a.s. menjadi samar atau menjadi teka-teki kepada mereka.
Syubbiha ‘alaihi al-amru, artinya: hal itu dibuat kalang-kabut, samar atau teka-teki kepadanya (Lane: Tafsir No. 698).
Arti: “Maa Qotaluu-hu Yaqinan”
Ungkapan, maa qataluu-hu yaqinan artinya:
Dalam hal ini kata pengganti hu dalam qataluu-hu menunjuk kepada kata benda zhann (dugaan). Orang-orang Arab berkata qatala asy-syai khubran yakni ia memperoleh pengetahuan sepenuhnya dan pasti mengenai hal itu supaya meniadakan segala kemungkinan untuk meragukan hal itu (Lane, Lisan dan Mufradat).
Kesaksian Alkitab/Bible:
Selamat dari Kematian di atas Salib dan Perjalanannya ke Arah Timur
Bahwa Nabi Isa a.s. tidak wafat pada tiang salib tapi wafat secara wajar dan jelas nampak dari Al-Quran. Fakta-fakta berikut, sebagaimana dikisahkan dalam Alkitab/Bible (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) sendiri, memberi dukumgan yang kuat kepada keterangan Al-Quran itu:
Kejadian yang sebenarnya rupa-rupanya demikian, boleh jadi disebabkan oleh impian istrinya agar “Jangan berbuat barang apapun ke atas orang yang benar itu” (Matius 27:19) maka Pilatus telah percaya bahwa Nabi Isa a.s. tidak bersalah, dan karenanya telah bersekongkol dengan Yusuf Arimatea -seorang tokoh dari perkumpulan Essene, tempat Nabi Isa a.s. sendiri pernah menjadi anggotanya, sebelum beliau diutus sebagai nabi– untuk menolong jiwa beliau a.s..
Sidang pemeriksaan perkara Nabi Isa a.s. berlangsung pada hari Jum’at, karena Pilatus dengan sengaja mengulur waktu dengan perhitungan bahwa esok harinya jatuh Hari Sabat, saat orang-orang terhukum tidak dapat dibiarkan di atas tiang salib sesudah matahari terbenam.
Ketika pada akhirnya Pilatus merasa terpaksa menghukum Nabi Isa a.s., ia memberikan keputusannya hanya tiga jam sebelum terbenamnya matahari, dengan demikian menyakinkan dirinya bahwa tak ada orang yang normal kesehatannya tinggal di atas tiang salib dalam waktu yang sesingkat itu dapat mati.
Selain itu, Pilatus telah sudi mengusahakan agar Nabi Isa a.s. diberi anggur atau cuka dicampur dengan rempah-rempah mur (myrrh) untuk mengurangi perasaan sakitnya. Tatkala sesudah tiga jam lamanya tergantung, beliau a.s. diturunkan dari salib dalam keadaan tak sadarkan diri (mungkin karena pengaruh cuka yang diminumkan kepada beliau a.s.), Pilatus dengan senang hati mengabulakan permintaan Yusuf Arimatea dan menyerahkan badan baliau a.s. kepadanya.
Lain halnya dari kedua penjahat yang digantung bersama-sama Nabi Isa a.s. tulang-tulang beliau a.s. tidak dipatahkan dan Yusuf Arimatea telah meletakkan beliau a.s. di suatu rongga yang ruangnya luas, digali dibagian samping bukit padas. Ketika itu tidak ada ilmu pemeriksaan mayat (medical autopsi), tidak ada percobaan stethoscopis, tidak diadakan pemeriksaan dari segi hukum dengan pertolongan kesaksian dari mereka yang terakhir bersama beliau a.s. (“Mystical Life of Yesus” oleh H. Spencer Lewis).
Buku itu menceritakan secara terinci semua kejadian yang menjurus kepada peristiwa salib, pemandangan di bukit tempat terjadinya penyaliban dan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian.
Dua pendapat yang berbeda tersebar di tengah-tengah orang-orang Yahudi mengenai dugaan wafat Nabi Isa a.s. kerena penyaliban. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa beliau a.s. pertama-tama dibunuh, kemudian badan beliau a.s. digantung pada tiang salib, sedang yang lainnya berpendapat bahwa beliau a.s. dibunuh dengan dipakukan pada tiang salib.
Pendapat yang pertama tercermin dalam Kisah Rasul-rasul 5:30, kita baca, “… yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh.”
Kesimpulan:
Al-Quran membantah kedua pendapat ini dengan mengatakan, “mereka tidak membunuhnya, dan tidak pula mematikannya di atas salib.”
Pertama, Al-Quran menolak pembunuhan Nabi Isa a.s. dalam bentuk apapun, dan selanjutnya menyangkal cara pembunuhan yang khas dengan jalan menggantungkan pada salib. Al-Quran tidak menolak ide bahwa Nabi Isa a.s. digantung pada tiang salib; Al-Quran hanya menyangkal wafatnya di atas tiang salib.
BUKAN NAIK BADANYYA, TETAPI KENAIKAN DERAJAT-ROHANINYA
Selanjutnya dalam QS 4/An-Nisa: 158: “Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah itu Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Di dalam kitab Al-Quran Terjemah dan Tafsir Singkat dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi dengan gembira mengumandangkan telah membunuh Nabi Isa a.s. di atas tiang salib dan dengan demikian telah membuktikan bahwa da’wa beliau a.s. sebagai Nabi Allah itu tidak benar.
Ayat itu bersama-sama Ayat yang sebelumnya mengandung sangkalan yang keras terhadap tuduhan itu dan membersihkan beliau a.s. dari noda yang didesas-desuskan, lalu mengutarakan keluhuran derajat rohani beliau a.s. dan bahwa beliau a.s. telah mendapat kehormatan di hadirat Allah s.w.t..
Dalam Ayat itu sama sekali tidak ada sebutan mengenai kenaikan beliau a.s. ke langit dengan badan jasmani.
Ayat itu hanya mengatakan bahwa Allah s.w.t. menaikkan beliau a.s. ke haribaan-Nya Sendiri, hal demikian menunjukkan dengan jelas suatu kenaikan rohani, sebab tidak ada tempat kediaman tertentu dapat ditunjukkan bagi Tuhan (Tafsir No. 700).
KEWAFATAN NABI ISA a.s.
Ingatlah ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara wajar dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau di atas orang-orang yang ingkar hingga Hari Kiamat; kemudian kepada Aku-lah kamu kembali, lalu Aku akan menghakimi di antaramu tentang apa yang kamu perselisikan di dalamnya” (QS 3/Ali ‘Imran: 56).
Arti Tawaffa dan Bukti Wafatnya Nabi Isa a.s.
Farid menjelaskan bahwa mutawaffi diserap dari kata tawaffa. Orang mengatakan mutawaffallaahu zaidan, artinya: Tuhan telah mengambil nyawa si Zaid; yaitu Tuhan telah mematikannya.
Bila Tuhan itu subyek dan manusia itu obyek kalimat maka tawaffa tak mempunyai arti lain kecuali mencabut nyawa pada waktu tidur atau mati.
Ibn Abbas r.a. telah menyalin mutawaffiika sebagai mumiituka, ialah, aku akan mematikan engkau (HR Bukhari).
Demikian pula Zamakhsyari, seorang ahli bahasa Arab kenamaan mengatakan, mutawaffika berarti, aku akan memelihara engkau dari terbunuh oleh orang dan akan menganugerahkan kepada engkau kesempatan hidup penuh yang telah ditetapkan bagi engkau dan akan mematikan engkau dengan kematian yang wajar, tidak terbunuh” (Kasyaf).
Pada hakikatnya, para ahli kamus Arab sepakat semuanya mengenai pokok itu bahwa kata tawaffa seperti digunakan dalam cara tersebut tidak dapat mempunyai tafsiran lain dan tiada satu contoh pun dari seluruh pustaka Arab yang dapat dikemukakan tentang kata itu bahwa kata itu digunakan dalam suatu arti yang lain.
Para alim dan ahli-ahli tafsir terkemuka, seperti:
(1) Ibnu Abbas
(2) Imam Malik
(3) Imam Bukhari
(4) Imam Ibnu Hazm
(5) Imam Ibnu Qayyim
(6) Qatadah
(7) Wahhab
dan lain-lain mempunyai pendapat yang sama (HR Bukhari bab Tafsir; HR Bukhari bab Bad’al Khalq; Bihar; Al-Muhalla. Ma’ad hlm. 19; Mantsur II; Katsir).
Kata itu dipakai pada tidak kurang dari 25 tempat yang berlainan dalam Al-Quran dan pada tidak kurang dari 23 dari antaranya berarti mencabut nyawa pada waktu wafat.
Hanya dalam dua tempat yang artinya: mengambil nyawa pada waktu tidur; tetapi di sini kata keterangan “tidur” atau “malam” telah dibubuhkan (QS 6:61; 39:43).
Kenyataan bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat itu tidak dapat dibantah. Rasulullah s.a.w. diriwayatkan telah bersabda, “Seandainya Musa a.s. dan Isa a.s. sekarang masih hidup, niscaya mereka akan terpaksa mengikutiku” (Katsir).
Beliau s.a.w. malahan menetapkan usia Isa a.s. 120 tahun (Ummal).
Al-Quran dalam sebanyak 30 Ayat telah menolak kepercayaan yang bukan-bukan tentang kenaikan Isa a.s. dengan tubuh kasar ke langit dan tentang anggapan bahwa beliau a.s. masih hidup di langit (Catatan Tafsir No. 424).
Baca juga: Almasih di Hindustan karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., Tafsir Al Azhar Juzu” III & VII karya Prof. Dr. Hamka dan Terjemah Tafsir Al-Maraghi Jilid 3 & 6 karya Ahmad Mushthafa Al-Maraghi.
Sumber:
Ahmad, Hadhrat Mirza Ghulam. 1998. Almasih di Hindustan. Jemaat Ahmadiyah Indonesia: Bogor.
Alkitab, 1993. Lembaga Alkitab Indonesia: Jakarta.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Jilid 3. PT Karya Toha Putra Semarang: Semarang.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Jilid 6. PT Karya Toha Putra Semarang: Semarang.
Farid, Malik Ghulam. 2014. Al-Qur’an dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat. Neratja Press: Jakarta.
Hamka, Prof. Dr. 1994. Tafsir Al Azhar Juzu’ III. PT Pustaka Panjimas: Jakarta.
Hamka, Prof. Dr. 2007. Tafsir Al Azhar Juzu’ VII. PT Pustaka Panjimas: Jakarta.
0 Comments