MUHASABAH DI AWAL TAHUN BARU 1440 H DAN UPAYA MERAIH KETAKWAAN


Oleh : Mln. Muhaimin Khairul Amin

Di awal tahun 1440 Hijriyah ini, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan melakukan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik.

Nasihat tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya surat al-Hasyr : (59 : 19)

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah,
dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi / memperhatikan kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian  kerjakan”.

Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : "setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa  lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak."

Selanjutnya menurut pendiri jama’ah Ahmadiyah, Hadhrat mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud ‘alaihissalaam bahwa landasan kehidupan surgawi  justru tertanam di  dunia ini juga, sedangkan (demikian pula) akar kebutaan jahannami terletak di dalam kehidupan kotor lagi jijik yang ada di dunia ini juga.

Kondisi  demikian  dijelaskan dalam Firman Allah Ta’ala :
مَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلًا

Yakni, barangsiapa yang  buta di dunia ini maka di akhirat pun dia akan tetap buta, bahkan lebih buruk dari orang-orang buta (Bani Israil, 73).

Ini mengisyaratkan bahwa bagi hamba-hamba shalih penampakan Tuhan akan tampil di dunia ini juga.
Merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya.

Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, maka jalannya adalah ibadah. Hal ini disampaikan Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an :

“dan Aku (Allah)  tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihissalaam, pendiri Jama’ah Ahmadiyah dalam buku Filsafat Ajaran Islam beliau menyampaikan bahwa menurut ayat ini tujuan sebenarnya hidup manusia adalah untuk menyembah Allah Ta’ala dan meraih ma’rifat Allah Ta’ala serta menjadi milik Allah Ta’ala.

Lalu yang menjadi pertanyaan, sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan dan penghambaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah yang  selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan.

Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob r.a. : "haasibuw anfusakum qobla an tuhaasabuw”

" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"


Takwa sebagai bekal Kehidupan

Betapa Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dirinya sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak.

Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama dengan hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”

Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, sebagaimana firman Allah Ta’ala : “wa innaa Khairuz-Zaadit-Taqwaa” dan sebaik-baik perbekalan adalah Taqwa.

Hazrat Masih Mau’ud ‘alaihissalaam, pendiri jemaat Ahmadiyah bersabda : “Akar dari setiap kebaikan adalah Takwa, jika akar ini ada, maka segalanyapun bisa ada.” Selanjutnya, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Setidaknya ada 8 jalan yang patut kita renungkan dalam mengawali tahun baru 1435 H, untuk menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu antara lain:

1.    Muhasabah
Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.

2.    Mu’ahadah
Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : “Iyyaaka Na’budu waiyyaaka Nasta’iyn.”

Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong.

Kemudian kita berjanji ;  Inna Sholaatiy, wa Nusukiy wamahyaaya wamamaati Lillaahi Rabbil-‘alamiyna.”-
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”. Pun kita ingat syarat-syarat bai’at, Janji Khuddam, janji LI dll. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.

3.    Mujahadah
Adalah bersungguh-sungguh beribadah dan berkorban di jalan  Allah Swt. Allah menegaskan dalam firman-Nya : Walladziyna Jaahaduw Fiiyna Lanahdiyannahum Subulanaa.”-Orang-orang yang bersungguh-sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.

Terkadang kita ibadah, tetapi  tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

4.    Muraqabah
Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang akan berlalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah:

 “An ta’budullaaha kaannaka taroohu, fainlam tarooh fainnahu yarook..”
artinya :“engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.

Muraqabah adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.

Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.

Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah.

 Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.

Bagaimana dengan para pejabat yg berpendidikan tinggi, para elite politik…? Jika tertanam rasa diawasi Allah, maka tidak ada korupsi dll. Mereka mengakui punya Tuhan, tapi ketika korupsi uang yang dijadikan Tuhan, jabatan dan kekayaan yg diutamakan. Lebih rendah perbuatannya dari anak gembala tadi.

5.    Mu’aqobah
Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri  dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.

6.  Do’a
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Yakni, kamu berdoalah, Aku akan kabulkan (Al-Mukmin, 61). Dan berkali-kali Dia menarik minat untuk berdoa supaya manusia bukan karena kekuatannya sendiri meraih sesuatu melainkan dengan kekuatan Tuhan menemukan  Tuhan.

7. Bergaul dengan orang-orang shaleh
Ke arah inilah Allah Ta'ala mengisyaratkan di dalam ayat berikut:
وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ ()   
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ()
Yakni, bergaulah kamu dengan orang-orang benar (At-Taubah, 119).
Pelajarilah jalan orang-orang sebelum kamu yang telah mendapat karunia (Al-Fatihah, 7).


8.      Istiqamah Yakni di jalan ini tidak bosan, tidak putus-asa, tidak lelah, dan tidak gentar menghadapi cobaan, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ()نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ()

Yakni, orang-orang yang berkata, "Tuhan kami Allah dan kami telah menjauhkan diri dari tuhan-tuhan palsu", kemudian mereka istiqamah – yakni tetap teguh dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan musibah – maka malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil berkata, "Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati,  dan bergembiralah serta bersukarialah, sebab kamu telah menjadi pewaris kebahagiaan  yang dijanjikan kepada kamu. Kami adalah sahabat kamu di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat (Ha Mim – As Sajdah, 31-32).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa dengan istiqamah manusia memperoleh keridhaan Allah Ta'ala.

Menjalani  tahun 1440 H dan tahun-tahun berikutnya, mari kita berusaha menjadikan takwa sebagai hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh 8 cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah, do’a, bergaul dengan orang-orang shaleh dan Istiqamah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri, memperbanyak do’a dan meningkatkan pergaulan dengan orang-orang shaleh serta Istiqamah/teguh pendirian.

Jika 8 hal ini kita jadikan bekal In syaa Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan penuh kebahagiaan dan kualitas hidup kita akan semakin meningkat, in syaa Allah.

Waakhiru da’wanaa  anil-hamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin…

Post a Comment

0 Comments