KEMUSLIMAN HADHRAT ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ r.a.




Oleh: Mln. Zafar Ahmad Khudori
(Muballigh Jmt. Kebumen/Jateng 2)

“Manakala kecintaan yang benar kepada Ilahi telah menetap kuat di dalam seluruh urat dirinya;

di dalam kepingan-kepingan qalbunya dan di dalam dzarrah-dzarrah wujudnya

maka tampak pula cahaya-cahaya dalam setiap perbuatan, perkataan, bangun dan berbaringnya 

maka beliau dinamai Shiddiq”(Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.:" Sirrul Khilaafah, Ruhani Khazaain: 8: 355).

NAMA PRIBADI
Abu Bakar (r.a.) [lahir 572 atau 573 M] nama aslinya adalah Atiq, adapun nama asli Abu Quhafah (ayah dari Abu Bakar) adalah Usman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr, demikian kata Sejarawan Ibnu Ishaq (Sirah Nabawiyah: 2012: 156; baca juga: Khalid: 1992: 50). Dr. Utsman menambahan bahwa Fihr ini tidak lain adalah Quraisy itu sendiri (Inilah Faktanya: 2013: 49).

Sementara Sejarawan lain, seperti Ibnu Hisyam berpendapat bahwa nama asli Abu Bakar adalah Abdullah, dan Atiq adalah julukannya, karena wajahnya yang ganteng dan rupawan dan pembebas budak yang sering ia lakukan (Sirah Nabawiyah: 2012: 157). Pendapat ini juga dibenarkan oleh Muhammad Husain Haekal (2012: 2), H. Fuad Hashem (1989: 157), O. Hashem (2007: 106), Prof. Dr. Syalabi (1997: 226) dan Prof. Habibullah Khan, M.Sc (2017: 123).

Disebutkan juga, kata Haekal, bahwa sebelum Islam ia (Abu Bakar) bernama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam oleh Rasulullah (s.a.w.) ia dipanggil Abdullah. 

Ada juga yang mengatakan, lanjut Haekal, tadinya ia bernama Atiq, karena dari pihak ibunya tak pernah ada anak laki-laki yang hidup. Lalu Ibunya bernazar jika ia melahirkan anak laki-laki akan diberi nama Abdul Ka’bah dan akan disedekahkan kepada Ka’bah. Sesudah Abu Bakar hidup dan menjadi besar, ia diberi nama Atiq, seolah ia telah dibebaskan dari maut (Abu Bakr As-Siddiq: 2012: 3). 

Jamil Ahmad (1987: 10) juga menambahkan bahwa Nabi memberi Abu Bakar gelar Ash-Shiddiq (Orang Terpercaya). Ia termasuk suku Quraisy dari Bani Taim, dan silsilah keturunannya sama dengan Nabi s.a.w. dari garis ke-7.

Haekal melengkapi dengan informasi bahwa Abu Bakar dari Kabilah Taim bin Murrah bin Ka’b. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Adnan (Abu Bakr As-Siddiq: 2012: 1).  

Sedangkan Prof. Syalabi menjelaskan bahwa beliau diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Bakar (pemagi) karena dari pagi-pagi betul beliau telah masuk Islam (Sejarah dan Kebudayaan Islam: 1997: 226).

Adapun ibunya bernama Ummul Khair. Nama aslinya adalah Salma binti Sakhr bin Amir (Haekal: 2012: 2-3).

KONTAK PERTAMA HADHRAT ABU BAKAR r.a. DENGAN RASULULLAH s.a.w.
Ia (Abu Bakar r.a.) tinggal di Mekkah, di kampung yang sama dengan Khadijah binti Khuwailid, tempat saudagar-saudagar terkemuka yang membawa perdagangan dalam perjalanan musim dingin dan musim panas ke Syam dan Yaman. Karena bertempat tinggal di kampung itu, itulah yang membuat hubungannya dengan (Nabi) Muhammad (s.a.w.) begitu akrab setelah (Nabi) Muhammad (s.a.w.) kawin dengan Khadijah dan kemudian tinggal  serumah. 

Hanya 2 tahun beberapa bulan saja Abu Bakar lebih muda dari (Nabi) Muhammad (s.a.w.). Besar sekali kemungkinannya, usia yang tidak berjauhan itu, persamaan bidang usaha serta ketenangan jiwa dan perangainya, di samping ketidaksenangannya pada kebiasaan-kebiasaan Quraisy –dalam kepercayaan dan adat-- mungkin sekali itulah semua yang berpengaruh dalam persahabatan (Nabi) Muhammad (s.a.w.) dengan Abu Bakar (Haekal: 2012: 4).   

PARA ISTRI DAN ANAK-ANAK
Menurut Haekal (2012: 3) Hadhrat Abu Bakar r.a. menikah 4 kali dan memiliki beberapa anak:

Istri ke-1 adalah Qutailah binti ‘Abdul ‘Uzza. Dari perkawinan ini lahirlah ‘Abdullah dan Asma’.

Istri ke-2 adalah Ummu Ruman binti Amir bin  Uwaimir. Dari perkawinan ini lahirlah ‘Abdur Rahman dan ‘Aisyah.

Istri ke-3 adalah Habibah binti Kharijah. Dari perkawinan ini lahirlah Ummu Kultsum.

Istri ke-4 adalah Asma’ binti Umais. Dari perkawinan ini lahirlah Muhammad.
(Baca juga: Inilah Faktanya: 2013: 51).

KEMUSLIMAN HADHRAT ABU BAKAR r.a.
Hahdrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. mengisahkan bahwa Abu Bakar (r.a.), sahabat karib dari masa kecil (atau: masa muda menurut istilah Haekal) pada saat itu sedang berada di luar kota. Ketika beliau (r.a.) pulang, mulai mendengar pengalaman baru Rasulullah s.a.w. itu. 

Kepada beliau (r.a.) diceritakan orang-orang bahwa sahabatnya telah menjadi gila dan mulai berkata bahwa malaikat-malaikat membawa amanat dari Tuhan kepadanya. Abu Bakar percaya sepenuhnya kepada Rasulullah s.a.w.

Beliau (r.a.) tidak ragu-ragu sedikit pun bahwa Rasulullah s.a.w. tentu benar –beliau (r.a.) mengenal Rasulullah s.a.w. orang yang waras otak dan jujur. Beliau (r.a.) mengetuk pintu rumah Rasulullah s.a.w. dan setelah diperkenankan masuk segera beliau (r.a.) bertanya, apa yang telah terjadi. 

Rasulullah s.a.w. khawatir jangan-jangan Abu Bakar (r.a.) akan salah paham, mulai memberi penjelasan panjang-lebar. Abu Bakar (r.a.) menghentikan Rasulullah s.a.w. berbuat demikian dan mendesak bahwa yang sebenarnya diinginkan beliau (s.a.w.) hanya pernyataan, apakah seorang malaikat telah turun kepada Rasulullah s.a.w. dari Tuhan dan memberikan Amanat. 

Rasulullah s.a.w. berniat menerangkan lagi, tetapi Abu Bakar (r.a.) mengatakan tidak ingin mendengar keterangan. Beliau (r.a.) hanya membutuhkan jawaban kepada pertanyaan, apa Rasulullah s.a.w. mendapatkan Amanat dari Tuhan. 

Rasulullah s.a.w. menjawab bahwa benar demikian dan Abu Bakar (r.a.) segera menyatakan imannya. Karena telah menyatakan keimanan, beliau (r.a.) berkata bahwa alasan-alasan akan menurunkan nilai imannya. Beliau (r.a.) telah lama mengenal Rasulullah s.a.w dari dekat. 

Beliau (r.a.) tidak dapat meragu-ragukan Rasulullah s.a.w. dan tidak memerlukan penjelasan untuk meyakinkan kebenarannya (Riwayat Hidup Rasulullah s.a.w: 1992: 15).

Ibnu Ishaq berkata: Sebagaimana disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Setiap aku mengajak seseorang kepada Islam biasanya ia tidak langsung memberikan jawaban, kecuali Abu Bakar bin Abu Quhafah. Ia tidak lambat merespon dan tidak ragu-ragu ketika aku mengajaknya kepada Islam” (Sirah Nabawiyah: 2012: 157).

Mengomentari hadits ini, Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. menulis, “Hal apakah yang mendorong Hadhrat Abu Bakar r.a. beriman kepada Rasulullah s.a.w. tanpa melihat suatu tanda? Hal itu adalah Nafsi Natiqah (Dirinya Sendiri Berbicara) yakni Rasulullah s.a.w. yang menjadi saksi atas kebenaran beliau sendiri (Da’watul Amir: 1989: 138).

Perihal Nafsi Natiqah (Dirinya Sendiri Berbicara) dimisalkan sebagaimana matahari terbit adalah membuktikan adanya matahari itu sendiri (Da’watul Amir, Hlm. 134; Baca juga: QS 10/Yunus: 16/Versi Depag RI).

KRONOLOGI 
Lebih rinci lagi, Khalid Muhammad Khalid (1992: 35-51) menceritakan:

1. Ketika datang saatnya untuk mengadakan perjalanan niaga yang baru (dari Mekkah) ke Syiria.

2. Selama di Syiria, keadaan Abu Bakar (r.a.) tak ada bedanya dengan sewaktu di Mekkah. Belum lagi rampung urusan dagangnya, ia telah bergegas dan buru-buru mendapatkan rahib dan pendeta guna berkenalandengan mereka serta menyampaikan penghargaan terhadap mereka. Ia senang sekali melihat mereka mencari kebenaran serta menunggu berita yang akan datang dari Allah.

3. Dari orang-orang ini, didengarnya pula berita-berita perihal akan datangnya seorang Rasul sebagaimana yang didengarnya dari Waraqah bin Naufal serta sahabat-sahabatnya.

4. Masyarakat mereka (yakni Mekkah) telah melahirkan tokoh-tokoh (yang juga mengharapkan kedatangan seorang Nabi), di antaranya: Umru-ul Qais, Zuheir bin Abi Sulma, Nabighah Dzub-yani, Tharafah bin ‘Abd, Umaiyah bin Abish-Shalt, Lubeid bin Rabi’ah, Ka’ab bin Zuheir, Qus bin Sa’idah dan Sahban bin Wail.

5. Bisikan-bisikan halus (berdasarkan pengalaman) di atas selalu bolak-balik dalam hati dan pikiran Abu Bakar (r.a.). Dan sekarang karena urusannya di Syiria telah selesai maka ia pun bersiap-siap untuk kembali ke negerinya.

6. Beberapa hari menjelang kepulangannya, ia bermimpi. Dilihatnya bulan telah meninggalkan tempatnya di ufuk tinggi turun di Mekkah, kemudian ia terpecah-pecah yang tersebar ke semua gedung dan rumah. Kepingan-kepingan tadi kembali bersatu dan utuh sebagaimana semula, kemudian bertengger di bilik Abu Bakar (r.a.)

Abu Bakar terbangun karenanya, dan mimpi it uterus mengusik pikirannya. Ia segera pergi mengunjungi salah seorang pendeta suci yang telah dikenalnya dengan baik, kemudian menceritakan mimpinya itu. 

Sang pendeta menjelaskan bahwa seorang Nabi akan datang dan Anda [Abu Bakar (r.a.)] akan beriman kepadanya dan akan menjadi orang yang paling bahagia karenanya.

7. Bersamaan dengan datangnya waktu subuh, Abu Bakar (r.a.) berangkat menuju Mekkah bersama kafilahnya.

8. Setibanya di perbatasan Mekkah, Abu Bakar (r.a.) dan kafilahnya disambut oleh warga setempat. Setelah cukup melepas kangen maka mereka membertahu Abu Bakar (r.a.) dan kafilah tentang apa yang terjadi di Mekkah selama ditinggal Abu Bakar (r.a.) dan kafilah dagangnya ke Syiria. Yaitu (Nabi) Muhammad (s.a.w.) mengumumkan bahwa Allah telah mengutusnya dan agar kita hanya menyembah-Nya dan meninggalkan tuhan-tuhan warga Quraisy.

9. Ketika kafilah akan memasuki kota Mekkah, kafilah diterima oleh rombongan kecil yang dipimpin oleh Abu Jahal (alias ‘Amr bin Hisyam). Setelah cukup melepas kangen maka Abu Jahal memberitahu Abu Bakar (r.a.) (dengan gaya bertanya), “Apakah mereka telah menceritakan kepadamu mengenai sahabatmu, hai Atiq?” (nama Abu Bakar pra-Islam). Abu Jahal juga menyampaikan berbagai hal, termasuk menyinggung Wahyu Ilahi di gua Hira. Mendengar hal itu Abu Bakar (r.a.) merasa bersyukur sambil menjawab, “Jika demikian maka benarlah ia.” 

10. Abu Jahal dan kawan-kawan kecewa dan bubar masing-masing.

11. Abu Bakar (r.a.) kembali ke rumahnya: bertemu keluarganya.

12. Setelah itu Abu Bakar (r.a.) menuju rumah Rasulullah s.a.w.. Beliau s.a.w. menyambut sahabatnya itu sambil memberitahu istrinya, “Ia adalah Atiq, wahai Khadijah.” Dan terjadilah dialog seperti yang jelaskan oleh Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. di atas. Setelah itu Abu Bakar (r.a.) memegang (menjabat) tangan Rasulullah s.a.w. seraya berkata (bai’at):

ASY-HADU ANNAKA SHOODIQUN AMIIN.
ASY-HADU AN-LAA ILAAHA ILLAALLOOHU WA ASY-HADU ANNAKA ROSUULULLOOH.
(Saya bersaksi bahwa Anda adalah seorang yang benar dan terpercaya.
Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Anda adalah Rasulullah). (Baca juga: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.: Malfuzhaat 1: 247-248).

Rasulullah s.a.w. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?”

Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu Bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin) [HR Bukhari].

Demikianlah riwayat kemusliman Hadhrat Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut.


DAFTAR BACAAN

Ahmad r.a., Hahdrat Mirza Bashiruddin Mahmud (1989). Da’watul Amir. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Ahmad r.a., Hahdrat Mirza Bashiruddin Mahmud (1992). Riwayat Hidup Rasulullah s.a.w.. Bogor: Yayasan Wisma Damai.
Ahmad a.s., Hadhrat Mirza Ghulam. Sirrul Khilaafah, Ruhani Khazaain Jilid 8 dalam Khotbah Jumat Hadhrat Mirza Masroor Ahmad a.b.a.: 2-12-2011 (Kompilasi Khotbah Jumat Vol. VIII, No. 09, 23/5/2014: Persoalan, Konflik dan Solusi Problematika Umat Islam. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia).
Ahmad, Jamil (1987). Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Al-Khamis, Dr. ’Utsman bin Muhammad (2013). Inilah Faktanya Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafatnya Nabi s.a.w. Hingga Terbunuhnya Al-Husain r.a.. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Depag RI, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an (1993). Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Intermasa.
Haekal, Muhammad Husain (2012). Abu Bakr As-Siddiq Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa.
Hashem, H. Fuad (1989). Sirah Muhammad Rasulullah Suatu Penafsiran Baru. Bandung: Mizan.
Hashem, O. (2007). Muhammad Sang Nabi Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail. Jakarta: Ufuk Press.
Ishaq, Ibnu (2012). Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah s.a.w.. Jakarta Timur: Akbar Media Eka Sarana.
 Khalid, Khalid Muhammad (1992). Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah. Bandung: CV Diponegoro.
Khan, Prof. Habibullah, M.Sc (2017). Kurikulum Dasar Pengetahuan Agama. Jakarta: Neratja Press.

Syalabi, Prof. Dr. A. (1997). Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 1. Jakarta: Al Husna Zikra.

Post a Comment

0 Comments