1889





Oleh : Mln. Tarmidzi Ali

“Maka barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amalan shaleh, dan janganlah ia mempersekutukan dengan siapapun dalam beribadah kepada Tuhannya” (QS. 18:110)
Ada dua selebaran sebagai pengumuman yang ditulis oleh Hadhrat Masih Mau’ud as untuk mengambil perintah bai’at, yang dikenal dengan selebaran Tabligh dan selebaran Takmil Tabligh.
Selebaran pertama sebagai himbauan bai’at muncul pada 1 Desember 1888, dan pada 12 Januari 1889 muncul lagi selebaran takmil Tabligh. Selama ± hampir empat bulan lamanya dua selebaran tersebut telah disebarkan, sebelum terjadi bai’at pertama di Ludhiana pada 23 Maret 1889. 
Di antara isi dari selebaran Tabligh pada 1 Desember 1888 adalah himbauan untuk bai’at.
... telah diperintahkan kepada saya agar orang-orang pencari kebenaran bai’at kepada saya untuk mempelajari keimanan sejati, kesucian imaniah hakiki, dan jalan kecintaan Ilahi; serta untuk meninggalkan kehidupan kotor dan kehidupan yang malas dan durhaka.(Buku Bai’at, h. 1, JAI thn 1997)
Berikut ini saya kutip lagi sepuluh poin dari kelanjutan selebaran Tabligh – yang kemudian disebut selebaran Takmil Tabligh pada 12 Januari 1889. 
1.      Orang yang bai’at, berjanji dengan hati jujur bahwa di masa mendatang, sampai masuk ke dalam kubur, akan senantiasa menjauhi syirik.
2.     Akan senantiasa menghindarkan diri dari dusta, zina, pandangan birahi, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pembrontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak nafsu tatkala bergejolak, meskipun sangat hebat dorongan yang timbul.
3.     Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu tanpa putus, sesuai dengan perintah Allah dan Rasul. Dan sedapat mungkin akan berusaha dawam mengerjakan shalat Tahajjud, mengirimkan shalawat kepada Nabi karim Muhammad SAW, dan setiap hari memohon ampunan atas dosa-dosanya serta melakukan istighfar; dan dengan hati yang penuh kecintaan mengingat kebaikan-kebaikan Allah Ta’ala, lalu menjadikan pujian serta sanjungan terhadap-Nya sebagai ucapan wiridnya setiap hari.
4.     Tidak akan mendatangkan kesusahna apa pun yang tidak pada tempatnya – karena gejolak-gejolak nafsunya – terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum muslimin khususnya,melalui lidah,tangan, atau melalui cara lainnya.
5.     Dalam segala keadaan – sedih dan gembira, suka duka, nikmat dan musibah – akan tetap setia kepada Allah Ta’ala. Dan akan senantiasa siap menanggung segala kehinaan serta kepadihan di jalan-Nya. Dan tidak akan memalingkan wajahnya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, melainkan akan terus melangkah maju.
6.     Akan berhenti dari adat kebiasaan buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan akan menjungjung tinggi sepenuhnya perintah al-Qur’an suci atas dirinya. Dan akan menjadikan firman Allah dan sabda Rasul sebagai pedoman dalam setiap langkahnya.
7.     Akan meninggalkan takabur dan kesombongan sepenuhnya. Dan akan menjalani hidup dengan merendahkan diri, dengan kerendahan hati, budi pekerti yang baik, lemah lembut dan sederhana.
8.     Agama dan kehormatan agama serta solidaritas Islam akan ia anggap lebih mulia daripada nyawanya, hartanya, kehormatan dirinya, anak keturunanya, dan dari segala yang dicintainya.
9.     Semata-mata demi Allah, senantiasa sibuk dalam solidaritas terhadap makhluk Allah umumnya, dan dengan kekuatan-kekuatan serta nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, sedapat mungkin akan mendatangkan manfaat bagi umat manusia.
10.   Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini, semata-mata demi Allah, dengan ikrar taat dalan hal ma’ruf dan akan senantiasa berdiri teguh di atasnya sampai akhir hayat. Tali persaudaraan ini begitu tinggi derajatnya sehingga tidak akan diperoleh bandingannya dalam ikatan persaudaraan maupun hubungan-hubungan duniawi atau dalam segala bentuk pengkhidmatan/pengabdian.
“...Perasaan saya selalu tidak enak jika segala macam orang yang baik dan buruk masuk ke dalam silsilah bai’at ini. Dan hati saya senantiasa mendambakan agar orang-orang yang beberkatlah yang masuk ke dalam silsilah beberkat ini, yaitu orang-orang yang dalam fitrat mereka terdapat benih kesetiaan; dan orang-orang yang tidak mentah, cepat berubah dan bimbang.”
Dari tanggal 4 – 25 Maret 1889 Hadhrat Masih Mau’ud as sudah berada di rumah seorang sahabatnya yang bernama Hadhrat Ahmad Jaan ra sahib alhajj di Mahala Jadid, Ludhiana. 

Dalam selebaran himbauan bai’at kepadanya agar yang bersedia bai’at datanglah setelah tanggal 20 Maret, namun bagi yang kesulitan datang pada tanggal tersebut ke Ludhiana hendaklah ia datang ke Qadian setelah tanggal 25 Maret.
Masih dari buku bai’at, Hadhrat Masih Mau’ud as bermaksud mendata semua nama orang yang siap ikut ke dalam silsilah bai’at. Mengumpulkan nama-nama mereka lengkap dengan alamat tetap atau sementara, dengan jumlah tertentu untuk dicetak dalam satu buku, kemudian buku-buku tersebut dibagikan kepada mereka sebagai mubai’in. 

Dan, begitu seterusnya setiap ada yang sudah bai’at dalam jumlah tertentu, nama-nama mereka dicetak dalam bentuk buku dan dibagi kepada setiap mubai’in.
No AIMS (Ahmadiyya Information Management System) adalah wujud dari kelanjutan pendataan yang dimaksud oleh Hadhrat Masih Mau’ud as untuk kebaikan dan keberkatan. Data AIMS tersebut yang juga disebut sebagai data tajnid hanya dibagikan kepada para ketua pengurus sebagai bentuk verifikasi data.
Hadhrat Masih Mau’ud as menulis; “ ...orang-orang yang bai’at akan cepat saling mengenal. Akan muncul sarana-sarana untuk saling bertukar informasi dan saling memberi manfaat. Dan, dari jarak jauh satu sama lain saling mendoakan kebaikan sesama. Saling mengenal untuk solidaritas, sibuk dalam berbagi duka, bagaikan sahabat sejati terhadap satu sama lain dalam setiap kesempatan.”
Tepat pada 23 Maret 1889, di ruangan kosong Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as duduk di lantai di atas selembar karpet, yang segera mendakwakan dirinya sebagai Al Masih Yang Dijanjikan. Di luar, di koridor rumah bahkan di jalan, ada 40 orang sahabatnya telah menunggu. 
Hadhrat maulana Hakim Nuruddin ra adalah sahabat pertama yang masuk dan menutup pintu, beliau ra mulai duduk mengulurkan tangan kanannya, untuk menyatakan bai’at sebagai tanda taubat dan janji setia dengan hatinya yang tulus. 

Hadhrat Masih Mau’ud as mencondongkan badanya ke depan menggenggam erat tangan sahabatnya. Satu persatu sahabatnya yang lain mulai masuk mengikuti Hadhrat Hakim Nuruddin ra. Kemudian mereka masuk secara berjemaah ke ruangan di mana Hadhrat Masih Mau’ud as mengambil janji bai’at pertama.

Post a Comment

0 Comments