SISTEM KHILAFAH MAMPU MENGHADAPI TANTANGAN ERA AKHIR ZAMAN



Mln. Edi Abdul Hadi

Globalisasi adalah suatu istilah yang sekedar melukiskan kondisi dunia zaman sekarang, sebagai akibat dari kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), khususnya di bidang teknologi komunikasi, informasi dan trasportasi.

Dan, dunia sekarang ini sudah menjadi ibarat Global Village (Kampung Kecil) hal ini mendorong timbulnya dinamika kehidupan secara kompetitif dan transpormatif.

Yang ternyata bahaya transformasi sosial sebagai dampak dari kemajuan IPTEK telah berdampak munculnya problematika kehidupan sosial (sosial gap/kesenjangan sosial) yang harus dihadapi oleh masyarakat dunia dewasa ini.

Baik itu kesenjangan social (Social Gap), kesenjangan social economi, social cultur/ budaya maupun social politic, dll, sebagai dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi zaman di era globalisasi sekarang ini.

Dalam merespon kondisi dunia sekarang yang begitu mengkhawatirlkan ini memerlukan sebuah solusi yang dapat dilakukan sebagai jawaban terhadap kondisi yang ada sekarang ini, dan pendekatan kepada Manhaj Agama adalah satu solusi yang dipandang tepat untuk menghadapi tantangan era globalisasi di akhir zaman ini di mana agama difungsikan sebagai kontrol sosial (Social Control) sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran tentang kebutuhan akan lahirnya suatu Nizam atau Tatanan kehidupan yang dijiwai oleh agama dalam suatu sistem atau bentuk HIRARKI KEKUASAAN, dan bentuk KHILAFAT-lah yang dipandang tepat oleh kalangan orang orang Islam, sehingga menggemalah gaung tuntutan akan lahirnya LEMBAGA KHILAFAT dalam kalangan Umat Islam.

Telah banyak usaha usaha dilakukan untuk menegakan kembali lembaga khilafat tersebut, namun selalu gagal.

Apa gerangan yang menyebabkan kegagalan kegagalan ini? Kalau direnungkan penyebab kegagalan kegagalan diantaranya adalah dalam memahami pengertian lembaga khilafat itu sendiri di mana biasanya selalu dipahami khilafat ini dalam artian kekuasaan politik.

Jadi, selalu dipahami Khalifah adalah penguasa politik, kepala pemerintahan suatu negara atau menguasai suatu negara, jadi melihat khalifah semata mata dari kacamata politik/kekuasaan. Inilah yang mewarnai  pemikiran pemuka - pemuka Islam dari dahulu sampai sekarang. Kemenangan Islam yang dijanjikan selalu dibayangkan dalam kemenangan politik / kekuasaan belaka di mana Islam dibayangkan sebagai penguasa dunia.

Karena memang ketika melihat bukti bukti kejayaan suatu penguasa yang pernah berjaya, biasa selalu menilai hanya dari segi fisik belaka, dan memang sangat gampang dirasakan dan dilihat adalah dari adanya  bukti-bukti peninggalan. Seperti halnya ketika ingin melihat bukti kejayaan Islam adalah dilihat dari adanya peninggalan bangunan bangunaan monumental sebagai implementasi dari adanya kekuasaan politik yang lengkap.

Kalau kita kembali melihat Alquran bagaiman Allah SWT memberika solusi menjawab semua ini, justru terputar balik dari pemahaman manusia pada umumnya. Sebagai ilustrasi mari kita lihat kelembagaan khilafat menurut Allah SWT.

Pengangkatan khalifah dalam kalangan kaum muslim yang menjadi dambaan semua pihak ada dalam koridor dan titik tolak kerohanian yaitu adalah dari kalangan orang orang beriman dan beramal soleh, sebagaimana dapat kita baca dalam QS. An-Nur: 55:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka Khalifah dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah khalifah dari orang orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Menurut ayat ini, masalah pengangkatan khalifah adalah semata mata kewenangan Allah SWT, sebagai bentuk karunia yang akan diberikan oleh Allah SWT kepada orang orang Islam sebagai hasil dari ber Iman dan ber amal soleh.

Jadi, siapa orang mukmin yang beramal soleh itu? Apa kriteria orang mukmin yang beramal soleh itu?

Derajat atau kedudukan soleh itu adalah suatu kedudukan yang istimewa yang dijanjikan oleh Allah SWT yang dapat diraih  oleh orang orang Islam setelah adanya keta’atan yang sempurna kepada Allah SWT dan kepada Rosul Nya saw, sebagaimana yang dijanjikan dalam QS. An Nisa: 69:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقاً

Dan barang siapa ta'at kepada Allah dan Rasul saw akan termasuk diantara orang orang yang Allah telah memberi nikmat kepada mereka yaitu nabi nabi, sidiq sidiq, syahid syahid, dan orang orang soleh. Dan mereka itulah sahabat yang sejati.

Pertanyaannya adalah apakah kita yakin kepada janji itu? atau dengan kata lain apakah kita masih termasuk katagori beriman dan beramal soleh atau tidak? Kalau masih termasuk umat yang beriman dan beramal soleh maka tentu janji itu akan sempurna atau terpenuhi.

Kalau janji itu tidak ada realisasinya maka tentu konsekuensi kemungkinan yang harus kita cermati, yaitu pertama mungkin ada persyaratan yang tidak terpenuhi sehingga perjanjian dari Allah tersebut tidak terpenuhi, kedua  atau mungkin kita tidak menyadarinya kerena kebutaan kita yang tidak mampu melihat kehendak Tuhan, atau mungkin karena tidak mau tahu, karena tidak mungkin Allah menyalahi janji-Nya.

Seorang ulama besar Prof. H. Ali Hasymy, ketua MUI Banda Aceh dalam Khutbah Jum’ah yang di muat dalam harian Serambi Indonesia no. 2053/th.28, tgl.11 Ramadhan 1415 H/ Sabtu 11 Pebruari 1995, pada halaman 5 kolom 6-7, mengatakan bahwa menurut Alqur an jika orang orang Islam adalah mukmin dan mengerjakan amal soleh, mereka akan dijadikan khalifah. (khilafat telah berdiri, H.M. Ahmad Cheema, HA.Sy)

Maksudnya, apakah orang orang Islam sekarang ini tidak mukmin sebab menurut fahamnya sekarang ini tidak ada khalifah.

Makna yang terkandung dalam QS. An-Nur ayat 55 tadi yaitu masalah pengangkatan khalifah adalah semata mata kewenangan Allah SWT, sebagai karunia yang akan diberikan oleh Allah SWT kepada orang orang Islam sebagai hasil dari Iman dan beramal soleh, bukan dari hasil rekayasa manusia, jadi tidak ada campur tangan manusia di dalamnya.

Sekarang dapat kita lihat sejauh mana paradigma khilafat dalam Islam ini sehingga sangat diharapkan dan diyakini akan mampu menghadapi tantangan era akhir zaman ini.

Semua umat Islam meyakini bahwa agama Islam akan selalu relefan dan mampu menjawab segala tuntutan umat manusia desegala zaman, dan memang demikian adanya. Karena Islam adalah agama yang keberadaannya untuk pedoman hidup umat manusia hingga hari qiyamat kelak. Kemampuan Islam memenuhi segala tuntutan dapat kita baca dalam QS. An-Nur ayat 35:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi. perumpamaan Nur-Nya, adalah seperti sebuah relung (lubang) yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam sebuah semprong kaca dan kaca itu seakan-akan seperti bintang yang gemerlapan, Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkati, yaitu pohon zaitun yang bukan di timur  dan bukan pula di barat, yang minyaknya  hampir-hampir menyala, walaupun api tidak menyentuhnya. cahaya di atas cahaya, Allah memberi bimbingan menuju Nur Nya kepada  siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Allah SWT telah menyebutkan bahwa Islam adalah terang dunia dan kemampuan terangnya akan terus menyala menerangi dunia di segala zaman, tidak akan lekang dimakan zaman, tidaka akan lapuk dimakan waktu, tetapi akan terus menerangi kehidupan manusia dan mampu memberikan jawaban atas segala tuntutan untuk pedoman kehidupan kepada manusia meski dalam era akhir zaman sekalipun.

Gambaran cahaya Islam yang digambarkan bagai sebuah titik cahaya yang terlindung dalam sebuah bola lampu kaca dan diletakan dalam sebuah relung atau cekungan adalah sebagai reflektor cahaya yang menggambarkan sempurnanya cahaya Islam yang maksudnya Islam akan terus menyempurnakan sinarnya tidak akan ada kekuatan yang sanggup memadamkan cahayanya, dan cahayanya itu akan mampu menerangi masa yang jauh seperti gambaran tadi bola lampu yang ada dalam sebuah replektor dia akan memancarkan sinarnya ketempat yang jauh, begitulah keadaan ajaran Islam akan terus menerangi kehidupan manusia di segala zaman.

Pertanyaannya dimasa sekarang di tengah kemajuan zaman yang telah melahirakan  dinamika masalah keidupan manusia yang sudah sedemikian komplek, dan manhaj agama adalah dianggap solusinya, maka dimana semua itu ? apa solusi nyata yang ditawarkan Islam sekarang ini?

Jawabannya adalah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. memberikan gambaran kepada kita bahwa Rasulullah saw bagaikan MATAHARI yang mampu menerangi dunia. Gambaranya Rasulullah saw adalah MATAHARI rohani yang menerangi alam rohani manusia, maka di kala kegelapam zaman tiba sebagaimana di alam jasmani ketika malam tiba maka akan muncul rembulan menerangi dunia malam maka begitu pula di alam rohani manusia, di kala kegelapan rohani mulai menyelimuti alam rohani manusia maka Allah SWT pun akan menerbitkan rembulan rohani dalam bentuk Imam Zaman. Sebagaimana dapat kita baca dalam hadits bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

ﺍﻦ ﺍﻟﻟﻪ ﻳﺒﻌﺚ ﻟﻬﺬﻩ ﺍﻷﻤﺔ ﻋﻟﻰ ﺮﺍﺲ ﻜﻞ ﻣﺎﺌﺔ ﺴﻨﺔ ﻤﻦ ﻳﺠﺪﺪ ﻟﻬﺎ ﺪﻳﻨﻬﺎ

Abu Hurairah ra meriwayatkan, Rosulullah saw bersabda, “ Sesungguhnya Allah Ta'ala akan membangkitkan untuk umat ini pada setiap seratus tahun seorang Mujadid yang akan memperbaiki agama. (Abu Daud & Misykat hal 36)

Layaknya sebagaimana rembulan menyinari kegelapan malam dunia begitulah imam zaman akan lahir menerangi alam rohani manusia, sehingga dapat kita kenal ada beberapa imam yang telah lahir pada tiap tipa seratus tahun atau abad, seperti :

1.     Abad Pertama           : Umar bin Abdul Aziz

2.     Abad Kedua             : Imam Syafi’i

3.     Abad Ketiga             : Abu Syarah / Abdul Hasan Asysyari

4.     Abad Keempat         : Abu Ubaidullah Nisyapuri / Abu Bakar Baqlani

5.     Abad Kelima             : Imam Ghazli

6.     Abad Keenam           : Sayyid Abdul Qadir Jaelani

7.     Abad Ketujuh           : Imam Ibnu Taimiyah / Khawaja Mu’inuddin Chsiti

8.     Abad Kedelapan      : Hafiz Ibnu Hajar Asqalani / Saleh bin Umar

9.     Abad Kesembilan    : Imam Suyuti

10.  Abad Kesepuluh      : Imam Muhammad Tahir Gujrati

11.  Abad Kesebelas       : Mujadid Alif Tsani Sarhindi

12.  Abad Keduabelas    : Syah Waliullah Muhaddas Dhelwi

13.  Abad Ketigabelas    : Sayyid Ahmad Brelwi

14.  Abad Keempatbelas : IMAM MAHDI & MASIH MAU’UD as

Itulah rembulan alam rohani yang telah dibangkitkan Allah SWT, menerangi rohani manusia. Rembulan yang datang pada tiap malam itu tentu tidak sama, dan dimalam ke empat belas rembulan menampakan kesempurnaanya, begitu jugalah rembulan di alam rohani pada abad yang ke empat belas adalah penampakan sempurna wujud Rosulullah saw dalam wujud Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as, Imam Mahdi dan Masih Mau’aud as yang tampil menyinari rohani manusia.

Kebangkitan Khilafat dalam Islam, sebagaimana dalam ayat diatas adalah merupakan kewenangan Allah SWT tanpa adanya campur tangan manusia. Dan perlu kita ketahui kekhalifahan yang bagaimanakah yang akan lahir dalam Islam itu?

Dari ayat surah An Nuur 56 tadi diatas adalah jelas bahwa kekhalifahan itu adalah merupakan pemberian / Karunia dari Allah SWT atas dasar adanya Iman dan taqwa.

Adapun pola kekhalifahan yang akan datang dalam Islam telah dikhabarghaibkan oleh yang mulia Nabi Muhammad saw:

Dari Hudzaifah r.a., ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ  فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu  Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. 

Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.  Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada.  Selanjutnya  akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 18430, Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya no. 439, Al-Bazzar dalam Sunan-nya no. 2796, Misykat hal 461)

Hadits yang agung ini mengandung informasi penting mengenai lima periode atau pola kepemimpinan politik HIRARKI KEKUASAAN dalam Islam yang silih berganti dengan sistem sistem yang berbeda yang akan dialami oleh kaum muslim sejak masa kenabian, yakni:

Periode Kenabian (Nubuwwah); artinya nabi sendiri yang memimpin/yang berkuasa.

Periode Khilafah yang Tegak di atas Manhaj Kenabian (Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah); artinya kekhalifahan sebagai pengganti, penerus kenabian, yakni yang melaksanakan tugas-tugas  kenabian.

Periode Penguasa yang Zhalim (Mulkan] ‘Âdhdh[an]); Pola kerajaan, artinya hirarki/ dinasti keturunan yang berkuasa

Periode Penguasa yang Diktator (Mulkan] Jabriyyat[an]); Pola kerajaan, artinya hirarki/dinasti keturunan yang berkuasa

Periode Khilafah yang Tegak di atas Manhaj Kenabian (Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah); Kembali ke pola  Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah (sepert pola kedua)

Penggunaan istilah khilafah untuk mewakili sistem pemerintahan Islam, ia adalah penyebutan (al-ism) yang memiliki landasan nushûsh syar’iyyah secara jelas (sharîh[an]) dari al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan istilah yang semata-mata digagas oleh para ulama Islam (bukan radikalism), tapi yang menggambarkan adanya konsepsi pemerintahan dalam Islam, dalam bahasa para ulama yakni: Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm.

Para ulama sepakat bahwa periode Khilafah Rasyidah adalah periode khilafah yang berjalan di atas manhaj kenabian, yakni periode: Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, Khalifah Umar bin al-Khaththab, Khalifah ’Utsman bin Affan, Khalifah Ali bin Abi Thalib –radhiyaLlâhu ’anhum-, sebagian ulama-salah satunya Syaikh Nawawi al-Bantani al-Syafi’i (w. 1316 H) dalam Sullam al-Munâjât Syarh Safînat al-Shalâh (hlm. 38)-menambahkan masa kekhilafahan Khalifah al-Hasan bin Ali r.a. yang berjalan selama enam bulan, termasuk masa khilafah yang mengikuti manhaj kenabian, sehingga hitungannya genap menjadi tiga puluh tahun.Rasulullah saw bersabda:

الْخِلَافَةُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ سَنَةً، ثُمَّ مُلْكًا بَعْدَ ذَلِكَ

Kekhilafahan dalam umatku tiga puluh tahun, kemudian setelahnya masa mulkan. (HR. Ahmad, Al-Tirmidzi)

Kelima pola ini adalah merupakan nubuwah yang telah di khabar ghaibkan oleh yang mulia Rosulullah saw. Dan, ini telah menjadi kenyataan yang telah dialami oleh umat Islam dalam sejarah perjalanan agama Islam.

Pola kekhalifahan ala minhajin nubuwat (pola yang kedua) para ahli sejarah sepakat yaitu sampai pada masa Khulafaur Rasyiddiin, yaitu empat Khalifah setelah Rasulullah saw. Bahkan, di dalam hadits kita temukan sabda Rasulullah saw bahwa khalifah dalam umat beliau hanya berumur 30 tahun, sedang sesudahnya adalah pola kerajaan (pola yang ketiga), namun sebagaimana dari hadits di atas bahwa sesudah masa pola kerajaan itu akan bangkit kembali pola Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah yaitu pola kekhalifahan atas dasar pola kenabian.

Nah peralihan dari pola kerajaan kepada pola Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah inilah yang perlu dicermati dengan penuh kehati-hatian, dan ketelitian.

Memang sangat sulit untuk mengaitkan atau menyambungkan masa yang lebih kurang 1300 tahun silam dengan masa sekarang. Bagaimana setelah 1300 tahun itu, lalu muncul kembali pola khilafatun ala minhajin nubuwah yang tugasnya sama seperti kekhalifahan setelah Rasulullah saw, melanjutkan tugas tugas kenabian, sedang dalam situasi dan kondisi yang jauh berbeda. Akan sulit dibayangkan dua zaman yang terpaut rentang waktu yang sangat panjang akan disatukan kembali pada satu zaman ini.

Tapi kalau kita mau memperhatikan dan menela’ah dengan cermat Al Qur an surah Al-Juma’ah ayat 2 - 3, barulah hal itu akan dapat dipahami pemecahannya:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ  - وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dia-lah yang telah membangkitkan ditengah tengah bangsa/ kaum yang buta huruf, seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan  kepada mereka tanda tanda Nya,dan  mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, dan akan membangkitkannya di tengah tengah  suatu golongan / kaum yang lain dari antara mereka yang belum pernah bertemu dengan mereka. dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Huruf ( وَ  ) wau, dalam ayat ini ( وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ) adalah wau athaf, ta’rifnya harus mengikuti kalimat ma’thuf nya yaitu ayat sebelumnya (ayat ke 2).

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ    كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

maka apabila amil mubtada dan khobarnya di ulang, kalimat-Nya akan menjadi:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ …... وَهُوَ الَّذِي بَعَثَ  فِي الْأُآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dia (Allah) telah  membangkitkan / mengutus, di golongan ummi  seorang Rasul (Nabi Muhammad saw) dari mereka (golongan ummi)……

Dan Dia (Allah) telah membangkitkan/ mengutus (pula) digolongan yang lain, seorang Rasul dari mereka (yang lain)  yang belum bertemu di antara mereka (rosul ummiyiin (nabi besar sayidina Muhammad Saw) dan rosul Akhoorin (nabi ummati-nabi pengikut)…

Ayat pertama jelas sempurna pada wujud suci Rosulullah saw, tetapi untuk ayat yang kedua, wa akhoriina minhum lamma yalhaquubihim, - ini tertuju kepada kaum lain, yaitu ada jarak rentang waktu yang panjang yang memisahkan zaman keduanya - lamma yalhaquubihim - belum pernah bertemu diantara meraka.

Dalam hadits kitab Bukhari yang diriwayatkan oleh Abu Harairah ra. bahwa ketika turun ayat Al-Jum’ah itu para Shahabat bertanya, siapa gerangan yang dimaksud dalam ayat tersebut? Beliau Saw kah? Atau ada wujud lain selain Rasulullah saw yang akan jadi bayangan sempurna beliau saw? Ternyata Rasulullah saw menjawab bahwa itu wujud orang lain yang akan jadi bayangan  beliau saw, yaitu dari bangsa Parsi:

حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُورَةُ الْجُمُعَةِ { وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ } قَالَ قُلْتُ مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمْ يُرَاجِعْهُ حَتَّى سَأَلَ ثَلَاثًا وَفِينَا سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ وَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَلَى سَلْمَانَ ثُمَّ قَالَ لَوْ كَانَ الْإِيمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَّا لَنَالَهُ رِجَالٌ أَوْ رَجُلٌ مِنْ هَؤُلَاءِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ أَخْبَرَنِي ثَوْرٌ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَالَهُ رِجَالٌ مِنْ هَؤُلَاءِ

Telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz bin Abdullah ia berkata, Telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal dari Tsaur dari Abul Ghaits dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu ia berkata; Suatu hari, kami duduk-duduk di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu diturunkanlah pada beliau surat Al Jumu'ah dan "WA AAKHARIINA MINHUM LAMMAA YALHAQUU BIHIM." Maka aku pun bertanya, "Siapa mereka itu wahai Rasulullah?" Namun, beliau belum juga menjawab hingga tiga orang bertanya. 

Di antara kami ada Salman Al Farisi. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangannya pada Salman dan bersabda: "Sekiranya keimanan itu ada di gugusan bintang, niscaya keimanan itu tetap akan diperoleh oleh sekelompok atau seseorang dari mereka itu (Orang-orang Persi)." Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahhab Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Telah mengabarkan kepadaku Tsaur dari Abul Ghaits dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Niscaya (keimanan) itu akan diperoleh oleh sekelompok orang dari mereka (Orang Persi)."

(Hadits Bukhari No : 4518  Kitab Tafsir Al Quran [Bab] Surat al Jumu'ah ayatوَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ )

Dari dua faktor ini cukup jelas bagi kita bahwa akan lahir pola Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah, yaitu atas dasar pola kenabian yang sebelumnya tentu ada kenabian yang akan jadi tali penghubung yang menyatukan zaman 1300 tahun yang silam dangan masa sekarang.

Dengan hadirnya Masih Mau’ud  dan Imam Mahdi as, terpecahkanlah sudah masalah kehadiran Khilafatun ala minhajin nubuwah sebagaimana yang dinubuwatkan oleh yang mulia Rasulullah saw. Beliau datang sebagai Buruzi dari Rasulullah saw, yang adalah merupakan jawaban terhadap pemecahan masalah kedatangan pola Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah, yang telah diatur atau di program oleh Allah Ta’ala. Dan, ini juga adalah puncak dari kedatangan para Mujadid pada permulaan tiap abad dan kedatangan beliau adalah pada permulaan abad ke empat belas.

Jadi, sebagaimana telah dikatakan diatas tadi bahwa pengangkatan Khalifah itu semata mata kewenangan Allah Ta’ala, maka bagiNya tidaklah sulit untuk memproses pengangkatan itu tanpa merusak tatanan yang Dia susun sendiri. Hanya mungkin kita salah atau tidak mampu memahaminya.

Pola Khilâfatan ’alâ Minhâj al-Nubuwwah dimaksud adalah Khilafat yang muncul sesudah kenabian, karena tugasnya adalah melanjutkan tugas nabi. Jadi, akan sulit membayangkaan dalam jangka waktu 1300 tahun muncul kembali Khalifah dengan tugas yang sama dengan tugas Khalifah 1300 tahun yang lalu dengan kondisi dan situasi yang jauh berbeda.

Jadi inilah pola khilafat yang sebenarnya yang akan menjwab segala problematka kehidupan manusia terutama di Era Akhir Zaman seperti sekarang ini.

Dan Khilafat itu telah ada yaitu Khilafat Ahmadiyah, yang berdiri seja tahun 1908. Jemaat Ahmadiyah di zaman yang serba modern ini telah mampu tampil kemuka menyampaikan da’wah Islam. Batas batas peradaban dan kemajuan Eropa, Amerika, Afrika dan Asia, telah mampu di tembus oleh da’wah Ahmadiyyah.

Kemajuan kemajuan sarana teknologi, komunikasi/informasi, transportasi, telah mampu diberdayakan oleh Jemaat Ahmadiyah untuk saran da’wah memajukan Islam. Kemajuan kemajuan zaman yang dikhawatirkan berbagai kalangan akan berdampak negatif bagi keberlangsungan hidup manusia ternyata Khilafat Ahmadiyah telah mampu menjadikan agama sebagai sosial control untuk semua itu.

Jemaat Ahmadiyah telah mampu memanfaatkan sarana kemajuan telekomunikasi satelit sebagai sarana Da’wah Islam.  Dengan mengoprasikan MTA (Muslim Television Ahmadiyya) sebagai sarana da’wah dan tarbiyat/pendidikan bagi umat manusia.

Kemajuan sarana Internet pun dimanfa’atkan untuk kemajuan Islam. Jadi, kekhawatiran transformasi Sosial sebagai efek buruk dari kemajuan IPTEK oleh Ahmadiyah justru diberdayakan untuk kemajuan Islam.

Kesenjangan social (Social Gap) baik sosial ekonomi, social cultur / budaya maupun social politic, sebagai dampak negatif yang dikhawatirkan dari kemajuan zaman atau Era Akhir Zaman telah mampu dihapuskan oleh Ahmadiyah.

Sebagai contoh kongkrit, Gerakan Alwasiyat adalah jawaban untuk menghapus kesenjangan sosial ekonomi (Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. Dalam bukunya “Tuntunan Dunia Baru Menurut Islam“) menulis:

“Dewasa ini sangat perlu lahir suatu system atau tatanan yang sesuai dengan ajaran Islam yang suci dan bersih dari cacat, seperti yang terdapat pada aliran aliran atau gerakan-gerakan dunia yang ada sekarang ini.

Akan tetapi, untuk mendirikan Tatanan Baru, tidak boleh tidak harus ada seseorang yang diutus oleh Allah Ta’ala, guna mencanangkan suatu Tatanan Baru untuk mengakhiri penderitaan dan kesengsaraan manusia dengan jalan menyediakan seagala sarana yang diperlukan untuk kesejahteraan umat manusia dan menciptakan iklim perdamaian dunia,... yang landasanya telah diletakan atas perintah Allah Ta’ala dan benar benar sesuai dengan ajaran Islam,.....

Oleh karena itu, sesuai dengan perintah Illahi, Hazrat Masih Mau’ud as mencanangkan gerakan Alwasiyat...Tatanan baru ini akan mempersatukan bermacam macam bangsa dan negeri dalam satu ikatan persudaraan semesta. Dalam Tatanan Baru semacam itulah semuanya akan ikut merasakan suka dan duka, karena semuanya telah mnyumbang untuk kesejahteraan dan kebahagiaan satu sama lain dengan berlandaskan kecintaan dan kesadaran sendiri...

Dalam pemerintahan duniawi, kita menyaksikan bahwa orang orang yang terkena kewajiban pajak senantiasa memperlihatkan keengganan dan ketidak senangan. Tetapi dalam Orde yang dikemukakan dalam Alwasiyat kenyataan memperlihatkan kebalikannya. Berkat himbauan dan bujukan yang begitu berdaya guna, bahkan orang orang miskin dan tidak mempunyai apa pun ingin ikut berkorban menurut kadar kemamfuannya.

Pendek kata, Tatanan Baru itu bukan di letakan di Rusia / Amerika atau negeri negeri lain, tetapi adalah yang diletakan di Qadian oleh Hz Masih Mau’ud as, Beliau menulis : “ Jangan menyangka bahwa perkara perkara itu hanya lamunan belaka, bahkan ini adalah rencana dari zat yang Maha Kuasa, yang meiliki bumi dan langit.

Pertemuan Jalsah, adalah salah satu sarana untuk menghapus kesenjangan sosial di mana Jemaat Ahmadiyah telah mampu menyatukan berbagai lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang, bangsa, ras, suku dan lain sebagainya bersatu dalam satu waktu dengan penuh harmonisasi, sungguh suatu pemandangan indah yang tidak dapat ditemukan di manapun.

Gerakan Waqaf, dan pengabdian adalah salah satu sarana menghapus kesenjangan politik, dimana dalam melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban selalu disandarkan akan penghidmatan dan Ibadah kepada Tuhan sehingga terhindar dari perebutan kedudukan yang bisa menimbulkan gejolak dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemajuan Jemaat sudah tidak ada yang mampu menandinginya, kini Khilafat Ahmadiyah di usianya yang ke 131 tahun sudah tersebar di 213 negara di dunia.

Bil Akhir, semoga kemajuan demi kemajuan terus menyertai perjalanan Khilafat Ahmadiyah. Aamiin.

Ahmadiyah!  Zindabad!!!  Khilafat Ahmadiyah! ZindaBad!!!.

Post a Comment

0 Comments