Hadhrat Utsman (ra) dan Pembangkangan Umat Islam


Oleh : Mln. Yusuf Awwab.

Catatan Singkat Awal Keruntuhan Kekhalifahan Rasulullah (saw)

A. LATAR BELAKANG
“Sesungguhnya kalian (umat Islam) akan pecah menjadi 72 firqah dan semuanya sesat kecuali Al-Islamu wa Jama’atuhum (Islam yang berjamaah),
Sabda Rasulullah saw tersebut mulai terlihat saat tapuk pimpinan kekhalifahan dipegang Hadhrat Utsman ibnu Affan ra.

Kendati Hadhrat Usman (ra) merupakan sahabat terdekat dan sekaligus mantu Rasulullah saw namun tingkat kecurigaan, ketidakpuasan, ketidakpercayaan, ketidakhormatan dan ketidakta’atan umat Islam atas kepemimpinannya cukup tinggi.

Pada masa itu rasa kesukuan umat Islam kembali menguat, hampir semuanya bersaing untuk mengangkat kehormatan dan nama baik keluarga atau sukunya masing-masing. Kedudukan dan jabatan diperebutkan sedemikian rupa, tidak jarang dari mereka melakukan usaha-usaha kotor dan tak terhormat untuk bisa meraih posisi tertinggi.

Hadhrat Utsman (ra) pun tersandra dengan praktek-praktek kotor tersebut. Selain para sahabat, beliau tidak bisa menemukan umat Islam yang jujur, shaleh dan berintegritas tinggi karena rata-rata dari mereka dipenuhi ambisi dan ketidak jujuran. Fitnah dan makar merajalela. Mereka pun tidak malu menyerang dan memfitnah para sahabat Rasulullah (saw). Bahkan mereka berani menentang dan memprotes kebijakan-kebijakan Hadhrat Utsman sebagai seorang khalifah.

Puncak penentangan muncul saat Hadhrat Utsman mengganti Sa’ad bin Abi Waqas dari posisinya sebagai Gubenur Khufah dengan saudara sesusuannya, Walid bin Uqbah bin Mu’ith yang ternyata masih kerabat dekatnya. Reaksi umat Islam begitu keras, mereka menganggap Hadhrat Usman ra sudah bertindak nepotisme.

 Beliau dituduh lebih mementingkan keluarga dan saudaranya dibandingkan umat Islam lainnya. Meski Sa’ad bin Abi Waqas ra, mentaati dan menerima keputusan khalifah, namun tidak demikian dengan para pendukungnya yang sebagaian besar berasal dari sukunya. Mereka menuntut kejelasan dari kebijakan tersebut.

Situasi ini dimanfaatkan oleh Abdullah bin Saba’ yaitu pemimpin para pembuat onar dan perusuh. Ia dan para pengikuitnya mulai menyebarkan fitnah ketengah-tengah umat Islam guna merusak nama baik khalifah. Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah Islam lainnya, dan dari satu suku ke suku lainnya untuk menghasut, melawan dan menebarkan kebencian kepada khalifah. Fitnah ini begitu dahsyat sehingga banyak sekali umat Islam yang termakan olehnya.

Tuduhan yang mengatakan bahwa Hadhrat Utsman ra seorang nepotism karena telah memberikan pos-pos dan jabatan-jabatan tinggi di pemerintahan kepada keluarga beliau seketika meluas di kalangan umat islam. Begitupun dengan isu bahwa Khalifah menghambur-hamburkan uang Baitul Mal dan membagi-bagikannya kepada sanak dan kerabat beliau behembus kencang yang seakan menjadi penguat akan kebobrokan khalifah Utsman bin Affan ra.

Sayangnya fitnah yang berkembang ini tidak segera dipadamkan oleh Hadhrat Utsman ra, sehingga memberikan peluang bagi para pembuat onar untuk melancarkan aksi keji mereka. Imam As-Suyuti dalam bukunya Tarikh Khulafa’ berkata bahwa Tatkala Utsman berkuasa beliau bersikap lunak kepada para penentang dan berusaha menjalin tali silaturahim dengan mereka.

Sikap Hadhrat Utsman ra yang lebih mendahulukan dialog dan pendekatan personal sepertinya disalahgunakan oleh para pemberontak tersebut. Hal ini pun dianggap sebuah kelemahan dan kelambanan oleh sebagian para sahabat. Tapi sikap khalifah yang tidak ingin adanya pertempuran antar sesama umat Islam menjadi semakin dilematis. Sementara fitnah sudah sedemikian kuat dan menyebar hingga ke seluruh wilayah Islam mulai dari Mesir hingga Syam (Syiria).

Pendekatan persuasif yang khalifah lakukan terhadap umat Islam menjadi tidak berarti. Sebagian besar umat Islam sudah menaruh rasa tidak percaya kepada khalifah sehingga puncaknya terjadi pada tahun 35H dimana beliau dan keluarganya dibantai dengan kejam di dalam rumahnya sendiri.

B. FITNAH TERHADAP HADHRAT UTSMAN RA
Beberapa penulis sejarah terjebak dalam rangkaian fitnah tersebut, mereka tidak sungkan menulis bahwa Hahdrat Utsman bin Affan ra, naudzubillah, lemah, kurang tegas dan korup. Opini ini merupakan kesalahan besar dan sangat menyakitkan. Mana mungkin seseorang yang sudah dijamin Allah masuk surga akan melakukan hal yang tercela semacam itu, bagaimana mungkin Allah Ta’ala, naudzubillah, bisa salah dengan menjamin surga kepada orang yang berkelakuan seperti itu?

Perlu diketahui bahwa Hadhrat Utsman bin Affan ra memiliki ketegasan yang tidak kalah dengan Hadhrat Umar bin Khattab ra. Beliau tidak sungkan untuk mencopot atau menghentikan seseorang dari jabatannya. Salah satunya adalah saat beliau mencopot Sa’ad bin Abi Waqas dari posisinya sebagai Amir atau Gubernur Khufa.

 Meski banyak umat Islam yang melayangkan protes, namun beliau tetap pada pendiriannya. Sama seperti ketika Hahdrat Umar bin Khattab ra mencopot Khalid bin Walid dari posisinya sebagai panglima Jendral menjadi prajurit biasa sehingga Hungh Kennedey dalam bukunya The Great Arab Conquests mengatakan bahwa jika hal tersebut terjadi pada para Jendral Romawi maka dipastikan bahwa sang Jendral bersama para pengikut setianya akan balik menyerang dan mengkudeta sang Khalifah.

Namun yang dilakukan Khalid bin Walid ra sama seperti Sa’ad bin Abi Waqas ra, menerima dan mentaati semua keputusan Khalifah tanpa sedikit pun menentangnya. Hal inilah yang membuat aneh sang profesor dari Skotlandia tersebut. Seorang jenderal kharismatik yang memiliki pengaruh besar dan dihormati dikalangan prajuritnya serta memiliki pengikut setia hingga ribuan orang, diam tidak melakukan reaksi sedikit pun saat dipecat dari jabatannya padahal menurut kacamata Guru Besar Universitas St Andrew Skotlandia ini bahwa tidak ada alasan bagi Khalifah untuk memecatnya, karena setiap pertempuran yang dipimpinnya akan membawa kemenangan.Oleh karenanya saat ia menguraikan kewafatan Khalid bin Walid sang Jendral Besar Islam yang hanya berselimutkan sehelai pakaian di sebuah gubuk kecil tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya membuat emosi sang Profesor meluap.

Nampak ungkapan respek dan simpati tertuang dalam tulisannya.
Hal yang sama juga terjadi pada Sa’ad bin Abi Waqas ra, tidak ada protes atau keberatan atas tindakan Utsman bin Affan. Karena Ia tahu bahwa menerima dan mentaati keputusan Khalifah merupakan jiwa dari seorang mukmin. Ketika seorang mukmin sudah tidak lagi taat pada Khalifah maka berarti ia juga tidak taat kepada Tuhan yang memilihnya. Sayangnya sikap Sa’ad bin Abi Waqas tidak diikuti sebagian kecil para pengikutnya. Mereka yang selama ini hidup bagaikan parasit, menempel serta menikmati ketenaran dibalik jubah Sa’ad bin Abi Waqas tidak terima atas keputusan tersebut, sehingga ketika para perusuh menyusup, menghasut dan menghembuskan fitnah ketengah-tengah mereka. Mereka pun termakan hasutan tersebut. Dan bersama-sama para perusuh membentuk aliansi anti Khalifah Utsman bin Affan.

Selain ketegasan, Beliau ra pun memiliki keberanian yang luar biasa. Ibnu Sa’ad menceritakan bahwa ketika beliau masuk Islam, al-Hakam bin al-Ash, menangkap, menjemur dan mengikat beliau ra dengan tali, lalu mengancamnya agar beliau meninggalkan Islam, namun beliau tetap bersikukuh memeluk agama baru tersebut meski harus meregang nyawah, begitupun beliau merupakan orang yang paling pertama melakukan hijrah ke Abesiah (Ethiopia), sehingga Rasulullah saw bersabda bahwa sesungguhnya Utsman adalah orang pertama yang melakukan hijrah dengan keluarganya setelah Luth.

Ketegasan dan keberanian beliau diakui oleh putra Hadhrat Umar bin Khattab ra, yaitu Hadhrat Abdullah bin Umar ra yang menyamakan keberanian Hadhrat Utsman ra sama seperti ayahanda beliau. Pada masa kekhalifahan beliau ra, Cyprus ditaklukan, kemudian Khurasan, Naisabur, Thus, Sharkhas, Marwu dan Baihaq ditaklukan. Bahkan ketika beliau terpilih menjadi Khalifah, umat Islam bergembira karena beliau bukan hanya pemberani namun juga rendah hati dan berhati lembut.

Fitnah selanjutnya yang lebih kejam adalah bahwa Hadhrat Utsman ra, naudzubillah, korup dan menyalah gunakan uang di Baitul Mal serta membagi-bagikannya kepada seluruh keluarganya.

Perlu diketahui bahwa beliau ra adalah salah satu saudagar besar pada masa jahiliyah. Beliau ditabligi oleh sesama saudagar yaitu Hadhrat Abu Bakar ra sehingga memeluk Islam. Kekayaan beliau ra yang banyak memungkinkan beliau untuk membeli apa yang diinginkan. Beliau seorang yang begitu darmawan sehingga dalam satu kisah diceritakan bahwa pada masa-masa sulit, tatkala Rasulullah saw memerintahkan umat Islam untuk berjuang bersama beliau saw. Hadhrat Utsman langsung berdiri menyambutnya seraya menjanjikan untuk memberikan tiga ratus unta lengkap dengan pelana dan perlengkapannya, bukan itu saja beliau pun memberikan 1000 (seribu) dinar kepada Rasulullah saw untuk biaya perang. Bernaby Rogerson dalam bukunya The

Heirs of The Prophet Muhammad menggambarkan bagaimana kaya rayanya dan darmawannya Hadhrat Utsman bin Affan, ia menulis bahwa Hahdrat Utsman ra seorang pedagang dan juru runding yang handal. Beliau mewarisi harta yang banyak ketika baru berusia dua puluh tahun dan telah mengembangkannya melalui perdagangan sehingga kekayaannya meningkat pesat.

Saat masa peceklik dan kekurangan melanda umat Islam di Madinah, Hadhrat Utsman menggali sumur untuk menyediakan air bersih bagi rakyat Madinah, mengirimkan empat belas ekor unta bermuatan makanan kepada sebuah ekspedisi militer yang telah kehabisan bekal, membeli sebuah toko kurma dan hasilnya diberikan untuk memberi makan umat Islam saat itu.

Al-Askari dalam bukunya Al-Awali mengatakan bahwa Hadhrat Utsman adalah orang yang pertama kali memberi tanah kepada orang yang berhak menerimanya.

Mungkinkah orang seperti ini tergiur untuk memakan uang Baitul Mal yang digunakan untuk kemajuan dan perkembangan Islam. Rasulullah saw bersabda bahwa Utsman adalah salah seorang sahabatku yang sangat mirip prilakunya dengan aku. Perkataan tersebut seakan sanggahan dan jaminan Rasulullah saw guna membersihkan Hahdrat Utsman dari fitnah keji seperti itu. Lalu kenapa fitnah tersebut muncul?

Pertanyaan ini yang hendak kita coba telusuri. Mari kita merenung sejenak dan mencoba membuka simpul fitnah yang sudah mengikat kuat kepada diri beliau, bahwa benarkah beliau ra lebih mengutamakan para karib kerabat beliau untuk menduduki posisi terhormat di pemerintahan?

Kita perlu hati-hati dalam menyingkapi masalah ini, jika salah menguraikan dan tidak berusaha mencari faktor penyebabnya maka kitapun akan terjebak dalam fitnah tersebut, itu artinya kita telah menuduh beliau ra melakukan perbuatan tercela dengan memanipulasi dan menyalahgunakan kedudukan beliau sebagai Khalifah. Naudzubillah.

C. FAKTOR TIMBULNYA FITNAH
Ada tiga faktor penyebab fitnah tersebut muncul ke permukaan dan mengguncang serta merobek pemerintahan kekhalifahan Hadhrat Utsman bin Affan ra., yaitu kekuasaan, keta’atan dan keduniawian.

 Tiga faktor ini berperan besar dalam “kekacauan” pada masa beliau ra. Kenapa demikian, karena faktor ini berkaitan erat dengan kemajuan dan perkembangan Islam yang pesat di masa itu dimana kekuasaannya menjangkau negeri-negeri diluar Arab, sehingga benturan adat, budaya, dan bahasa menjadi problem besar umat Islam yang tak bisa terhindarkan.

Hadhrat Utsman bin Affan ra berusaha mencari solusi atas ledakan umat Islam yang begitu cepat dan mungkin diluar prediksi beliau ra. Namun perubahan yang ingin beliau lakukan seperti menasionalisasikan bahasa Arab keseluruh negeri taklukan belum bisa terwujud, baru pada zaman Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Dinasti Umayyah ke-4 (26-86H).

Bahasa Arab menjadi bahasa yang wajib digunakan di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Bahkan seluruh pembukuan keuangan negara baik dari angka, istilah dan sebagainya harus dalam bahasa Arab. Pada masa itu pun seluruh nama jalan, pertokoan, rumah sakit dan segalanya ditulis dengan bahasa Arab.
DR. Yusuf Al-Isy dalam bukunya Ad-Daulah Al-Umawiyah mengatakan bahwa pada saat itu sulit bagi orang-orang yang tidak menguasai bahasa Arab dapat duduk di pemerintahan, kendatipun orang tersebut cerdas. Bahasa Arab sudah menjadi sendi dalam kehidupan masyarakat yang berada di luar Arab. Begitu kuatnya pengaruh bahasa Arab hingga Mesir mengganti bahasa dan budaya mereka yang sudah ada ribuan tahun dengan bahasa Arab.

Seorang mantan pastor dan penulis terkenal, Karen Armstrong dalam bukunya Holy War mengungkapkan kekagumannya akan hal tersebut. Ia tidak habis pikir bahwa betapa membekasnya pengaruh Islam hingga sebuah masyarakat yang memiliki bahasa yang sudah terbentuk ribuan tahun bisa hilang tergantikan dengan bahasa Arab. Bukan hanya itu kehidupan masyarakatnya pun penuh dengan nuansa Islam, seakan tradisi Islam adalah tradisi nenek moyang mereka.
Sayangnya pada masa Hadhrat Utsman bin Affan bahsa Arab belum menjadi bahasa resmi yang diakui atau dipelajari oleh wilayah-wilayah diluar Arab. Masing-masing wilayah masih menggunakan bahasa ibu mereka, seperti Mesir, Maroko, Palestina dan Persia. Bahkan untuk wilayah-wilayah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur (Beyzantium) seperti Syiria, Irak dan sekitarnya masih menggunakan bahasa Roma atau Ibrani.

Apa sebabnya kekuasaan menjadi faktor timbulnya fitnah? Pada masa Hahdrat Umar bin Khattab ra, Islam menyebar jauh sampai ke ujung timur bahkan menyebrangi lautan hingga menyentuh ujung barat. Islam ibarat pengembara yang keluar jauh dari tanah kelahirannya mencapai pelosok-pelosok negeri yang berbeda bahasa, tradisi dan budayanya. Sehingga Islam sudah bukan lagi milik orang-orang Arab, tapi milik semua bangsa yang dilaluinya.

Hadhrat Umar bin Khattab ra mewariskan wilayah yang cukup luas bahkan sangat luas. Hal ini disadari oleh Usman bin Affan ra, bahwa untuk mengatur wilayah yang begitu luas diperlukan orang-orang pilihan guna mengelola dan mengatur wilayah tersebut.Sedangkan sumberdaya manusiakala itu terbilang sedikit, hanya ada beberapa orang saja yang cakap. Untuk memenuhi keinginan tersebut beliau ra pun mengurangi ekspedisi, khususnya ke wilayah-wilayah barat. Bahkan beberapa pasukan yang sudah berangkat, diminta untuk pulang.

Hal lain yang beliau ra khawatirkan adalah rendahnya pemahaman agama Islam bagi para pemeluk baru agama tersebut. Motif mereka beragam, ada yang mencari keselamatan, ada yang ingin terbebas dari bayar upeti, ada yang ingin mencari kemapanan dari segi dunia, dan bahkan adayang sengaja masuk Islam karena faktor kecintaan mereka terhadap pertempuran.
Orang-orang tersebut menyadari bahwa dalam setiap pertempuran, pasukan muslim begitu luar biasa, dan selalu pulang dengan kemenangan.

Ketika mereka mengetahui bahwa ada jaminan surga orang-orang seperti ini menganggap pertempuran merupakan satu-satunya jalan mudah untuk meraih pintu surga.Intinya bahwa Hadhrat Utsman bin Affan melihat bahwa kualitas keimanan dari umat Islam yang baru masuk sangat rendah. Oleh karenanya beliau ra mengupayakan untuk memperbaiki dan mentarbiyati mereka dari dalam.

Beliau ra melanjutkan sistem yang sudah dibangun oleh Hadhrat Umar bin Khattab ra, yaitu mendirikan keamiran (gubernur) dengan mengutus amir kesemua wilayah taklukan tersebut. Kemudian beliau pun mengangkat para Qadhi dari para ulama, tujuannya jelas bahwa harus ada perbedaan tugas antara seorang Amir dan Qadhi. Beliau ra menghendaki agar Amir lebih konsentrasi mengurus negara, sementara masalah tarbiyat masyarakat diserahkan kepada para ulama. Oleh karenanya seorang Amir tidak hanya cakap dalam hal pertempuran tapi juga cakap dalam hal Administrasi pemerintahan.

Namun sayangnya sedikit sekali para sahabat yang cakap dalam dua bidang tersebut, rata-rata mereka ahli dalam pertempuran namun rendah di bidang administrasi. Hanya Muawwiyah bin Abu Sofyan yang berlian dalam hal administrasi pemerintahan, oleh karenanya ia dipertahankan menjadi Amir (Gubernur) Syam.

Hadhrat Utsman bin Affan ra sungguh kesulitan untuk menemukan para administrator dikalangan sahabat dan umat Islam. Pilihannya hanya terbatas dan itupun kebanyakan dari saudara jauh atau karib kerabat beliau ra. Tak dipungkiri bahwa pada masa itu yang banyak menguasai sistem administrasi pemerintahan adalah para karib kerabat beliau ra. Ini yang menjadikan beliau dilematis. Maka dari itu ketika umat Islam yang berasal dari Mesir memprotes kebijakan tersebut, beliau pun mengatakan bahwa beliau adalah manusia biasa yang bisa marah, ridho dan berbuat kesalahan jika ada yang merasa dizalimi beliau siap untuk menerima balasan tersebut. Bahkan apabila ada yang merasa hak-haknya dirampas beliau siap untuk menyerahkan hak beliau.

Namun sayang para Amir yang beliau percaya telah menyalah gunakan kekuasaan yang diberikan beliau. Beberapa dari mereka melakukan tindakan tidak terpuji dan berlaku aniaya terhadap rakyatnya, salah satunya adalah Abdullah bin Sarah, gubernur Mesir. Ia memimpin Mesir dengan dzolim, meski sudah mendapat teguran keras dari Hadhrat Utsman bin Affan, ia tetap melakukan kejahatan bahkan umat Islam Mesir yang melaporkan perbuatannya ke Khalifah ditangkap dan dibunuh. Hal ini kemudian menjadi pemicu munculnya gejolak besar dikalangan umat Islam.

Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ sang pembuat onar. Ia dan para pengikutnya menyirami kemarahan masyarakat Mesir dengan bensin fitnah terhadap Khalifah, sehingga muncullah reaksi kemarahan kepada Hadhrat Utsman bin Affan ra.
Luasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa Hadhrat Utsman bin Affan menjadi polemik, hal ini bukan berarti pada saat kekalifahan Hadhrat Umar bin Khattab tidak ada polemik, hanya saja pada saat Hadhrat Umar bin Khattab tidak ada perlawanan atau ketidakpuasan atas kepemimpinan beliau.

DR. Yusuf Al-Isy, seorang pakar sejarah dari Syam mengatakan bahwa ‘beliau menegakan hukum tanpa kompromi...sehingga banyak kalangan yang tidak senang.’ Namun ketidakpuasan dan perlawanan tersebut tidak muncul kepermukaan karena umat Islam disibukan dengan ekspedisi, penaklukan dan pembukaan lahan-lahan baru. Kemenangan-kemenangan yang mereka gapai memalingkan mereka dari ketidaksukaan kepada Khalifah. Dan ketidakpuasan itu baru muncul kepermukaan saat Khalifah Utsman bin Affan menjabat. Padahal keputusan-keputusan Hadhrat Utsman bin Affan juga dilakukan Hadhrat Umar bin Khattab. Artinya bahwa benih-benih penentangan, pembangkangan dan ketidakta’atan bukan hanya muncul pada masa beliau namun sudah ada sejak masa kekhalifahan Hahdrat Umar bin Khattab ra.

Faktor lain yang sangat kuat pengaruhnya adalah keduniawian. Hampir semua Gubernur Islam (Keamiran) hidup bergelimpangan harta. Mereka membuat istana-istana megah di wilayah mereka masing-masing. Bahkan istana-istana mereka lebih megah dari pada miliknya khalifah. DR. Yusuf Al-Isy mengatakan bahwa pusat pemerintahan khalifah ditempatkan di Masjid, dimana sang khalifah memutuskan segala urusan Negara dan menyebar luaskan segala keputusannya dari tempat itu, juga berkomunikasi dengan para duta dan utusan asing serta menegakan shalat dan khutbah didalamnya.

Imam Fakhruddin Ar-Razi menceritakan bahwa ada seorang utusan raja Romawi Timur yang heran tatkala menjumpai Hadhrat Umar bin Khattab sang Khalifah Islam yang terkenal tidak memiliki Istana. Padahal semua Gubernur Islam yang dijumpainya memiliki Istana yang megah bahkan melebihi Istana-istana kerajaan eropa. Sang Utusan mendapati Khalifah Islam berpakaian kasar, bersandalkan rajutan wol yang diikat seadanya sedang tertidur di bawa pohon kurma dengan menindi kantong susu di kepalanya. Sungguh hal yang tidak akan membuatnya percaya jika tidak melihatnya langsung.

Kesederhanaan Khalifah Islam menjadi perbincangan dan buah bibir di kalangan umat Kristen Eropa serta wilayah taklukan Islam, tidak sedikit dari mereka yang membandingkan kehidupan mewah para gubernur Islam dengan kesederhanaan Khalifah. Kemegahan hidup para gubernur dan pejabat lainnya menyeret rasa tidak simpatik dan kecemburuan di tengah-tengah para umat Islam. Ketidakpuasan mereka terhadap gubernur yang dipilih Khalifah menuntun mereka beramai-ramai mendatangi kediaman Hadhrat Utsman (ra) di Madinah. Mereka menuntut keadilan dan kesejahteraan, namun niat baik umat Islam dari seluruh wilayah taklukan dimanfaatkan Abdullah bin Saba’ dan gerombolan untuk menggulingkan Khilafah. Hingga terbunuhnya Hadhrat Utsman (ra) ditangan para pembangkang tersebut.

Post a Comment

0 Comments