Yesus Sebagai Jalan Lurus? Sebuah Jawaban




Oleh: Mln. Muhammad Yaqub Suriadi

Usia dua agama besar, Islam dan Kristen telah memasuki masa ribuan tahun sejak kemunculannya di dunia bagian Timur. Sebagai konsekuensi dari kenyataan tersebut, secara sosial merupakan hal yang lumrah jika kemudian dalam sebuah lingkungan masyarakat terjalin relasi antar kedua pemeluk agama tersebut.

Terlepas, apakah relasi tersebut berjalan baik ataupun tidak, namun yang pasti biasanya akan memunculkan dialog-dialog teologis yang saling menguatkan keyakinannya masing-masing. Ataupun, hanya sekadar mempertanyakan keimanan paling fundamental dari teman bicaranya.

Bagi para peminat studi agama-agama, terutama tiga agama besar: Islam, Yahudi dan Nasrani tentunya akan lebih merasakan semangat dialog lintas iman ini. Sebagai ganjarannya, dia akan memperoleh beragam keistimewaan; bertambahnya wawasan keagamaan baik agamanya sendiri maupun agama orang lain, kedewasaan dalam memandang keyakinan orang lain hingga memperlebar ruang silaturrahmi.

Bertambahnya khazanah keilmuan tentang agamanya sendiri atau orang lain bisa saja muncul karena hasil dari pergulatan intelektual yang selama ini dilakoninya. Atau, dari sejumlah PR (pekerjaan Rumah) yang harus dikerjakannya dalam memuaskan pertanyaan yang diajukan dari pemeluk agama lain mengenai agama yang dianutnya.

Di antara pekerjaan rumah yang harus terjawab adalah klaim dari kaum Kristen yang menyatakan bahwa Al-Quran mendukung kekultusan Yesus. Mereka beranggapan bahwa nash Al-Quran mendukung keyakinan Kristen selama ini bahwa Yesus merupakan satu-satunya sarana menuju jalan yang lurus. Fakta ini dirujuk dalam Surah Az-Zukhruf ayat ke 61. “Tetapi, Sesungguhnya ia, memberi ilmu tentang Saat. Maka, janganlah ragu-ragu tentang itu, melainkan ikutilah aku. Inilah jalan lurus”.

Merujuk kepada ayat ini pun ada sebagaian umat Kristen yang beranggapan bahwa nash ayat Az-Zukruf tersebut merupakan sebuah jawaban atas kegelisahan umat islam yang selalu diekspresikan dalam bentuk doa “tunjukilah kami jalan yang lurus” (Qs Al-Fatihah). Mereka berargumentasi bahwa Yesus yang disebutkan dalam Surah Az-Zukhruf di atas adalah jalan lurus tersebut. Dengan mengikutinya maka akan menghantarkan manusia kepada jalan kebenaran yang lurus.

Untuk menjawab persoalan tersebut tentunya banyak aspek yang harus dihayati. Memang benar adanya, jika memahami bahwa Yesus merupakan jalan yang lurus bagi umatnya. Narasi ini sama halnya dengan nabi-nabi lain yang berfungsi sebagai pembawa ke jalan yang lurus bagi umatnya. Karena begitulah tugas seorang nabi Allah.

Yesus sebagai petunjuk dan pembimbing bagi umat nya, hal ini terekam jelas dalam Kitab Matius 1:21: ”Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka."

Kata umatnya memiliki pengertian umat bangsanya yaitu Bani Israel hal ini dapat dilihat dalam kitab Lukas 1:31-33.... menjadi raja atas kaum keturunan Yaqub. Untuk menguatkan argumentasi tersebut Al-Kitab menyediakan beragam ayat yang menegaskan maksud tersebut diantaranya adalah “Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." (Matius 15:24).

Namun, menyatakan Yesus sebagai satu-satunya sarana menuju jalan lurus merupakan hal yang tidak benar karena di dalam Al-Quran banyak disebutkan bahwa sarana menuju jalan lurus dapat dilalui dengan mengikuti tokoh-tokoh lain. Misalkan:

Pertama: kepada Nabi Ibrahim: “Wahai, bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku ilmu yang belum pernah datang kepada engkau; maka ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepada engkau jalan yang lurus”.

Pada ayat ini disebutkan bahwa Al-Quran merekam klaim kebenaran bahwa Nabi Ibrahim juga membawa kepada jalan yang lurus, dengan demikian bukan hanya Yesus saja sebagai penyuluh tunggal kepada jalan lurus.

Kedua: kepada Nabi Muhammad: “Dan, Sesungguhnya, engkau pasti memberi petunjuk ke jalan lurus”. Dalam ayat lain disebutkan: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar mengajak mereka kepada jalan yang lurus”.

Ketiga: kepada wujud-wujud suci lain; “Dan, dari bapak-bapak mereka dan keturunan mereka dan saudara-saudara mereka ; dan Kami telah memilih mereka serta menunjuki mereka kepada jalan yang lurus”

Ketiga contoh di atas setidaknya menjadi gambaran bahwa bukan hanya Yesus saja yang disebut sebagai pembimbing kepada jalan yang lurus. Dengan demikian ungkapan Yesus sebagai jalan lurus dalam surah Az-Zukhruf di atas bukan berarti hanya dirinya yang menjadi petunjuk tunggal terhadap klaim kebenaran. Karena, nyatanya Allah juga memberikan kuasa itu kepada yang lain. Bahkan, dalam dimensi waktu dan kebangsaan maka petunjuk Yesus hanya terbatas pada masa dan untuk kaum Bani Israil saja. Yesus Rasul Bani Israil bersabda: “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia". Artinya bahwa petunjuk Yesus terbatas pada waktu dan kaum.

Dengan mengakui hanya Yesus sebagai petunjuk tunggal sama saja artinya dengan menafikan peran para nabi yang lainnya, terutama yang hidup sebelum Yesus. Serta keimanan orang-orang yang telah beriman kepada nabi-nabi di setiap zamannya.

Dapat dibayangkan berapa banyak keimanan para nabi dan yang beriman besertanya menjadi sia-sia karena mereka tidak mengikuti Yesus hanya karena Yesus belum datang ke dunia. Oleh karena itu makna Yesus sebagi satu-satunya petunjuk jalan yang lurus merupakan keyakinan yang tidak benar.

Mengenai penuturan Yesus bahwa dirinya membimbing kepada Jalan Yang Lurus sebenarnya juga dijelaskan Yesus di dalam ayat Al-Quran yang lain. Dan Isa berkata, “Sesungguhnya, Allah swt. adalah Tuhan-ku dan Tuhan-mu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Maryam: 37, Az-Zuhkruf: 65)

Dengan demikian, menurut Yesus sendiri bahwa yang dimaksud Jalan Yang Lurus itu adalah dengan menyembah Allah, Tuhannya Yesus dan semua manusia, termasuk yang mengaku murid Yesus.

Adapun mengenai bunyi ayat wa innahu la’ilmul lissaa’ah (sesungguhnya ia, memberi ilmu tentang Saat) pada surah Az-Zukhruf ayat ke 62 di atas. Nabi Muhammad saw memberikan penafsiran sebagai berikut: “Dari Abdullah bin Abbas ra dari Nabi Muhammad Saw dalam penjelasan ayat “Wa innahu la ‘ilmus Saa’ah (Al-Quran Surah Az-Zukhruf ayat 61) bersabda, “Isa bin Maryam turun (di dunia) menjelang hari qiyamat”. (HR. Ibnu Hibban dalam Kitab Shahihnya)

Bunyi hadist di atas menerangkan bahwa Nabi Isa yang dimaksud pada ayat tersebut tertuju kepada Nabi Isa sebagai tanda menjelang hari qiyamat. Dengan kata lain Nabi Isa yang akan hadir di akhir zaman.

Kenyataan ini ternyata didukung oleh ayat sebelumnya (Az-Zukhruf : 58): “Dan, apabila dijelaskan Ibnu Maryam sebagai misal, tiba-tiba kaum engkau meneriakkan suara protes terhadapnya”. kata-kata “kaum engkau” tertuju kepada kaum nabi Muhammad saw, dimana mengandung arti bahwa tatkala ungkapan “Ibn Maryam” dijadikan permisalan maka banyak yang akan menentangnya.

Hal ini menindikasikan bahwa ketika berbicara mengenai nubuatan kehadiran Nabi Isa Ibn Maryam (baca; Yesus) di akhir zaman. Sebenarnya Allah melalui Nabi Muhammad saw hanya menjadikan nama atau sebutan Isa Ibn Maryam sebagai permisalan saja. Artinya bukan sungguh-sungguh bahwa Nabi Isa Ibn Maryam Israili yang akan datang di akhir zaman, melainkan pribadi yang lain.

Post a Comment

0 Comments