Isa sang Reformer Akhir Zaman




Oleh : Bapak Ruskandi Aggawiria

Menganalogikan proses reformasi dalam berbagai konteks dan ragamnya dengan keniscayaan berlakunya metamorfosa umat manusia, bagi bangsa Indonesia terasa masih sangat relevan. Alasannya karena telah beberapa kali kita mengalaminya.

Perubahan situasi politik dan sosial sejak proklamasi kemerdekaan negara kita, membuat masyarakat cukup terbiasa dengan situasi demikian. Dari era Orde lama menuju Orde baru yang relatif berdarah-darah karena diwarnai dramatisasi revolusi politik, tiga puluh dua tahun kemudian berlanjut dari era Orde Baru menjadi era reformasi, juga telah menempa masyarakat mengambil sikap  dewasa terhadap perubahan situasi tersebut.

Sangat kontras dengan situasi sosial ketika reformasi itu berlangsung dalam konteks spiritual. Kita sebut sangat kontras jika kita kemudian mengaitkannya dengan nubuwatan Rasulullah SAW sendiri. Menurut salah satu hadits, pada setiap seratus tahun, Allah SWT akan selalu menghadirkan seorang reformer yang disebut mujaddid di dunia ini. [hadist tentang mujaddid] ( https://i.imgur.com/YmdGtoZ.jpg?W=1000&q=100)


Faktanya, begitu sulit umat manusia menerima kenyataan itu, meskipun mereka memahami amanat Nabi Agung Muhammad SAW yang cukup tegas dan jelas bahwa keberadaan seorang reformer pada setiap abad itu, sudah menjadi kodrat dari perkembangan peradaban manusia itu sendiri, yang karena zamannya telah sampai, maka tuntutan di sisi spiritual pun mengikutinya.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa lingkungan pun mengalami evolusi yang siklusnya bervariasi yang bahkan semakin lama berjalan semakin cepat, seperti halnya yang terjadi dalam dunia teknologi dan keilmuan. 

Sangat kontradiktif jika manusia cukup toleran terhadap perubahan lingkungan dan situasi sosial politik, sementara mereka sulit menerima jika evolusi atau reformasi itu menyentuh sisi spiritual. 

Sementara pada dasarnya, reformasi spiritual itu merupakan kebutuhan jika dilihat dari perspektif lebih luas, yakni yang menyangkut kebahagiaan ruhani yang abadi, termasuk keberkahan yang disediakan oleh Tuhan yang Maha pemberi berkah.

Lihat saja respon umat manusia ketika para utusan Tuhan hadir di antara umatnya, sejarah selalu mencatat, mereka mendapat penentangan luar biasa, yang bahkan sampai pada konsekuensi peristiwa tragis, termasuk kematian. Kebodohan itu terus berulang sebagaimana manusia tidak pernah mau belajar dari pengalaman.

Sementara dari masa ke masa, kita selalu mendapatkan isyarat tentang pentingnya  kehadiran para reformer itu. Ambil contoh, rasulullah dalam banyak hadits memberikan sejumlah indikator, bahwa di satu saat nanti, ketika masjid-masjid megah banyak dibangun, tetapi di dalamnya kosong dari karunia, nubuwatan lain menyebutkan, akan tiba saatnya ketika para rohaniwan berubah wujud menjadi seburuk-buruk makhluk di muka bumi. Maka pada saat itulah kebutuhan seorang reformer terasa mendesak.

Saat mana seorang Imam Mahdi dan Almasih yang dijanjikan akan hadir di antara umat Muhammad. Pahamilah makna di balik nubuwatan itu, yakni seseorang yang merupakan sosok yang berasal dari zaman yang sama dengan umat Muhammad SAW di masa itu, namun memiliki karakteristik yang sama dengan Isa Israili.

Kehadiran Almasih yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dimaknai sebagai Isa-nya kaum Israil. Kenapa demikian? Karena sejak awal, Tuhan telah memberi isyarat kepada mereka kaum Israil, yakni melalui kelahiran Isa yang tak mewarisi leluhur yang dinamai bani Israil. 

Sebagai anak yang lahir dari seorang perawan, Allah SWT mengajarkan kepada kita tentang peralihan kerajaan para nabi dari silsilah bani Israil, dan berganti menjadi keturunan Ismail, yang dibuktikan dengan munculnya seribu tahun kemudian, Muhammad SAW.

Di samping karena alasan perbedaan zaman, yang tidak memungkinkannya hadir di zaman yang sangat jauh selisih waktunya, juga karena  kehadiran Isa di akhir zaman, harus mampu menjawab segala tantangan yang dihadapi di zaman tersebut.

Ironisnya, banyak di antara umat manusia dan bahkan sebagian ulama meyakininya, Isa ibnu Maryam lah yang akan kembali hadir di akhir zaman. Secara tidak sadar mereka telah mengembangkan anggapan yang sangat menyesatkan bahwa sejak awal penciptaan alam ini, Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah memberi ruang bagi manusia hingga mencapai usia ribuan tahun, sebagaimana keyakinan para ulama yang aniaya itu.

Lalu apa pula kepentingannya, jika ada hadits yang menjanjikan seorang reformer akan datang di antara para penerus Rasulullah SAW, jika kemudian yang ditunggu-tunggu hadir itu bukanlah di antara pengikutnya, melainkan justru sosok yang berasal dari masa lalu?

Maka sangat jelas kita harus menata ulang penafsiran yang keliru itu, bahwa seorang reformer tentu harus memenuhi persyaratan tertentu, yakni pemahaman yang segar tentang misi yang dibawanya. 

Pemahaman seperti itu tidak mungkin terpenuhi, kecuali jika dia adalah sosok yang berada di antara mereka yang satu zaman dengannya. Maka jelas pula, tidak mungkin kita mengartikan Isa akhir zaman sebagaimana disebutkan di dalam hadits, sebagai Isa Israili yang untuk menyebutnya sebagai umat Muhammad saja, tidak dapat dipenuhi.

Post a Comment

0 Comments