HARI MUSHLIH MAU’UD: Sejak Nubuatan Hingga Pendakwaan



Oleh: Mln. Zafar Ahmad Khudori
(Muballigh Jmt. Kebumen dsk./Jateng 2)

Nubutan tentang Mushlih Mau’ud ini telah disabdakan oleh Hadhrat Muhammad Rasulullah s.a.w. sejak 1.400 tahun yang lalu:

“YAN-ZILU ‘IISAB-NU MAR-YAMA ILAL-AR-DHI FA-YATAZAW-WAJU WA YUULADU LAHU,” artinya: “Tatkala ‘Isa ibnu Maryam nanti akan turun ke bumi: ia akan menikah dan dikaruniai anak-anak” (Misykat Al-Mashabih: Pasal III: No. 5508: 2003).

‘Isa Ibnu Maryam a.s. yang disebut pada Hadits di atas adalah juga Ibnu Maryam a.s. yang disebut pada Hadits berikut:

“KAIFA ANTUM I-DZAA NAZALAB-NU MAR-YAMA FIIKUM WA IMAAMUKUM MIN-KUM” yakni Rasulullah s.a.w. bersabda, “Bagaimana keadaan kalian apabila Ibnu Maryam diutus di antara kalian sedangkan imam kalian dari antara kalian” (Shahih Bukhari 6/356, Shahih Muslim 2/193, Musnad Ahmad 1/336 dan Sunan Baihaqi 424: Baca juga: Imam As-Suyuthi: Jakarta, 1990/Lampiran).  

Hadits-hadits di atas hanya menyinggung “‘Isa Ibnu Maryam a.s.” yang berasal dari antara ummat Rasulullah s.a.w., bukan yang lain.

LATAR BELAKANG:
Serangan dari Berbagai Pihak

Ketika para missionary Kristen tampil dengan gencarnya di tanah Hindustan dan mereka menyebarluaskan beratus buah Kitab untuk menyerang Agama Islam dan pada waktu itu tidak terhitung banyaknya pamflet dan selebaran-selebaran dibagi-bagikan oleh mereka sehingga telah memikat hati banyak orang-orang Muslim yang lemah iman. 

Dan, dari antara orang-orang Muslim yang tidak terpikat masuk kedalam Agama Kristen mereka mulai terjangkit oleh perasaan ragu didalam hati mereka tentang Agama Islam. 
Bersamaan dengan serangan-serangan gencar yang timbul dari tokoh-tokoh agama Kristen itu, golongan Aria Samaj-pun dari agama Hindu mulai melancarkan gerakan-gerakan anti Agama Islam.

Keadaan ulama Islam pada saat-saat genting seperti itu bukan tampil mempertahankan Islam namun di kalangan mereka sendiri timbul perselisihan atau perlawanan satu-sama lain sehingga timbul fatwa kafir mengkafirkan antar sesama mereka. 

Di waktu keadaan Islam yang sangat rawan dan sangat genting, dari kanan kiri timbul serangan-serangan yang sangat gencar, dari tokoh-tokoh agama Islam tidak ada seorangpun yang berani tampil untuk menghadapi mereka secara langsung, mereka menjadi pengecut dan penakut menghadapi lawan yang terang-terangan menyerang dan memojokkan Agama Islam kecuali satu orang yang bernama Mirza Ghulam Ahmad Qadiani (a.s.) (Khotbah Jum'at: 20/2/2009).

1880-1884 M.:
BARAHIN AHMADIYYAH (Jilid 1-4):
Sarana untuk Membela Islam 

Pada waktu itu untuk mematahkan serangan semua pihak lawan yang bertubi-tubi terhadap Islam beliau (a.s.) telah menulis sebuah Kitab yang diberi nama Barahin Ahmadiyyah. Di dalamnya beliau (a.s.) telah menjelaskan kedudukan Kitab Suci Al-Qur’an sebagai Kalam Ilahi dan sebagai Kitab yang paling sempurna. 

Demikian pula beliau (a.s.) telah membuktikan status kenabian Hadhrat Muhammad s.a.w. dan telah menjelaskan dengan dalil-dalil yang kuat dan nyata bahwa beliau s.a.w. seorang Nabi yang paling mulia sehingga mengguncangkan semua pemimpin agama yang tengah giat melakukan perlawanan dan penghinaan terhadap Islam. Dan, mereka semakin keras dalam melakukan serangan dan penghinaan terhadap Islam. 

Strategi baru yang dilancarkan demi mempertahankan kemuliaan Islam dengan menjelaskan keindahan dan ketinggian mutu ajarannya yang beliau paparkan didalam Kitab Barahin Ahmadiyyah sangat dihargai dan dikagumi oleh banyak sekali ulama dan pemimpin Agama Islam di tanah Hindustan (Khotbah Jum'at: 20/2/2009: 25. Baca juga: Muneer: 1988: 70).

DO’A-DO’A:
Sarana Mohon Petunjuk dan Pertolongan 

Bagaimanapun di dalam keadaan situasi seperti itu beliau (a.s.) banyak-banyak memanjatkan do’a ke hadirat Allah s.w.t. disertai rintihan kalbu beliau (a.s.).
Di antara do’a-do’a yang beliau panjatkan adalah sebagai berikut: 

“Wahai Allah! Aku sedang membela dengan sekuat tenaga Agama Engkau yang terakhir dan paling sempurna dan aku sedang membela Nabi tercinta Hadhrat Muhammad s.a.w.. Oleh karena itu wahai Tuhan-ku, Tolonglah daku!” 

Beliau (a.s.) hendak memohon Tanda Khas dari Allah s.w.t. sebagai pendukung dan pembela Islam dan pembela Nabi Muhammad s.a.w.. Untuk tujuan mulia itu terlebih dahulu beliau menunaikan shalat Istikharah untuk mendapat keputusan di mana konsentrasi do’a itu harus dilakukan. 

Maka beliau (a.s.) telah diberitahu oleh Yang Maha Ghaib bahwa tempat itu adalah Hoshiarpur (Khotbah Jum'at: 20/2/2009).

20 Januari 1886:
DARI QADIAN KE HOSHIARPUR

Berdasarkan kabar ghaib itu beliau (a.s.) melakukan perjalanan menuju kota Hoshiarpur disertai 3 orang pengiring yaitu: Maulvi Abdullah Sanauri Sahib r.a., Hafizh Muhammad Ali Sahib r.a. dan Fatih Muhammad Khan Sahib r.a.

Hadhrat Masih Mau’ud (Mirza Ghulam Ahmad) a.s. menulis sepucuk surat kepada Hadhrat Mehr Ali Sahib r.a., sahabat beliau (a.s.) yang tinggal di kota Hoshiarpur itu bahwa beliau (a.s.) akan datang dan tinggal di sana selama 2 bulan. 

Beliau (a.s.) meminta agar disediakan rumah terpisah untuk beliau (a.s.) supaya dalam keadaan tersendiri beliau (a.s.) bisa beribadah dengan khusyu’ kepada Allah s.w.t.

Beliau (a.s.) beritahukan kepada para sahabat dan kepada Hadhrat Mehr Ali Sahib r.a. bahwa dalam keadaan bagaimanapun jangan menemui beliau (a.s.) selama beliau (a.s.) menunaikan ibadah secara tersendiri itu. Tidak akan ada acara mulaqat atau pertemuan dengan beliau (a.s.) selama itu.

Bagaimanapun Hadhrat Mehr Ali Sahib r.a. telah mempersiapkan sebuah rumah untuk beliau (a.s.) yang terletak di luar kota (Khotbah Jum'at: 20/2/2009. Baca juga: Arif: 1990: 28).

22 Januari 1886:
TIBA DI HOSHIARPUR

Hadhrat Masih Masih Mau’ud a.s. sampai ke Hoshiarpur untuk konsentrasi do’a itu pada 22 Januari 1886 dan beliau (a.s.) memutuskan untuk tinggal di lantai 2 rumah itu. 

Natijah dari do’a-do’a yang telah dipanjatkan beliau (a.s.) itu banyak sekali hal-hal yang telah dibukakan oleh Allah s.w.t. kepada beliau (a.s.). Maka setelah selesai melakukan konsentrasi do’a itu pada tanggal 20 Februari 1886 dari Hoshiarpur beliau (a.s.) menerbitkan selebaran kemudian dikirimkan ke berbagai daerah. 

Di dalam selebaran itu disebutkan banyak sekali kabar-kabar ghaib dari Allah s.w.t. yang kemudian Allah s.w.t. telah menyempurnakan kabar-kabar ghaib itu di dalam kehidupan beliau (a.s.) sendiri. 

Sekarang di dalam Jema’at pada tanggal 20 Februari itu setiap tahun diadakan Jalsah untuk memperingati sempurnanya kabar-kabar ghaib itu (Khotbah Jum'at: 20/2/2009).

1889 M:
DUA TAQDIR DALAM TAHUN YANG SAMA

Taqdir Allah s.w.t. sungguh menakjubkan bahwa pada tahun 1889 tatkala Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menerima perintah dari Allah s.w.t. untuk mengambil bai’at (23 Maret 1889) pada tahun itu juga “Putra yang dijanjikan” itu lahir ke dunia (12 Januari 1889) sesuai dengan kabar ghaib yang telah beliau (a.s.) terima sebelumnya dari Allah s.w.t. (Khotbah Jum'at: 20//2009. Baca juga: Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.: 1995: 25. Juga: Muneer: 1988: 89).

15 April 1886:
KELAHIRAN SEORANG PUTRI

Beberapa lama kemudian setelah beliau (a.s.) menyiarkan selebaran tentang kabar ghaib/nubuatan itu lahirlah seorang putri di tengah-tengah keluarga beliau (a.s.) yang diberi nama Ismat.

Timbullah kritikan dan tuduhan yang sangat ramai mengatakan bahwa nubuatan beliau (a.s.) itu salah dan bohong. Beliau a.s. bersabda bahwa saya telah memberikan waktu tertentu untuk kelahiran Putra yang Dijanjikan itu tidak mengatakan anak itu akan cepat-cepat lahir (Khotbah Jum'at: 20/2/2009. Baca juga: Khan: 2000: 29).

7 Agustus 1887:
LAHIRLAH SEORANG PUTRA

Setelah berselang beberapa waktu lamanya lahirlah pula seorang putra yang diberi nama Basyir, yang kemudian disebut Basyir Awwal. Tidak lama kemudian putera ini meninggal dalam keadaan masih kanak-kanak (4/11/1888 dalam usia 16 bulan). Maka timbullah lagi ejekan dengan suara riuh di mana-mana (Khotbah Jum'at: 20/2/2009. Baca juga: Khan: 2000: 30).

20 Februari 1886:
NUBUATAN TENTANG MUSHLIH MAU’UD

Dan jangan sampai terpedaya oleh nubuatan yang telah disebutkan tentang Mushlih Mau’ud. Sebab melalui ilham telah disebutkan dengan jelas tentang wafatnya anak yang ke-2. Sedangkan nubuatan tentang Mushlih Mau’ud dimulai dari kalimat berikut ini: 

“Bersamanya diiringi Fadhal–Karunia-- yang turun bersama-sama kedatangannya.”
Nubuatan sebelumnya yang tercantum dalam 3 atau 4 baris adalah tentang Basyir Awwal. 
Beliau (a.s.) bersabda bahwa nubuatan tentang Mushlih Mau’ud dimulai dari kalimat berikut ini:

“Bersamanya diiringi Fadhal --karunia-- yang turun bersama-sama kedatangannya.” 
Jadi, nama Mushlih Mau’ud di dalam kalimat Ilham itu disebut Fadhal dan nama ke-2 adalah Mahmud dan nama ke-3 disebut Basyir Tsani juga. 

Dan, di dalam ilham yang lain beliau disebut Fadhli Umar. Dan, kedatangannya pastilah agak lambat sampai Basyir Awwal lahir kemudian wafat dan dipanggil-Nya kembali. Sebab semua perkara itu berada di bawah kebijaksanaan Ilahi. 

Dan, Basyir Awwal yang telah wafat sebagai irhas bagi Basyir Tsani. Oleh sebab itu keduanya disebutkan di dalam satu nubuatan yang sama (Khotbah Jum'at: 20/2/2009).

12 Januari 1889:
LAHIRNYA SANG “PUTRA YANG DIJANJIKAN”

Pada tanggal (hari Senin) 12 Januari 1989 (tiga tahun setelah nubuatan itu disebarkan) Putera yang Dijanjikan itu telah lahir dan diberi nama Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad
Di dalam Kitab Sirrul Khilaafah (ditulis 1894 M.) Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menulis sebagai berikut: 

“Anaku yang masih kecil bernama Basyir, (yang dimaksud Basyir Awwal) telah diwafatkan oleh Allah s.w.t. dalam keadaan masih menyusu (4/11/1888 dalam usia 16 bulan). 

Baru setelah itu Allah s.w.t. menurunkan ilham kepadaku bahwa  “Melalui ihsan-Kami anak itu akan Kami kirimkan kembali kepada engkau.” 

Sesuai dengan itu, ibu anak itu melihat di dalam ru’ya bahwa Basyir sudah datang dan berkata:

“Saya akan berjumpa tuan/puan dengan rasa cinta yang sangat dalam dan tidak akan cepat-cepat berpisah!” 

Dan setelah ru’ya dan ilham itu Allah s.w.t. menganugerahkan anak laki-laki yang ke-2 kepada kami, pada waktu itu saya (Hadhrat Ahmad a.s.) paham bahwa inilah Basyir yang Dijanjikan dan firman Allah s.w.t. itu tidak salah. Maka anak itu saya beri nama Basyir”.

Jadi, penjelasan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tentang nubuatan Putra Agung ini yakni Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Mushlih Mau’ud telah sempurna dengan sangat cemerlang dan mengagumkan  (Khotbah Jum'at: 20/2/2009. Baca juga: Khan: 2000: 30). 

1914 M:
SANG PUTRA MENJADI KHALIFAH 

Setelah Hadhrat Khalifatul Masih I r.a. wafat (13/3/1914 lepas tengah hari) maka beliau (Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad) r.a. menjadi Khalifatul Masih II (14/3/1914) dan dengan karunia Allah s.w.t. berjalan selama 52 tahun (14/3/1914 sampai 8/11/1965) [Khotbah Jum'at: 20/2/2009. Baca juga: Muneer: 1988: 94 & 139).

Beberapa Kejadian pada 1944 M:
DA’WA SEBAGAI MUSHLIH MAU’UD
DAN BEBERAPA KEJADIAN SEBELUMNYA

Pada malam tanggal 5/6 Januari 1944, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad a.t.b.a. (Sinar Islam: 1957: No. 2) telah mendapat wahyu Ilahi yang menetapkan bahwa beliau a.t.b.a. sebagai Mushlih Mau’ud.

Pada tanggal 25 Januari 1944 dalam Khutbah Jum’ah beliau a.t.b.a. mengumumkan pendakwaannya sebagai Mushlih Mau’ud menurut wahyu Ilahi.

Kemudian beliau (a.t.b.a.) pergi ke kota Hoshiarpur, tempat permulaan diturunkannya kabar ghaib mengenai Mushlih Mau’ud itu pada tanggal 20 Februari 1886. 

Dan, tepat 58 tahun sesudah itu pada tanggal 20 Februari 1944, dan di hadapan rumah itu juga di mana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mendapat khabar ghaib mengenai Mushlih Mau’ud, beliau a.t.b.a. mengucapkan satu pidato mengenai pendakwaan beliau a.t.b.a. sebagai Mushlih Mau’ud di hadapan ribuan hadirin yang berkumpul di sana (Sinar Islam: 1957: No. 2).

Berikut suasana pidato beliau r.a.:

Beliau a.t.b.a. mulai berpidato dengan membaca Surah Al-Fatihah, dan ketika beliau a.t.b.a. sampai pada Ayat: IHDINAS-SHIROOTOL MUSTAQIIM. SHIROOTOL-LA-DZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM, kemudian beliau a.t.b.a. mengulangi kalimat yang berbahagia itu dengan sangat khusyu’ dan tadharu’, sebagai berikut:

Alloohumma, yaa Robbi:
IHDINAS-SHIROOTOL MUSTAQIIM. SHIROOTOL-LA-DZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM.

Waktu beliau a.t.b.a. mengulangi kalimat Ayat itu suara beliau a.t.b.a. penuh kekuasaan “Zat” Ilahi dan sangat mengharukan sehingga para pendengar bercucuran air mata, qalbu mereka penuh kesedihan dan cinta, mereka dikuasai oleh rasa remuk-redam, suasana ketika itu diliputi ratap-tangis dan jeritan qalbu, dan mereka pun dengan sangat lemah “merendahkan diri” mengulangi kalimat itu dalam hatinya:       

Alloohumma, yaa Robbi:
IHDINAS-SHIROOTOL MUSTAQIIM. SHIROOTOL-LA-DZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM.

Selanjutnya beliau (a.t.b.a.) bersabda:

“Sebelum aku memulai dengan pembicaraanku, terlebih dahulu akan kubacakan beberapa do’a dari Al-Quran dan Saudara-saudara Ahmadi pun harus ikut serta membaca do’a-do’a itu dengan suara yang perlahan-lahan.”

Sesudah itu Hadhrat Mushlih Mau’ud a.t.b.a. mengucapkan pidatonya yang sangat mulia, sebagai berikut:

“Sebagaimana Saudara-saudara telah mendengar bahwa tepat 58 tahun sebelum sekarang (20/2/1944), yang pada hari ini telah mulai tahun ke-59-nya, ialah pada tanggal 20 Februari 1886 di kota Hoshiarpun ini juga. Bertempat di gedung itu, yang saya tunjuk dengan jari telunjukku, yang pada waktu itu dinamakan Thawilah saja, yang berarti gedung itu tidak dipakai sebagai tempat tinggal yang tetap, melainkan menyerupai suatu bangunan yang berlainan daripada rumah tinggal seorang hartawan. 

Gedung itu boleh-jadi kadang-kadang dipakai untuk bermalam oleh sorang tamu atau mungkin juga dipakai sebagai gudang ataupun sebagai istal bila diperlukan, datanglah seorang yang tidak begitu ternama dari Qadian, malah penduduk Qadian pun tidak betul-betul kenal kepadanya” (Pidato 20/2/1944 dalam “Sinar Islam” No. 2/1957). 
Setelah itu beliau r.a. menyampaikan pidato yang sangat panjang dan di antaranya mengutip “Nubuatan tentang Mushlih Mau’ud”.

Dan sebelum mengakhiri pidatonya, beliau r.a. bersabda:

“Walhasil, pada hari ini telah kutunaikan tugasku dengan memberitahukan kepada segenap hadirin bahwa khabar ghaib dari [Allah s.w.t. kepada] Hadhrat Masih Mau’ud a.s. yang beliau a.s. beritahukan tentang seorang putra beliau a.s. yang menerangkan bahwa Putra itu akan masyhur sampai ke seluruh pelosok dunia, nyata telah sempurna dengan perantaraan diriku. 

Dan akulah ini Putra beliau (a.s.) yang dijanjikan itu, yang disebutkan dalam selebaran itu yang disiarkan pada tanggal 20 Februari 1886” (“Al-Fazl” 19/2-56 dalam “Sinar Islam” No. 2: 1957: 20. Baca juga: Khotbah Jum’at: 20/2/2015).


Daftar Pustaka

Ahmad a.b.a., Hadhrat Mirza Masroor (2009). Nubuwatan Mengenai Muslih Mau’ud r.a.. (Khotbah Jum’at Vol. III, No. 1, 27/3/2009). Jakarta: Jemaat Ahmadiyah Indonesia. 
Ahmad a.b.a., Hadhrat Mirza Masroor (2013). Nubuatan Ilahi Tentang Muslih Mau’ud (Sang Pembaharu yang Dijanjikan) (Khotbah Jum’at Vol. VII, No. 06, 15/2/2013). Jakarta: Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Ahmad a.b.a., Hadhrat Mirza Masroor (2015). Nubuatan Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. (Pembaharu yang Dijanjikan) (Khotbah Jum’at Vol. IX, No. 07, 17/4/2015). Jakarta: Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Arif, Hasan Muhammad Khan (1990). Khabar-khabar Ghaib Hazrat Masih Mau’ud a.s.. Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
As-Suyuthi, Imam Jalaluddin Abdur Rahman (1990). Turunnya Isa bin Maryam pada Akhir Zaman. Jakarta: CV Haji Masagung.
Khan, Malik Aziz Ahmad (2000). Khabar Ghaib tentang Muslih Mau’ud dalam Zaman Sekarang ini”.. Bandung: JAI Jmt. Bandung.
Majalah “Sinar Islam” No. 2 Tahun ke-VII, Pebruari 1957. (Diterjemahkan dari “Al-Fazl” 19/2-56 oleh Malik Aziz Ahmad Khan dalam “Sinar Islam” No. 2 Tahunke-VII/Pebruari 1957 hlm. 20).

Muneer, Nuruddin (1988). Ahmadi Muslim. Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Post a Comment

0 Comments