Read Time:5 Minute, 44 Second
Jin Ifrit nabi Sulaiman

Seorang dari Yordania mengirimkan pertanyaan kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V (aba): Apakah para Ahmadi percaya akan adanya jin ‘Ifrit

Huzur Anwar, dalam suratnya tertanggal 10 Februari 2022, memberikan tanggapan atas pertanyaan tersebut: 
Adapun keyakinan jamaah Ahmadiyah tentang ‘Ifrit sama dengan apa yang diajarkan Al-Qur’an dan Hadits kepada kita. Dalam Surat an-Naml yang memuat kisah Nabi Sulaiman, Allah Ta’ala berfirman:
 قَالَ عِفۡرِيۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِيۡکَ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّيۡ عَلَيۡہِ لَقَوِيٌّ اَمِيۡنٌ 
“Seorang kepala suku yang kuat (dari kalangan penduduk perbukitan) berkata, ‘Aku akan membawanya (takhta) kepadamu sebelum bangkit dari kemahmu; dan sesungguhnya aku mempunyai kekuatan karena itu (dan) terpercaya.” (Surah an-Naml, 27:40) 
Kata ‘jin’, seperti yang saya jelaskan di surat saya sebelumnya digunakan dalam banyak arti. Kata ini juga digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki sifat berapi-api, memiliki semangat memberontak dan cepat marah. Jadi orang yang terlibat dalam perselisihan, kerusuhan, pemberontakan, dan pembangkangan atau kekeras-kepalaan juga dapat disebut sebagai ‘jin’. 
Beberapa bangsa yang ditaklukkan oleh Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as adalah bangsa-bangsa pekerja keras dan giat, tetapi mereka memiliki sifat yang berapi-api dan memberontak. Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman menggunakan hikmah dan pengetahuan yang diberikan Allah untuk menjadikan bangsa-bangsa itu tunduk dan patuh.

Demikian pula, untuk menyelesaikan berbagai tugas kerajaan Nabi Sulaiman as, Allah menjadikan berbagai bangsa tunduk kepada beliau, yang mana Al-Quran menggunakan berbagai kata. 

Dalam Surah Saba ayat 13-15, istilah ‘jin’ digunakan untuk orang-orang tersebut, sedangkan dalam Surah Sad ayat 38-39, serta Surah Al-Anbiya ayat 83 digunakan istilah ‘Syayatiin‘. 
Faktanya, istilah-istilah ini mengacu pada bangsa-bangsa yang keras yang ditaklukkan oleh Nabi Sulaiman as dengan bantuan dan dukungan Allah Ta’ala yang diperuntukkan guna membantu melaksanakan berbagai tugas dalam kerajaan beliau. Salah seorang antara mereka, ‘Ifrit juga merupakan salah satu pemimpin bangsa itu yang memegang jabatan tinggi pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman as. 
Istilah ‘Ifrit juga disebutkan dalam hadits:
 إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الْجِنِّ تَفَلَّتَ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَىَّ صَلاَتِي، فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ، فَأَخَذْتُهُ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبُطَهُ عَلَى سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ دَعْوَةَ أَخِي سُلَيْمَانَ رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي‏.‏ فَرَدَدْتُهُ خَاسِئًا 
Abu Hurairah ra meriwayatkan: Nabi (saw) bersabda: ‘Seorang Ifrit (yaitu, bangsa barbar liar yang mengerikan) dari kalangan jin tiba-tiba datang kepadaku kemarin malam, sehingga merusak shalatku, namun Allah memberikan kemampuan kepadaku untuk mengalahkannya, maka aku menangkapnya dan berniat mengikatnya pada salah satu tiang masjid supaya kalian semua dapat melihatnya, namun aku teringat akan doa saudaraku Sulaiman as: ‘Ya Tuhanku anugerahkanlah kepadaku sebuah kerajaan yang tidak layak (diwarisi) siapapun setelahku. (Surah Sad, 38:36). Maka aku memarahinya dan mengusirnya.” Imam Bukhari menyatakan bahwa ‘Ifrit adalah mutamarrid [pemberontak], baik dari manusia ataupun jin. (Sahih al-Bukahri, Kitabul-ahaditsil-anbiya, Bab qaulillahi ta‘ala ‘wawahabna li dauda sulaimana…’) 
Peristiwa ini juga disebutkan dalam Sahih Bukhari di beberapa tempat lainnya. Dalam hadits Kitabus Shalat, istilah ‘Ifrit digunakan untuk orang yang mengganggu shalat Nabi (saw), namun dalam Kitabul Jum’ah, Bab maa yajuzu minal amali fishshalat, keterangannya menggunakan kata ‘syaitan‘. 
Peristiwa ini juga bisa juga semacam kasyaf yaitu penglihatan yang diberikan oleh Allah untuk peristiwa-peristiwa yang akan datang, bahwa manusia dengan kekuatan yang berapi-api, pemikiran yang memberontak, kecenderungan-kecenderungan setan yang jahat dan merusak akan terlibat permusuhan dan peperangan melawan nabi Muhammad saw dengan tujuan menghalangi Rasulullah melaksanakan misi beliau. Mereka akan melakukan hal ini dengan cara mengobarkan api permusuhan dan memprovokasi suku-suku liar yang susah diatur untuk bangkit melawan beliau. Namun Allah Ta’ala akan menjadikan orang-orang jahat tersebut di bawah kendali-Nya, dan mereka akan dihinakan dan dipermalukan dengan menggagalkan serangan mereka. 
Sebagaimna sejarah telah menunjukkan bahwa hal ini benar-benar terjadi, dimana Allah menganugerahkan kepada Rasulullah saw kemenangan dan kekuasaan penuh atas musuh-musuh beliau yang mempunyai sifat ‘afarit
Meskipun demikian, manakala Nabi Sulaiman as, atas kehendak Ilahi, memperbudak bangsa-bangsa yang kalah tersebut, yang terus mengabdi kepada beliau sampai akhir, namun Nabi Muhammad saw yang diberkahi dengan rahmat dan kasih sayang luar biasa pada umat manusia, beliau mengajarkan untuk membebaskan budak, seperti yang terlihat di bagian hadits ini, beliau dan para sahabat membebaskan jutaan budak. 
Jika peristiwa ini dimaknai secara harfiah, maka hal ini membuktikan bahwa ada orang atau hewan yang jahat lagi keji yang bersifat ganas, liar dan biadab datang menyerang Rasulullah saw di malam hari saat beliau sedang shalat sehingga mengganggu shalat beliau. Namun Nabi (saw) berhasil mengendalikan manusia atau hewan itu dan bermaksud mengikatnya pada tiang masjid, namun kemudian beliau melepaskannya karena naluri kasih sayang dan belas kasihnya. 
Dalam tafsir Surah an-Naml [dalam Tafsir-Kabir, Vol. 7, hal. 394] Hazrat Muslih Mau’ud ra membahas arti kata ‘Ifrit dan mengutip Aqrabul Mawarid: 1) Orang yang tajam, kuat dan efektif dalam suatu urusan, melampaui batas-batas yang biasa, dengan kelicikan dan tipu muslihat. 2) Orang yang jahat atau ganas.” (Said al-Shartuni, Aqrab al-Mawarid, Vol. 2, Qom: 1403 H, hal. 802; Malik Ghulam Farid, Kamus Al-Qur’an, hal. 581) 
Kemudian dalam menjelaskan kejadian Nabi Sulaiman dan Ratu Syeba dalam tafsir ayat ini [QS 27:40), Hazrat Muslih Mau’ud ra menjelaskan tentang ‘Ifrit: 
“Nabi Sulaiman as berpikir bahwa hadiah yang dibawa oleh Hudhud tidak cukup efektif, maka sebaiknya diberikan perintah yang lain. Maka beliau berkata, ‘Wahai para pemimpinku! Sebelum orang-orang itu datang kepadaku dengan patuh, siapa yang akan membawakanku takhta ratu?’ Salah satu pemimpin pengawal khusus mengatakan bahwa dia akan membawa takhta itu sebelum terjadi serangan. Sebagai pemimpin pasukan, ia tahu berapa lama mereka akan berkemah di sana. Ia memperkirakan takhta ratu dapat diambil dalam beberapa hari setelah membuat ratu ketakutan, dan ia juga mengklaim bahwa ia adalah pemimpin yang kuat; tentara dari bangsa yang kecil itu tidak akan dapat bersaing melawannya. Ia juga meyakinkan bahwa ia setia kepada Nabi Sulaiman as dan tidak akan melakukan pengkhiatan apapun saat membawa kejayaan ini.’ (Tafsir Kabir, Vol. 7, hal. 394)
Sumber: Al-Hakam.org
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Maulid Nabi, Sarana Meneladani Nabi Muhammad saw
Next post Tata Cara Shalat Witir yang Benar