- Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami
- Atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur,
lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya, - Atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana engkau katakan,
- Atau (sebelum) engkau datangkan Allah dan para malaikat berhadapan muka dengan kami,
- Atau engkau mempunyai sebuah rumah (terbuat) dari emas,
- Atau ENGKAU NAIK KE LANGIT. Dan kami tidak akan mempercayai kenaikanmu itu sebelum engkau turunkan kepada kami sebuah kitab untuk kami baca.
Katakanlah (Muhammad), سُبْحَانَ رَبِّيْ هَلْ كُنْتُ اِلَّا بَشَرًا رَّسُوْلًا Mahasuci Tuhanku! Aku tidak lain hanyalah seorang manusia, yang diutus sebagai rasul.
Tetapi dalam ayat ini Rasulullah secara implisit membantah adanya kemungkinan orang naik ke langit. Bukanlah kebiasaan Allah untuk mengangkat jasmani seorang manusia ke langit atau surga, dan jawaban Rasulullah di sini sangat jelas, beliau hanyalah seorang manusia yang diutus sebagai rasul.
Seperti telah saya sebutkan di tempat lain, orang-orang kafir di Mekkah juga ingin supaya Sayyidina wa Maulana, Hadhrat Khatamul Anbiya saw melakukan mukjizat ini, yaitu beliau naik ke langit di hadapan mata mereka dan kemudian turun kembali. Balasan yang mereka terima adalah:سُبْحَانَ رَبِّيْ هَلْ كُنْتُ اِلَّا بَشَرًا رَّسُوْلًا
Artinya hal ini bertentangan dengan hikmah dan keagungan Allah Ta’ala jika kita menunjukkan hal luar biasa di darul ibtila [dunia yang penuh cobaan ini], karena hal demikian akan melemahkan hakikat kepercayaan terhadap hal-hal gaib.
Sekarang aku berkata kepada kalian: perkara yang tidak diperbolehkan bagi Nabi Saw yang merupakan Nabi terbaik, dan juga bertentangan dengan sunnatullah, mengapa bisa dibolehkan bagi Nabi Isa as? Sungguh suatu hal yang tidak hormat jika kita menganggap bahwa hal yang mustahil bagi Rasulullah untuk melakukan sebuah kamaal (keunggulan), tetapi untuk Nabi Isa kita menerimanya. Adakah seorang Muslim sejati menerima penghinaan seperti itu? Sama sekali tidak.
Sekarang kami ingin menjelaskan bahwa Hadiyuna wa Sayyidu Maulana, Khatamul Mursalin saw, telah menjelaskan perbedaan antara Almasih pertama dengan Almasih kedua, tidak hanya menjelaskan bahwa Almasih yang kedua adalah seorang laki-laki muslim dan akan beramal sesuai syariat Al-Qur’an lainnya, dan akan terikat oleh perintah-perintah Furqani seperti puasa, shalat dll, dia akan terlahir dari kalangan umat Islam dan menjadi imam bagi mereka, tidak akan mambawa syariat baru dan dia tidak akan mengaku nabi indipenden, tetapi Rasulullah saw juga menjelaskan bahwa ada perbedaan mencolok dari segi fisik antara Almasih Pertama dan Almasih Kedua.
Nabi saw melihat Almasih pertama pada malam mi’raj. Menurut hadits yang disebutkan dalam Shahih Bukhari, halaman 489, Nabi muhammad saw menggambarkannya sebagai seorang yang memiliki tinggi sedang, kulit kemerahan, rambut keriting dan berdada bidang. Namun dalam kitab yang sama, Nabi Muhammad saw diriwayatkan telah menggambarkan Almasih kedua sebagai seorang yang berkulit coklat muda warna gandum, dan tidak berambut keriting, melainkan lurus sampai telinga.
Sekarang marilah kita pikirkan. Bukankah kedua ciri khusus yang dipaparkan oleh Rasulullah saw pada Almasih pertama dan Almasih kedua itu cukup meyakinkan kita bahwa Almasih pertama dan kedua adalah dua pribadi yang benar-benar berbeda. Penyebutan keduanya dengan nama ‘ibnu maryam’ merupakan istiarah (metafora) halus yang digunakan karena kesamaan sifat dan kualitas rohani. Jelas sekali bahwa dua orang yang baik dapat mendapatkan nama yang sama karena kesamaan watak dan karakter, begitu juga dua orang jahat dapat dikatakan serupa satu sama lain karena mereka memiliki sifat jahat yang sama.Umat Islam sering menamai anaknya dengan nama Ahmad, Musa, Isa Sulaiman, Daud dll. Mereka menganggap harapan ini dimaksudkan sebagai pertanda baik bahwa anak-anak mereka juga dapat mengembangkan wujud rohani dan sifat-sifat orang-orang suci tersebut sedemikian utuh dan sempurnanya sampai ia menjadi seolah-olah wujud aslinya.
Sumber: AhmadiAnswer
More Stories
100 Tahun Ahmadiyah Kababir, Haifa dan Cara Menyambutnya
Dalam kesempatan Virtual Meeting Ahmadiyah Kababir, Haifa dengan Huzur pada 5 Juni 2021, seorang anggota yang bernama Tuan Falah...
Kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Berdasarkan 9 Kriteria Nabi yang Benar menurut Heraclius
Dalam menjelaskan wahyu جری اللّٰه فيی حلل الانبياء Hazrat Masih Mau'ud as (Hazrat Mirza Ghulam Ahmad) menjelaskan: "Wahyu Ilahi ini maknanya...
Apakah Imam Mahdi Sudah Datang?
Di berbagai agama kedatangan Almasih - atau dalam Islam disebut Imam Mahdi - melambangkan janji penyelamatan umat manusia dari ketidakadilan...
Menjawab Dr. Yasir Qadhi Tentang Ahmadiyah
Baru-baru ini, Syekh Yasir Qadhi menyampaikan ceramah nya yang berjudul 'The Limits of Tolerance PT 2: The Finality of Prophethood'. Dalam...
Tafsir Alquran Ahmadiyah Sangat Brilian: Inilah 7 Kaidah Penafsirannya
Sebuah media online memberitakan tentang Ahmadiyah sebagai berikut:YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Profesor Dr. Iskandar Zulkarnain...
Apakah Ahmadiyah Percaya Kepada Nabi Muhammad s.a.w.?
“Ahmadiyah adalah golongan sesat, menyesatkan, dan sudah keluar dari Islam.” Demikianlah Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah...
Average Rating