Tafsir Alquran Ahmadiyah Sangat Brilian: Inilah 7 Kaidah Penafsirannya



Sebuah media online memberitakan tentang Ahmadiyah sebagai berikut:

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Profesor Dr. Iskandar Zulkarnain menilai tafsir Al-Qur’an Ahmadiyah sangat berilian.

Menurut Iskandar, atas karya tafsir brilian Ahmadiyah ini maka tidaklah heran tokoh tokoh Islam dan Nasional seperti Cokroaminoto, Agus Salim, Soekarno sejak dahulu mengagumi tafsir Al-Qur’an Ahmadiyah, salah satunya adalah tafsir Al-Qur’an karya Khalifah ahmadiyah ke II Hazrat Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad yang berjudul The Holy Qur’an Tafsir Kabir.

“Bahkan karya Khalifah Ahmadiyah ke II yang lainnya yaitu Pengantar Mempelajari Al-Qur’an telah dimasukan oleh Departemen Agama Republik Indonesia menjadi bagian dari Muqaddimah ber-sub-judul Perlunya Al-Qur’an diturunkan,” kata Iskandar Zulkarnain saat peluncuran buku “Ahmadiyah, Konflik, Kebangsaaan, Kemanusiaan” di Gedung Saefudin Zuhri UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (12/11).


Suasana sesaat sebelum diskusi peluncuran buku "Ahmadiyah, Konflik, Kebangsaan, Kemanusiaan," di Gedung Saefudin Zuhri UIN Kalijaga, Yogyakarta, Senin (12/11)

(http://www.satuharapan.com/read-detail/read/tafsir-al-quran-ahmadiyah-dinilai-brilian)

Kemudian di balik Tafsir Alquran Ahmadiyah sebetulnya terdapat 7 Kaidah Penafsirannya yang jarang diketahui banyak orang. Adapun ke-7 Kaidah itu sebagai berikut:

1.Pertama: Alquran Ditafsirkan Alquran Sendiri.

Untuk penafsiran yang benar adalah Alquran itu sendiri. Harus dicamkan benar-benar bahwa Alquran tidak seperti buku-buku lainnya yang memerlukan kesaksian dari buku lain untuk membuktikan kebanarannya. Alquran merupakan suatu bangunan kokoh yang sempurna bentuknya. Setiap batu batanya terletak pada posisinya masing-masing. Memindahkan satu saja dari batu-batanya akan mengganggu susunan bangunan itu secara menyeluruh.

Tidak ada suatu kebenaran yang ditunjang oleh paling sedikit sepuluh atau dua puluh kesaksian yang terdapat di dalam Alquran itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita mengartikan satu ayat Alquran, maka hendaknya kita harus melihat apakah di tempat lain ayat Alquran mengukuhkan arti itu atau tidak. Apakah ayat-ayat yang lain menunjang dan memberikan kesaksian atas kebenaran arti itu atau tidak.

Jika ayat-ayat lain tidak menunjang dan tidak memberikan kesaksian atas kebenaran arti itu bahkan menentangnya maka tidak ada jalan lain bagi kita selain menolak arti yang pertama itu, dan menganggapnya salah. Karena satu hal yang tidak mungkin di dalam Alquran ialah adanya pertentangan satu ayat dengan ayat lain. Tandanya bagi ayat yang benar (dipahami) adalah ayat-ayat Alquran yang lainnya mendukung dan mengukuhkannya.

2. Kedua: Alquran Ditafsirkan oleh Rasulullah s.a.w. sendiri

Tidak ada keraguan lagi bahwa orang yang paling mengerti dan memahami Alquran adalah Nabi Besar Muhammad Rasulullah Saw. Jika satu arti dari ayat Alquran terbukti diartikan oleh Rasulullah Saw, maka adalah kewajiban seluruh umat Islam untuk menerima arti itu tanpa keraguan dan keengganan sedikitpun. Jika dia tidak mau menerima tafsir dan arti yang diberikan oleh Rasulullah Saw, maka ia akan menderita karena kekurangan iman dan mempunyai kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap filsafat dunia.

3. Ketiga: Alquran Ditafsirkan oleh Para Sahabat r.hm.

Tidak diragukan lagi bahwa para sahabat r.hm. adalah pewaris utama dari nur-nur ilmu nubuwat Rasulullah Saw. Merekalah yang menerima cahaya ruhani langsung dari Rasulullah Saw. Karunia Allah Swt yang besarpun menyertai mereka. Dalam memahami Alquran, Allah Swt selalu menolong menyempurnakan daya paham mereka, mereka tidak hanya membaca dan berbicara tetapi pengamalan ajaran Alquran telah menjadi darah daging mereka dan mereka mempunyai pengalaman ruhani.yang tinggi.

4. Keempat: Alquran Ditafsirkan oleh Orang Yang Disucikan Tuhan

Merenungkan isi Alquran dengan jiwa sendiri yang telah mencapai kesucian, sebab jiwa yang suci mempunyai keserasian dengan Alquran, seperti yang difirmankan Allah Swt :

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“Tidak seorang pun bisa menyentuh Alquran, kecuali orang yang telah disucikan.” (‘Q.S. Al-Waqi’ah [56]: 79)

Yakni ilmu hakikat dan makrifat Alquran akan terbuka bagi orang-orang yang hatinya bersih dan suci, karena antara kesucian hati manusia dengan kehalusan ilmu makrifat Alquran terdapat hubungan yang erat satu sama lain. Dia akan mengenalnya, merasakannya, dan hati nuraninya akan mengatakan, “Inilah arti yang benar”.

Cahaya hati nuraninya merupakan pelita untuk menguji mana yang benar dan mana yang salah, dan merupakan satu alat untuk mencapai kebanaran Alquran. Oleh karena itu, janganlah seseorang dengan sombong dan takabbur menyatakan bahwa dirinya adalah ahli tafsir Al-Qur’an sebelum dia melewati jalan lurus dan sempit yang telah dilalui oleh para nabi dahulu dan sebelum dia mempunyai pengalaman-pengalaman ruhani.

Jika ia tidak memperhatikan hal itu, maka tafsirnya akan menjadi tafsir bir ro’yi (penafsiran yang didasarkan atas nafsunya sendiri) yang dilarang oleh Rasulullah Saw.

من فسر القران برايه فاصاب فقد اخطا

 “Barangsiapa yang menafsirkan Alquran atas pendapatnya sendiri, sekalipun dia betul dalam pandangannya, dia tetap melakukan kesalahan.”

5. Kelima: Kosa Kata Bahasa Arab.

Walaupun Alquran sendiri cukup memberikan sarana untuk memahami artinya, namun tidak diragukan lagi bahwa dengan memperhatikan kosa kata Bahasa Arab dapat memperluas pemahaman kita dan kadangkala perhatian kita dibimbing kepada suatu rahasia tersembunyi di dalam Alquran.

6. Keenam: Memahami Tatanan Jasmaniah

Untuk memahami tatanan ruhani perlu juga memahami tatanan jasmani, karena di dalam kedua tatatan yang diciptakan Allah Swt ini terjalin hubungan yang selaras dan bersamaan.

7. Ketujuh: Wahyu Para Wali, Orang Suci dan Mimpi serta Kasyaf Para Muhadditsin

Kriteria ini seolah-olah mencakup seluruh kriteria. Sebab, penerima wahyu muhaddatsiah merupakan refleksi yang benar dari Rasulullah Saw yang diikutinya. Seorang Muhaddats melakukan peranan seorang nabi hanya saja ia tidak mempunyai peraturan sendiri. Semua sifat diberikan kepada seorang muhaddats kecuali sifat kenabian, dan seorang muhaddats tidak membawa peraturan baru. Kepadanya diperlihatkan ajaran yang benar.

Tidak hanya itu saja, tetapi semua hal yang terjadi pada Rasulullah Saw juga terjadi pada seorang muhaddats, dan itu sebagai suatu karunia dan rahmat Ilahi. Seorang muhaddats mempunyai keinginan seperti gurunya yaitu Hadhrat Rasulullah Saw. Ajaran-ajaran Rasulullah Saw yang diturunkan kepadanya merupakan rahmat dan karunia Tuhan yang terkandung di dalam rahmat dan karunia ruhani Rasulullah Saw.

Muhaddats berbicara tidak sembarangan, tetapi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman. Tuhan melihat dan mendengar. Jalan ini masih terbuka bagi umat Rasulullah Saw. Satu hal yang tidak mungkin adalah bahwa pewaris hakiki dari Rasulullah Saw tidak ada lagi di dunia ini. (Keberkatan Doa)


Post a Comment

0 Comments