Sarana Meraih Kebahagiaan Yang Hakiki

Oleh: Mln. Rohim

 Kehidupan dunia ini adalah petualangan atau pertarungan untuk  meraih sesuatu yang disiapkan oleh yang Maha  Menciptakan (Al-Khaliq). Sebagian besar manusia mengambil jalan yang mudah, namun sebagian kecil meraih dengan jalan sukar dan penuh perjuangan. Padahal yang sebenarnya, meraih kebahagian dengan cara yang mudah itu tidak selamanya mudah, acap kali menghadapi tantangan-tantangan tersendiri yang tidak mudah juga kita dapatkan, ada saja hal-hal yang dialami oleh seseorang.

Berhati-hatilah dengan kehidupan dunia ini yang selalu menipu dan menampakkan indah kepada manusia. Keterangan wahyu dari Yang Maha Segalanya kepada utusan-Nya yang sangat dikasihi-Nya yaitu Hadhrat Muhammad Musthofa SAW dalam QS 3/Ali ‘Imran: 15:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

"Ditampakkan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Kehidupan dunia hanyalah fatamorgana sebagai  kebahagian yang sesaat namun dirasakan seolah-olah selama-lamanya, dan sangat menipu; hampir kebanyakan manusia terjerumus. Namun bagi yang mendapatkan cara meraih kebahagian sejati, meraih aturan yang dirancang oleh Yang Maha Mencipta tidak akan sulit mendapatkannya.

Oleh sebab itu kalau kita kaji lebih  dalam  lagi  contoh-contoh mereka yang meraih kebahagiaan sejati yang haqiqi, banyak sekali perjuangan mengorbankan segala-galanya.

Cara yang diraih oleh mereka ini konsepnya tidak jauh dari konsep yang dibuat oleh firman Allah SWT QS Al-Fatihah ayat ke-7, “(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

Jalan mereka ini adalah jalan orang-orang yang telah mendahului kita sebagai shohibul awal (kaum yang pertama); tetapi harus mengikat janji dengan yang dihadiahkan oleh Yang Maha Mencipta atas jutaan bahkan triliunan tak terhingga yang mereka panjatkan setiap waktu untuk diqabulkan Allah SWT.

Kenikmatan yang diminta itu terdapat dalam Kalam Ilahi, “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para shiddiq, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS 4/An-Nisa’: 70).

Dari rangkuman Kalam Ilahi di atas adalah kenikmatan:

1. Para Nabi (Nabiyyiina) yaitu penerima kabar ghaib.

2. Orang-orang benar (Shiddiiqiin).

3. Orang-orang yang mati syahid (Syuhadaa).

4. Orang-orang saleh (Shoolihiin).

Jawaban Allah SWT atas permohonan nikmat ini dalam agama yang diridhoi sebagai agamanya (QS 3/Ali ‘Imran: 20) adalah agama yang diridhoi di sisi Allah yaitu Islam. Kenikmatan itu berwujud di wakil Allah SWT di dunia ini untuk memberikan cara atau jalan untuk meraih kebahagiaan yang sejati.

Cara mencapai kebahagian haqiqi harus memiliki sarana-sarana yang sebenarnya untuk meraih 4 nikmat ini di dalam menganut keyakinan dan kepercayaan kepada Allah SWT oleh utusan-Nya di akhir Zaman.

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi/Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Maka hendaklah jelas bahwa sarana pertama yang paling besar yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan itu adalah:

Sarana pertama mengenal Allah Ta’ala secara benar dan mengimani Tuhan yang hakiki. Sebab jika langkah pertama saja sudah salah, misalnya: menjadikan burung atau hewan atau unsur-unsur zat atau manusia sebagai tuhan maka bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa pada langkah-langkah berikutnya dia akan menempuh jalan yang lurus? Tuhan yang hakiki memberikan pertolongan kepada orang-orang yang mencari-Nya. Akan tetapi bagaimana mungkin benda mati dapat memberikan pertolongan kepada sesuatu yang mati? Dalam hal ini Allah Ta’ala memberikan tamsil (perumpamaan) yang indah yaitu “Dia-lah Tuhan Yang Hakiki yang pantas dimintai doa, yang berkuasa atas tiap sesuatu. Dan orang-orang yang berseru kepada wujud-wujud selain Dia sedikit pun tidak dapat menjawab mereka. Keadaan mereka seperi orang yang sambil membuka telapak tangannya ke air lalu berkata, “Hai air datanglah ke mulutku!” Apakah air itu akan datang ke mulutnya? Sekali-kali tidak!

Jadi, barangsiapa yang tidak mengenal Tuhan Yang Hakiki maka segala doa mereka menjadi sia-sia.

Sarana kedua ialah mendapatkan gambaran jelas tentang kejuitaan serta keindahan yang lengkap di dalam Wujud Allah Ta’ala. Sebab kejuitaan adalah sesuatu yang secara alami menawan hati dan dengan menyaksikannya akan timbul kecintaan secara alami. Ada pun kejuitaan Allah Ta’ala itu terletak pada ke-Esa-an-Nya, Kebesaran-Nya, Kemuliaan-Nya dan Sifat-sifat-Nya. Sebagaimana Quran Syarif berkata: Yakni Tuhan adalah Esa dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya dan kegagahan-Nya. Tak ada yang bersekutu dengan Dia. Segala  sesuatu bergantung pada Dia. Tiap dzarrah menerima anugerah hidup dari Dia. Dia Sumber karunia bagi segala sesuatu dan Dia tidak menerima karunia dari sesuatu apa pun. Dia bukan anak seseorang dan bukan bapak seseorang. Bagaimana mungkin, sebab tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. Al-Quran Syarif telah menarik perhatian orang-orang dengan berkali-kali mengemukakan kesempurnaan dan keagungan Tuhan, “Lihatlah, Tuhan seperti itu adalah Wujud yang menarik minat, dan bukan Wujud yang mati, lemah, memiliki sedikit kasih-sayang dan sedikit kekuasaan.”

Sarana ketiga untuk mencapai tujuan sebenarnya yang merupakan tangga kedua ialah mengenal ihsaan Tuhan (kebajikan Tuhan), karena pendorong rasa cinta itu hanya terdiri dari 2 hal, yaitu: kejuitaan dan ihsaan. Sedangkan ringkasan sifat-sifat ihsaan Allah Ta’ala terdapat dalam Surah Al-Fatihah, sebagaimana Dia berfirman: “Dan sekiranya kamu mencoba menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menjumlahkannya” (QS 14/Ibrahim: 35).

Sebab, jelaslah bahwa ihsan yang sempurna terletak pada kenyataan bahwa Allah Ta’ala menciptakan hamba-hamba-Nya dari tiada, dan kemudian sifat rabbubiyyat senantiasa menaungi mereka, dan Dia sendiri merupakan Penunjang bagi segala sesuatu, serta segala macam rahmat-Nya diwujudkan bagi hamba-hamba-Nya, dan ihsan-Nya tak terbatas sehingga tidak ada yang dapat menghitungnya. Jadi, Allah Ta’ala telah berulang kali menjelaskan tentang ihsan-ihsan-Nya yang demikian, sebagaimana pada tempat lain Dia berfirman: Yakni jika kamu ingin menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala maka kamu sekali-kali tidak akan dapat menghitungnya.

Sarana keempat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah doa, sebagaimana Dia berfirman: “Berdoalah kepada-Ku; Aku akan mengabulkan doa-mu” (QS 40/Al-Mu’min: 61). Yakni, kamu berdoalah, Aku akan kabulkan. Dan berkali-kali Dia menarik minat untuk berdoa supaya manusia bukan karena kekuatannya sendiri meraih sesuatu melainkan dengan kekuatan Tuhan menemukan Tuhan.

Sarana kelima yang telah ditetapkan Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah mujahadah. Yakni, carilah Dia dengan cara membelanjakan harta di jalan-Nya, dengan cara menyalurkan kemampuan-kemampuan di jalan Allah Ta’ala, dengan cara mengorbankan jiwa pada jalan Allah Ta’ala, dan dengan cara mengerahkan akal pikiran di jalan Allah Ta’ala, sebagaimana Dia berfirman: “Dan berjihadlah dengan harta-bendamu dan jiwa-ragamu di jalan Allah” (QS 9/At-Taubah: 41).

"Dan mereka menafkahkan segala sesuatu dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka” (QS 2/Al-Baqarah: 4).

"Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami” (QS 29/Al-Ankabut: 70). Yakni, belanjakanlah harta-benda kamu, jiwa kamu, dan diri kamu beserta segenap kemampuannya pada jalan Allah. Dan apa pun yang telah Kami anugerahkan kepada kamu –berupa akal, ilmu, pemahaman, keahlian dan sebagainaya– kerahkanlah semuanya di jalan Allah Ta’ala. Orang-orang yang berusaha dengan segala cara pada jalan Kami, Kami selalu menunjukkan jalan Kami kepada mereka.

Sarana keenam untuk mencapai tujuan sebenarnya yang telah Dia jelaskan ialah istiqamah. Yakni di jalan ini tidak bosan, tidak putus-asa, tidak lelah dan tidak gentar menghadapi cobaan, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “Adapun orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambal meyakinkan mereka, “Janganlah kamu takut dan jangan pula berduka cita; dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah teman-temanmu di dalam kehidupan dunia dan juga di akhirat” (QS 41/Ha Mim As-Sajdah: 31-32). Yakni, orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah dan kami telah menjauhkan diri dari tuhan-tuhan palsu”, kemudian mereka istiqamah –yakni tetap teguh dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan musibah– maka malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil berkata, “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati, dan bergembiralah serta bersukarialah, sebab kamu telah menjadi pewaris kebahagiaan yang dijanjikan kepada kamu. Kami adalah sahabat kamu di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa dengan istiqamah manusia memperoleh keridhaan Allah Ta’ala. Benarlah bahwa istiqamah itu lebih unggul dari karamat.

Istiqamah yang sempurna ialah ketika segala musibah mengepung dari segala penjuru dan di jalan Allah Ta’ala nyawa, kehormatan dan harga diri dihadapkan kepada bahaya, sementara tidak terdapat sesuatu yang menghibur –sampai-sampai Tuhan pun dengan tujuan hendak menguji menutup pintu kasyaf atau mimpi atau ilham yang membesarkan hati– lalu membiarkan dalam keadaan-keadaan takut yang mengerikan, pada saat itu tidak memperlihatkan sikap penakut dan tidak mundur ke belakang bagai para pengecut, serta tidak memperlihatkan perubahan apa pun pada sifat kesetiaan, dan mencemari ketulusan dan ketabahan, rela terhadap kenistaan, rela terhadap maut (kematian), dan untuk mengokohkan langkah-langkah tidak menunggu-nunggu seorang kawan agar dia memberikan pertolongan, tidak menuntut turunnya kabar suka dari Tuhan sebab masa yang genting, dan walaupun tidak berdaya dan lemah serta tidak memperoleh sesuatu yang menghibur sekali pun, tetap saja berdiri tegak dan merebahkan leher ke depan seraya mengatakan, “Apa yang akan terjadi biarlah terjadi”, dan tidak mengecam keputusan takdir serta sama sekali tidak memperlihatkan kegelisahan dan keluh-kesah sampai selesainya saat cobaan itu.

Inilah yang menyebabkan sampai sekarang masih menimbulkan aroma wangi dari tanah (kubur) para rasul, para nabi, para shiddiq dan para syahid. Ke arah inilah Allah Ta’ala memberikan isyarat dalam doa berikut: “Tuntunlah kami pada jalan yang lurus; jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” (QS 1/Al-Fatihah: 6-7). Yakni, wahai Allah Ta’ala kami, tunjukkanlah kami jalan istiqamah yaitu jalan yang di atasnya diperoleh nikmat-nikmat dan kemuliaan dan Engkau meridhainya. Dan pada tempat lain Allah Ta’ala mengisyaratkan kepada hal itu juga: “Ya, Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan menyerahkan diri kepada Engkau” (QS 7/Al-A’raf: 127).

Wahai Tuhan, dalam menghadapi musibah turunkanlah kepada hati kami perasaan tentram yang karenanya timbul kesabaran, dan semoga kematian kami ada dalam Islam.

Hendaklah diketahui bahwa pada waktu penderitaan dan musibah datang, Allah Ta’ala menurunkan suatu nur (cahaya) atas hati hamba-hamba kesayangan-Nya sehingga mereka mendapat kekuatan lalu menghadapi musibah dengan sangat tenang. Dan karena lezatnya iman mereka menciumi rantai yang membelenggu kaki-kaki mereka di jalan-Nya. Apabila bala-musibah turun kepada orang yang ber-Tuhan dan tanda-tanda maut (kematian) sudah zahir maka ia tidak akan mulai bertengkar dengan Tuhan-nya Yang Maha Mulia supaya ia diselamatkan dari bala-bencana tersebut. Sebab bersikeras mendesak minta keselamatan pada masa demikian berarti melawan Allah Ta’ala dan bertentangan dengan penyerahan diri secara sempurna. Bahkan dengan turunnya bencana, seorang pencinta sejati melangkahkan kaki lebih maju ke depan. Dan pada saat demikian ia menganggap jiwanya tidak berharga serta mengucapkan selamat tinggal kepada kecintaan terhadap jiwanya lalu ia sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhan-nya dan menginginkan keridhaan-Nya. Mengenai hal itu Allah Ta’ala berfirman: “Dan di antara manusia ada pula orang yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya” (QS 2/Al-Baqarah: 208). Yakni, hamba kesayangan Tuhan memberikan jiwanya di jalan Allah, dan sebagai imbalannya dia menerima keridhaan Allah Ta’ala. Itulah orang-orang yang memperoleh rahmat istimewa dari Allah Ta’ala.

Ringkasnya, yang telah diuraikan ini adalah ruh istiqamah yang karenanya dapat berjumpa dengan Tuhan. Barangsiapa yang mau memahami, pahamilah.

Sarana ketujuh untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah bergaul dengan orang-orang benar dan memperhatikan tauladan-tauladan sempurna mereka. Jadi hendaknya diketahui bahwa salah satu sebab perlunya para nabi Allah ialah manusia secara alami memerlukan tauladan yang sempurna. Dan tauladan yang sempurna meningkatkan gairah serta membangkitkan semangat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti tauladan akan menjadi malas dan sesat. Ke arah inilah Allah Ta’ala mengisyaratkan di dalam Ayat berikut: “Hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS 9/At-Taubah: 119). Yakni, bergaullah kamu dengan orang-orang benar. Pelajarilah jalan orang-orang sebelum kamu yang telah mendapat karunia.

Sarana kedelapan adalah kasyaf suci, ilham suci dan mimpi-mimpi suci dari Allah Ta’ala, “Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” (QS 1/Al-Fatihah: 7).

Dikarenakan menempuh jalan menuju kepada Allah Ta’ala merupakan suatu jalan yang sangat pelik dan dipenuhi oleh bermacam-macam musibah serta penderitaan, dan mungkin saja mereka tersesat di jalan yang tidak nampak itu, atau dicekam rasa putus asa sehingga enggan meneruskan langkahnya ke depan, oleh karena itu rahmat Ilahi menghendaki agar di dalam perjalanan tersebut Dia terus menerus menghiburnya dan membesarkan hatinya serta terus menerus mengukuhkan semangat dan meningkatkan gairahnya.

Jadi, demikianlah sunnah Allah Ta’ala yang berlaku terhadap orang-orang yang menempuh jalan-Nya. Yaitu, dari waktu ke waktu Dia menghibur mereka dengan kalam dan ilham-Nya, dan Dia menzahirkan kepada mereka bahwa, “Aku ada bersama kamu.” Barulah mereka memperoleh kekuatan, kemudian dengan sangat cepat menempuh jalan tersebut. Berkenaan dengan itu Dia berfirman: “Bagi mereka ada khabar suka dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat” (QS 10/Yunus: 65). Yakni, bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Demikian pula banyak lagi sarana lain yang telah diterangkan oleh Quran Syarif, akan tetapi sayang sekali kami tidak dapat memaparkannya, karena khawatir terlalu panjang.

*Penulisan nomor ayat Alquran dalam makalah ini berdasarkan Hadis Nabi Besar al-Mushthafa Muhammad s.a.w.. Riwayat Sahabat Ibnu Abbas r.a. yang menunjukkan bahwa setiap basmalah pada tiap awal surah adalah ayat pertama surah itu:

كان النبيّ صلّى الله عليه و سلّم لا يعرف فصل السورة حتّى ينزل عليه بسم الله الرحمن الرحيم

“Nabi s.a.w. tidak mengetahui pemisahan antara surah itu sampai turun kepadanya bismillaahir rohmaanir rahiim.” (HR. Abu Daud, “Kitab Shalat”. dan Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak”)

Post a Comment

0 Comments