DUA ORANG TAMU MILENIAL MEMAHAMI BAROMETER KEISLAMAN ORANG AHMADIYAH DARI MENGAMALKAN SHALAT




Oleh: Mln. Sajid Ahmad Sutikno

Kebanyakan orang yang belum mengenal dan bertemu dengan orang-orang Ahmadiyah memiliki beragam  pandangan yang kurang tepat, bahkan cenderung negatif. Hal itu bisa dimaklumi, karena informasi pemberitaan yang tidak berimbang sempat tayang di banyak media tanah air. Atau informasi yang diperolehnya dari sumber-sumber yang sama sekali belum pernah bersentuhan dengan Jemaat Ahmadiyah.

Hal itu juga yang dialami dua orang tamu milenial yang datang untuk mengantar barang pesanan via online (cod) kepada seorang mubaligh Jemaat Ahmadiyah Nganjuk yang tinggal di rumah misi disamping Masjid Baitul Islam.

Pada hari Senin, tanggal 9 Juni 2020 setelah shalat Maghrib, dua orang itu datang, dimana sebelumnya belum mengetahui tempat yang dituju adalah Masjid Jemaah Ahmadiyah.

Keduanya bercerita saat mencari alamat lokasi dengan google map, sempat terkejut dan timbul rasa was-was, karena yang akan didatangi adalah Masjid Jemaat Ahmadiyah. Yang ada dalam benaknya, Ahmadiyah itu negatif. Mereka memahami Ahmadiyah itu sebagai golongan menyimpang/sesat, sebab informasi yang diperolehnya dari pemberitaan televisi atau media lain beberapa tahun lalu.

Sesampainya di lokasi, mereka masih sempat berat melangkah untuk masuk kedalam pintu halaman, tidak segera turun dari motornya, tetapi masih saja duduk agak lama.  Karena barang harus diberikan kepada yang memesan, maka dengan memberanikan diri turun dari motornya dan kulonuwun.

Sang mubaligh sebagai tuan rumah mengetahui kedatangan dua orang itu, dengan segera menyambutnya penuh antusias, dan mempersilakan duduk di ruang tamu.

Setelah menyerahkan barang pesanan, mubaligh memulai mengajak keduanya berbincang-bincang  ringan, akrab, santai dan diselingi berkelakar, sambil minum teh hangat yang disuguhkan. Sehingga tamu pun terlihat cair dan tidak canggung lagi.

Istri mubaligh segera menelepon tukang bakso langganannya untuk segera datang, karena mengetahui kedua remaja itu belum makan sore.

Keduanya mulai merasakan kenyamanan sehingga salah seorang dari tamu itu mengatakan, “Sebenarnya tadi kami sudah di depan pintu pagar halaman, namun kami ragu untuk masuk. Kami sempat mencari tempat ini, kami gunakan google map, dan kami kira lokasinya di masjid besar sebelah timur itu, ternyata disini. Karena di google map tertulis masjid, sehingga kami mengira masjid yang besar itu. Kami juga sempat terkejut dengan keterangan di google map bahwa yang kami tuju adalah lokasi Jemaat Ahmadiyah”.

Lalu mubaligh menimpalinya, “Memang benar dalam google map tertulis Masjid, yaitu masjid Jemaat Ahmadiyah Nganjuk. Dan banyak orang yang sudah mencari tempat ini dengan google map dan terkejut seperti mas dan mbak alami”.

Ditengah asiknya perbincangan, tukang bakso pun datang,. Sambil makan bakso obrolan berlanjut semakin hangat seperti hangatnya bakso yang kami makan. Hingga perbincangan berkembang kepada seputar ciri-ciri seorang muslim menurut Rasulullah saw..

Dalam menjawab penasaran kedua tamu itu, mubaligh menyampaikan, bahwa beberapa minggu lalu pun ada seorang profesor di luar Jawa Timur bertanya via WhatSapp, hal yang sama seputar ciri-ciri seorang muslim.

Diantara pertanyaan yang diajukan adalah apakah syahadatnya orang Ahmadiyah itu sama dengan umat muslim lainnya; Apakah orang Ahmadiyah itu juga bershalawat kepada Rasulullah saw; Bagaimana bacaan tahiyat (tasyahud) shalat, serta tata cara ibadahnya, apakah juga sama dengan kelompok muslim pada umumnya?

Kedua remaja milenial itu dengan antusias menyimak penjelasan sang mubaligh, karena keingintahuan yang lama mereka pendam selama ini. Tentu perjumpaannya dengan sang mubaligh Ahmadiyah dianggapnya sebagai momen yang tepat.

Mubaligh kembali berkisah, bahwa sang profesor itu memahami dengan jeli bahwa ciri-ciri sebagai  seorang muslim itu ukurannya simple saja, yaitu cukup dengan pertanyakan, apakah orang-orang Ahmadiyah bersyahadat dan bershalawat seperti umat muslim lainnya. Bagaimana bacaan tahiyat shalat orang-orang Ahmadiyah, serta bagaimana tatacara ibadah shalatnya.

“Ya, tentu syahadat kami tidak ada lain selain Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu annna muhammadan rasululullah. Kami pun bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.”,  terang mubaligh.

Kedua tamu pun semakin penasaran, dan menimpali pertanyaan, “bagaimana penjelasannya itu pak?”

“Saya setuju dengan  barometer yang gunakan sang profesor itu mas, mbak.  Sang profesor pasti paham definisi seorang muslim itu tentu bersyahadat sesuai yang diajarkan Rasulullah saw. Dan beliau juga tahu akan sabda Nabi suci Muhammad saw., bahwa Bainal ‘abdi wa bainal kufri tarkush-shalah, artinya perbedaan seorang hamba Allah (muslim) dan yang kufur adalah meninggalkan shalat. Sabda Nabi ini adalah barometer yang sangat pas. Sang  professor ini ingin memastikan apakah orang-orang Ahmadiyah itu shalat atau meninggalkan shalat”, kata sang mubaligh.

Lebih lanjut sang mubaligh berkata, bahwa “Tentu kami shalat. Kami mengamalkan shalat sesuai tatacara yang dicontohkan Rasulullah saw. Sesuai sabdanya, shalluu kamaa roaitumuunii usholli”, shalatlah kalian seperti kalian melihat aku mengerjakan shalat. Mulai dari takbiratul ihram hingga salam ya mencontoh beliau saw..”

Nah, adapun bacaan tahiyat (tasyahud) shalat yang diamalkan orang-orang muslim Ahmadiyah adalah seperti berikut:

التَّحِيَّاتُ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Kemudian juga bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. sebagai berikut:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Bacaan doa tahiyat (tasyahud) akhir ini sudah cukup bisa menjelaskan bahwa Tuhannya orang-orang Ahmadiyah adalah Allah Ta’ala, Nabi panutannya adalah Hadhrat Muhammad, Khatamunnabiyyin shallallahu ‘alai wasalam. Sehingga hal itu sekaligus menegaskan bahwa syahadat orang-orang muslim ahmadi adalah tidak berbeda dengan saudara-saudara muslim lainnya.

Dalam tahiyat itu juga ada keterangan, bahwa para Muslim Ahmadi pun bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. sebagai tanda kecintaannya.

“Jika orang-orang Ahmadiyah syahadatnya sama, tata-cara ibadah shalatnya seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw., serta bershalawat kepada beliau saw, maka tanpa ragu-ragu, orang-orang Ahmadiyah adalah umat Rasulullah saw., beragama Islam dan bangga menjadi bagian dari keluarga besar agama sempurna ini”, jelas mubaligh.

Kedua tamu sebelum berpamitan  sempat mengungkapkan kesan dari pertemuan singkat itu.

“Kami harus segera kembali ke tempat bekerja kami. Tentunya kami mengucapkan banyak terimakasih atas perbincangan malam mini. Kami senang bisa bertemu dengan orang Ahmadiyah sendiri, sehingga langsung mendapat pencerahan yang tidak disangka-sangka”

“Tadinya kami beranggapan yang tidak-tidak terhadap Ahmadiyah. Namun, setelah berjumpa dengan bapak, faktanya tidak seperti yang diinformasikan di media secara negatif, terkesan serem.  Justru kami lihat sendiri bapak sekeluarga menyambut kami dengan ramah, dan mendapat suguhan hidangan, padahal kami sekedar nganter barang pesanan bapak. Bapak tidak seperti yang digambarkan di media”.

Intinya, kedua remaja milenial itu setuju dengan barometer seorang muslim adalah melaksanakan ibadah shalat.

Post a Comment

2 Comments

  1. Alhamdulillah tidak disangka tidak pula di duga rezeki pon datang informasi pon dapat sangat menyenangkan mubarak tuan

    ReplyDelete