RAMADHAN; MOMENTUM UNTUK MENINGKATKAN KETAKWAAN DAN RASA SYUKUR


Oleh : Mln. Muhammad Hasyim

Dengan karunia Allah Ta'ala, kita bisa merasakan kembali satu bulan Ramadhan dalam kehidupan kita. Umur manusia tidak ada yang tahu, entah berapa Ramadhan lagi yang akan kita lewati dalam hidup kita. Bahkan bisa jadi ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidup kita. Kita tidak tahu dan tidak akan pernah bisa tahu hal itu. 

Dalam konteks Ramadhan ini, kepastian akan datangnya maut dan ketidaktahuan kita kapan itu akan terjadi, hal ini menuntut kita untuk bisa lebih memaknai lagi Ramadhan. Ketika Baginda Nabi besar Muhammad (saw) memberikan julukan Sayyidusy Syuhur (Pemimpin bulan-bulan lainnya) bagi Ramadhan ini, tentunya ada sesuatu yang istimewa dari bulan ini. Terdapat suatu tujuan mulia darinya yang jika itu tidak kita raih maka bulan Ramadhan ini hanya akan berlalu begitu saja dan tidak ada bedanya dari bulan-bulan yang lain.

Lantas apa yang menjadi tujuan dari puasa Ramadhan? Di dalam ayat mengenai perintah puasa Ramadhan, dikatakan bahwa tujuan dari puasa Ramadhan ini adalah:

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yakni, supaya kita meraih ketakwaan (Al-Baqarah: 185)

Apa itu takwa? Ini bukanlah tema yang bisa dijelaskan dalam satu-dua paragraf. Ini perlu sebuah kajian yang sangat panjang. Namun secara singkat dapat dikatakan bahwa takwa adalah, menjauhkan diri dari keburukan-keburukan sekecil apa pun, dan kemudian melakukan kebaikan-kebaikan.

Mengapa menjauhkan diri dari keburukan ini menjadi begitu penting bahkan ditempatkan pada tahapan yang pertama. Untuk menjawabnya saya akan memberikan sebuah permisalan. Seperti halnya kita hendak meniup sebuah balon, jika balon itu berlubang di mana-mana, sekuat apa pun kita meniupnya, sebanyak apa pun angin yang masuk ke dalam balon tersebut, maka akan sia-sia saja. Angin itu akan keluar lagi. 

Demikian jugalah selama kita belum membersihkan diri kita dari keburukan-keburukan, maka kita tidak bisa mengambil faedah yang hakiki dari kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. 

Meninggalkan keburukan dan melakukan kebaikan adalah 2 elemen yang tak terpisahkan dari takwa. Oleh karena itu menjadi penting bagi kita ketika memulai Ramadhan ini untuk menggaris bawahi apa saja kelemahan yang masih ada dalam diri kita, dan selama bulan Ramadhan ini kita berusaha untuk menyingkirkannya. 

Misalnya, kita masih senang berghibat, maka selama 30 hari ini kita berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi ghibat. Selanjutnya kita garis bawahi juga kebaikan apa yang masih bisa kita tingkatkan dalam diri kita. Misalnya, di bulan-bulan sebelumnya kita malas dalam melaksanakan shalat tahajud, maka selama 30 hari ini kita berupaya melatih diri untuk tidak pernah meninggalkan shalat tajahud. Ketika di bulan Ramadhan kualitas-kualitas itu tercipta di dalam diri kita, lalu kita tetap menjadikan itu bagian dari hidup kita di masa pasca-Ramadhan, maka artinya kita telah berhasil menyemaikan dan menumbuh-kembangkan takwa dalam diri kita. 

Demikian pula Ramadhan ini dikaitkan dengan rasa syukur kepada Allah Ta'ala. Dalam rangkaian ayat mengenai perintah puasa dikatakan:

لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Yakni, supaya kalian bersyukur

Allah Ta'ala telah memerintahkan kita untuk berpuasa supaya kita menjadi hamba-Nya yang bersyukur. Telah menjadi fitrat manusia bahwa ia begitu menghargai sesuatu barang yang tidak ia miliki. Ke arah ini lah falsafah dari perintah puasa ini diberikan.

Ketika berpuasa di bulan Ramadhan kita diminta untuk menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang sebetulnya pada hari-hari biasa diperbolehkan bagi diri kita, bahkan itu adalah hak kita. Namun di bulan Ramadhan ini kita diminta untuk menahan diri dari makanan dan minuman tersebut yang sebagai hasilnya itu akan menyadarkan kita bahwa itu adalah sebuah nikmat yang besar dari Allah Ta'ala. Puasa menjadikan kita menjadi lebih menghargai makanan dan minuman yang dalam keseharian biasanya kita anggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Demikianlah rasa syukur itu tercipta melalui puasa.

Cobalah kita renungkan, kita termasuk orang yang beruntung karena telah mendapatkan kepastian bahwa di saat berbuka nanti akan ada makanan yang bisa kita makan. Bahkan lebih dari itu, kita bisa merencanakan menu apa saja yang ingin kita santap pada saat berbuka puasa nanti. Sementara itu masih ada sebagian saudara kita di luar sana yang belum tahu apakah bisa makan atau tidak saat berbuka nanti. 

Ketika merenungkan hal ini maka akan timbul rasa syukur di hati kita kepada Allah Ta'ala. Dan seiring dengan rasa syukur yang meningkat di hati kita, maka semakin meningkat pula ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala. 

Ketika rasa syukur bersemai di hati dan ketakwaan kokoh terpatri, maka sejatinya kita telah meraih tujuan dari Ramadhan ini. Tanpa hal tersebut, Ramadhan hanya akan berlalu begitu saja, dan tidak ada yang istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Post a Comment

0 Comments