RAHASIA RUKUN ISLAM



Oleh : Mln. Basyarat Ahmad Sanusi

Dalam termonologi kita, rukun diartikan sebagai dasar atau sendi utama untuk melakukan suatu pekerjaan, [1] sedangkan menurut terminologi Islam ia adalah hal pokok yang tidak boleh ditinggalkan, misalnya laisa sholata liman lam yaqro bi fatihatil kitab, dari keterangan ini nampak terang kepada kita arti dari rukun tersebut.

Dengan pengertian itu mari kita terapkan pada “Rukun Islam ”, Rasulullah Saw. bersabda : “Islam dibangun atas dasar lima perkara : bersyahadat (menyaksikan bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah), mendirikan salat, membayar zakat, pergi haji, dan berpuasa di bulan ramadan. (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini berbicara mengenai lima sendi dasar berislam, artinya kelima sendi itulah yang semestinya di tunaikan oleh mereka yang mengaku beragama islam.

Lima rukun islam itu tidak bisa dipisahkan sebagai jati diri seorang muslim, misalnya, sebagai muslim cukup bersyahadat saja dengan alasan tertentu 4 yang lainnya di tinggalkan tentu tidak dibenarkan demikian, karena lima-limanya merupakan satu kesatuan yang membentuk bangunan keislaman seseorang.

Hal menarik dari hadis di atas adalah kata “buniyalislamu- islam di bangun” bermula dari kata inilah kita akan bisa merekonstruksi seperti apa arsitektur bangunan islam itu. Merujuk pada kata bangunan, ia dikatakan sempurna jika rancang bangunnya memiliki pondasi, tiang, dinding, atap dan isi rumah didalamnya.

Jika kita beranalogi pada bangunan secara fisik, maka lima rukun islam itulah yang secara sempurna akan membentuk bangunan rohani seorang muslim, dimana sahadat sebagai pondasinya, salat sebagai tiangnya, zakat sebagai dindingnya, puasa sebagai atapnya dan ibadah haji sebagai isi yang menghiasai keindahan keislaman seseorang.

Agar lebih jelas rahasia rukun islam sebagai yang membentuk bangunan Islam akan penulis uraikan satu persatu:

Sahadat adalah sebuah ikrar, semacam sumpah jabatan diawal masuknya seseorang kedalam Islam, yang intinya laailaaha illallahu Muhammadurasulullah, sejak itu ia memberi kesaksian tauhid meninggalkan segala kemusyrikan dan akan menjalankan  ibadah dengan tatacara yang dicontohkan nabi Muhammad Saw. 

Sahadat ibarat pondasi dalam sebuah bangunan, sekalipun tidak terlihat tetapi harus mengakar kuat dalam keimanan, sahadat landasan bagi rukun islam lainnya agar bisa ditegakan, ia mengerjakan salat, zakat, puasa dan naik haji atas dasar panggilan tauhid dari sahadatnya. Jika pondasi sahadat ini lemah maka salatnya, zakatnya, puasa dan hajinya hanyalah sebatas menunaikan kewajiban.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. pernah bersabda : ”orang yang paling Bahagia dengan mendapat syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya”. Bahkan ada jaminan surga bagi mereka yang bisa mempertahankan sahadat sampai akhir hayatnya, seperti sabda Nabi Saw. berikut : “ barangsiapa meninggal dunia sedang ia mengetahui bahwa tidak ada illah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, maka ia masuk surga”. (HR. Muslim).

Salat artinya do’a/permintaan, seakar kata dengan shilah yang artinya hubungan, Hadis Muslim menyebutkan : “ sesungguhnya apabila seorang hamba mengerjakan salat, maka ia sedang bercapak-cakap dengan Tuhannya”. (HR. Buhkori. No. 531). Hadis Muslim no. 482, menyebutkan “ keadaan yang paling deka tantara hamba dengan Rabbnya adalah saat sujud, maka dari itu perbanyaklah berdoa.” Jadi intinya shalat adalah sarana komunikasi hamba dengan Khaliq-nya.

Kedudukan salat dalam bagunan rohani Islam yang disebutkan Imam Baihaqi adalah sangat jelas ia sebagai tiang agama, senada dengan itu Imam Tirmidzi meyebutkan satu hadis Rasulullah Saw : “ Inti pokok segala perkara adalah Islam, dan tiang penopangnya adalah salat: (HR. Tirmidzi no. 2616).

Adanya tiang dalam sebuah bangunan jelas memperkokoh bangunan itu dan memungkinkan bangunan lain diatasnya dapat di bangun secara terus menerus. Jika salat di tinggalkan maka ibadah lainnya tidak akan mendapat penopang, karena itu dengan sangat tepat nabi Saw. bersabda. “awal mula amalan yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat, maka apabila shalatnya baik maka baiklah seluruh amalnya, dan apabila shalatnya buruk maka buruklah seluruh amalnya. (HR. Imam Ahmad).

Zakat  dalam bahasa Indonesia berarti bersih dan berkembang, prakteknya mendermakan harta di jalan Allah, sesuai ketentuan nishabnya-ukuran kadar harta dan waktu kepemilikannya, mereka yang wajib berzakat tetapi menghindarinya maka dustalah keimanannya.

Zakat di dermakan dengan tujuan mensucikan harta yang dikaruniakan Allah sebagai rasa syukur dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, zakat meniadakan sifat ketamakan[2] dan kebakhilan, zakat bukan lah pemerasan bahkan Allah berjanji : dan apa-apa yang kamu berikan sebagai zakat seraya mendambakan keridoan Allah, mereka itulah orang-orang yang akan memperbanyak kekayaan-kekayaan mereka dengan berlipat ganda (Ar-Rum :40).

Penerima Zakat telah dirinci dalam surat Attaubah : 60, singkatnya dikumpulkan dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin, disinilah rahasia zakat secara filosofis sebagai dinding, dinding pada sebuah bangunan berfungsi untuk melindungi apa yang ada di dalam rumah dari pencurian dan penjarahan, begitulah zakat secara rohani melindungi harta lainnya dari pencurian dan penjarahan.

Karena mereka yang dermawan dan kedermawanannya itu di rasakan oleh orang miskin, secara naluri akan ada timbal balik. Ketika ia pergi meninggalkan rumah orang-orang di sekitarnya dengan sukarela akan menjaga hartanya, tetapi bagi mereka yang bakhil, jangankan tidak ada di rumah, ketika berada di rumah saja hartanya akan dicurinya. 

Puasa diartikan sebagai berhenti dari makan dan minum, menahan diri dari syahwat dan emosi serta menutup pintu-pintu syaithan (Yusuf Qardhawi:2001), hadhrat Masih Mau’ud as. Bersabda : “dengan berpuasa orang menahan diri dengan penuh kesabaran, meninggalkan makan minum dan semua kelezatan jasmaniah semata-mata untuk mencari keridoan Allah”[3].

Dalam Ibadah puasa terdapat tarbiyat yang sangat lengkap bagi jasmani dan rohani dengan goal ahkirnya agar tercipta manusia bertakwa, nama lain dari takwa adalah terhindar dari berbagai keburukan, karena itulah Rasulullah Saw bersabda : ” puasa adalah perisai dari api neraka, seperti perisainya salah seorang kalian dalam peperangan”. (HR. Muslim-Tirmidzi). 

Puasa mengajarkan bahwa sesuatu yang halal saja tidak boleh dilakukan, maka apalagi yang haram, pengendalian hawa nafsu menjadi inti dari puasa, karena puasa tidak sekedar menahan lapar dan haus, puasa ibarat bunker persembunyian yang menyelamatkan dari berbagai serangan keburukan, maka secara filosofis rohaniah ia bisa dikatakan sebagai atap sebuah bangunan, yang melindungi manusia dari panasnya keburukan dunia dan melindungi manusia dari hujan fitnah-fitnah dunia.

Haji artinya ziarah ke kota suci Mekkah, ibadah Haji yang di mulai sejak zaman nabi Ibrahim as. terus berlangsung sampai sekarang, berhaji wajib bagi yang mampu sekali seumur hidup. Haji memiliki faedah yang besar bagi kerohanian, dengan mengunjungi kota suci Mekkah dan beribadah didalamnya betul-betul akan dapat memperbaharui semangat keimanan seseorang, tidak hanya itu haji mempunyai nilai kemasyrakatan dan politik yang besar bahwa Islam adalah agama yang mampu menyatukan umat manusia dalam ukhuwah islam internasional[4].

Haji di syaratkan bagi yang mampu dari segi perbekalan dan fisik, dari sini bisa disimpulkan secara filosofis haji adalah isi sebuah bangunan rumah, bagi mereka yang mampu adalah wajib mengadakannya, tetapi bagi mereka yang memang tidak mampu tetap bisa menjaga keutuhan bangunan rohani Islam dengan memelihara sahadat mereka, menjaga shalat mereka, menunaikan zakat dan berpuasa  di bulan ramadan.

Harapan besar dengan mengetahui secara utuh rahasia rukun Islam ini agar kita bisa menjaga bangunan islam kita tetap utuh bahkan bisa memperindahnya dengan ketaatan dan kepasrahan kepada segala aturan Allah Swt dan Rasulnya. Aamiin.

  

[1] Weinata sairin, Kerukunan Umat beragama. BPK Gunung Mulia, 2006.
[2] Tuntunan Membayar zakat, ttp, 2013.hal.16.
[3] Faridah AW. Malangyudo, Beberapa masalah puasa. Ariesta, Jakarta 1992, hal. 3
[4] Malik Ghulam Farid, Al-Qur’an Terjemah dan Tafsir Singkat, Neratja Press. 2014. hal. 1174.

Post a Comment

0 Comments