AKHLAKUL KARIMAH RASULULAH SAW DALAM BERBAGAI SEGI KEHIDUPAN



Oleh: Mln. Rahmat Rahmadijaya


اَلَّذِیۡنَ یَجۡتَنِبُوۡنَ کَبٰٓئِرَ الۡاِثۡمِ وَ الۡفَوَاحِشَ اِلَّا اللَّمَمَ ؕ اِنَّ رَبَّکَ وَاسِعُ الۡمَغۡفِرَۃِ ؕ ہُوَ اَعۡلَمُ بِکُمۡ اِذۡاَنۡشَاَکُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ وَ اِذۡ اَنۡتُمۡ اَجِنَّۃٌ فِیۡ بُطُوۡنِ اُمَّہٰتِکُمۡ ۚ فَلَا تُزَکُّوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ ؕ ہُوَ اَعۡلَمُ بِمَنِ اتَّقٰی 

Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji kecuali kesalahan-kesalahan kecil yang tidak sengaja. Sesungguhnya Tuhan engkau Maha Luas pengampunan-Nya. Dia lebih mengetahui mengenai diri kamu ketika Dia menciptakanmu dari bumi (tanah) dan ketika kamu berupa janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu menganggap  dirimu  sendiri suci, Dia Maha Maha Mengatahu siapa yang bertakwa. (Al-Najm [53]: 32)

Di kalangan Bani Israil terdapat orang-orang yang membangga-banggakan diri atau keturunan atau leluhur, bahkan lebih hebat lagi, yaitu pendakwaan, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”, padahal kenyataanya tidak sehebat itu. Sebagaimana Firman-Nya:

وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ وَ النَّصٰرٰی نَحۡنُ اَبۡنٰٓؤُا اللّٰہِ وَ اَحِبَّآؤُہٗ ؕ قُلۡ فَلِمَ یُعَذِّبُکُمۡ بِذُنُوۡبِکُمۡ ؕ بَلۡ اَنۡتُمۡ بَشَرٌ مِّمَّنۡ خَلَقَ ؕ یَغۡفِرُ لِمَنۡ یَّشَآءُ وَ یُعَذِّبُ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا بَیۡنَہُمَا ۫ وَ اِلَیۡہِ الۡمَصِیۡرُ

Dan  orang-orang Yahudi  serta Nasrani berkata: “Kami kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya” Katakanlah hai Rasulullah: “Jika benar demikian, lalu mengapa Dia mengazab kamu karena dosa-dosamu?” Tidak, bahkan kamu adalah manusia-manusia biasa dari antara mereka yang telah diciptakan oleh-Nya.” Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan Dia menghukum siapa yang Dia kehendaki, dan milik Allah kerajaan seluruh langit dan bumi  dan apa yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya  kembali. (Al-Māidah [5]: 18).

Pentingnya Memiliki Ketakwaan
Allah Ta’ala tidak pernah memiliki hubungan khusus dengan manusia baik secara perorangan mau pun secara kaum (bangsa). Oleh karena itu, di kalangan umat manusia tidak ada satu pun manusia atau suatu kaum yang secara khusus merupakan manusia (orang) atau kaum (bangsa) yang paling dicintai Allah Ta’ala, kecuali orang-orang yang paling bertakwa di antara manusia (QS. 49:13), dalam halnya adalah para Rasul Allah (QS.4: 69) khususnya Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3: 31; QS.33:21; QS. 53:1-18). Firman-Nya:

یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al Hujurāt [49]:13)

Sehubungan dengan firman Allah tersebut tersebut, Nabi Besar Muhammad saw. pada peristiwa Hajjatul-Wada' (Haji Terakhir) memberikan nasihat kepada para Sahabah  ra. sebagai berikut:

“Wahai sekalian manusia! Tuhan kamu itu Esa dan bapak-bapakmu satu jua adanya. Seorang Arab tidak memiliki kelebihan atas orang-orang bukan-Arab. Seorang berkulit putih sekali-kali tidak memiliki kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang berkulit merah tidak memiliki kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih, melainkan kelebihannya adalah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia. Orang yang paling mulia di antara kamu sekalian  pada pandangan Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu.” (Baihaqi).

Janji Allah Kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Keturunannya
Ketakwaan suatu bangsa itu pulalah yang dijadikan landasan untuk berlakunya janji Allah Ta’ala kepada Nabi Ibrahim a.s.  ketika Allah Ta’ala menyatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. – akibat kepatuh-taatnnya yang sempurna kepada perintah Allah Ta’ala – akan menjadikan beliau sebagai imam bagi umat manusia. Dan ketika Nabi Ibrahim a.s. memohon agar janji tersebut berlaku pula bagi anak-keturunan jasmani beliau maka Allah Ta’ala dengan tegas menjawab: Laa yanaalu ‘ahdizh- zhaalimiin – janji-Ku tidak mencapai (tidak berlaku) bagi orang-orang yang zalim!” (QS.2: 124).

Itulah sebabnya dalam kalangan keturunan Nabi Ibrahim a.s. telah berlaku pula Sunnatullah mengenai penggantian suatu kaum oleh kaum lainnya ketika yang yang terpilih sebelumnya mulai melakukan berbagai bentuk kedurhakaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya (QS.7:35-37), termasuk Bani Israil dan Bani Ismail (Bangsa Arab).

Jadi, jika demikian kenyataannya apalah artinya membangga-banggakan pengakuan bahwa:  “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihnya” atau “kami adalah golongan habaib yang memiliki nasab kepada Nabi Besar Muhammad saw..” Jawaban Allah Ta’ala adalah tetap sama: Laa yanaalu ‘ahdizh- zhaalimiin – janji-Ku tidak mencapai (tidak berlaku) bagi orang-orang yang zalim!” (QS.2:125).

Satu-satunya cara untuk menjadi “habib (habaib)” yang hakiki yang berlaku bagai seluruh umat manusia – bukan  khusus hanya bagi orang-orang Timur Tengah -- adalah firman Allah Ta’ala berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:

قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ  قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ 

Katakanlah hai Rasulullah, “Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, kemudian Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Katakanlah hai Rasulullah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya, lalu jika kamu berpaling sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Ali ‘Imran [3]: 31-32).

Menurut Allah Ta’ala, tanda utama  bahwa seseorang Muslim  benar-benar sangat mencintai Allah Ta’ala dan Nabi Besar Muhammad saw., dan sebagai balasannya adalah ia pun mendapat kecintaan dan keridhaan dari Allah Ta’ala serta restu dari Nabi Besar Muhammad saw. adalah firman-Nya berikut:

وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا 

Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul ini (Rasulullah) maka mereka akan termasuk golongan orang-orang yang kepada mereka Allah memberikan nikmat, yaitu: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syuhada (saksi-saksi) dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sahabat-sahabat yang sejati. Inilah karunia dari Allah dan memadailah Allah sebagai Zat Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisa [4]: 69-70)

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Al-Qalam : 4)

Kehidupan pendiri agung agama Islam adalah bagaikan kitab terbuka yang pada tiap-tiap bagiannya kita menjumpai penjelasan dan perincian yang sangat menarik. Tidak ada guru atau nabi lain yang kehidupannya direkam begitu lengkapnya yang karenanya begitu mudah dipelajari seperti kehidupan Rasulullah saw.

Betapa pentingnnya dan berharganya soal menghubungkan sebuah kitab suci dengan guru yang membawanya, sudah disadari sangat dini dalam Islam. Salah seorang dari istri-istri Rasulullah saw ialah Siti Aisyah ra, yang masih muda sekali. Namun, ketika para Sahabat Nabi saw bertanya tentang akhlak dan kepribadian Nabi saw, beliau menjawab segera bahwa akhlak Rasulullah saw adalah Alquran.

Apa yang diamalkan Rasulullah saw adalah apa yang diajarkan oleh Alquran. Dan, apa yang diajarkan oleh Alquran adalah tak lain selain apa yang diamalkan beliau. Maksud Siti Aisyah ra adalah melukiskan  suatu kebenaran yang luhur dan penting itu dalam kalimat yang pendek dan sederhana, seorang Guru yang benar dan jujur tidak mungkin mengajarkan sesuatu tetapi melakukan lain lagi atau mengerjakan sesuatu tetapi mengajarkan lain lagi.

Akhlak yang mulia Sayyidina AL-MUSHTHOFA, Muhammad… saw adalah agar kita mengetahui dan mencontohnya dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari. Sejarah menjadi saksi bahwa semua kaum di Arab sepakat memberikan gelar kepada Muhammad saw “Al-Amin”, artinya orang yang terpercaya, padahal waktu itu beliau belum dinyatakan sebagai Nabi.

Peristiwa ini belum pernah terjadi dalam sejarah Mekkah dan Arabia. Hal itu menjadi bukti bahwa Rasulullah saw memiliki sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam pengetahuan dan ingatan kaumnya tidak ada orang lain yang dapat dipandang menyamai dalam hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan apa-apa yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi istimewa.

Diriwayatkan tentang Rasulullah saw bahwa segala tutur kata beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan bahwa beliau (tidak seperti orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah (Turmudzi). Hal itu merupakan suatu kekecualian bagi bangsa Arab.

Kami tidak mengatakan bahwa orang-orang Arab di zaman Rasulullah saw biasa mempergunakan bahasa kotor, tetapi tidak pelak lagi bahwa mereka biasa memberikan warna tegas di atas tuturan mereka dengan melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup banyak, suatu kebiasaan yang masih tetap berlangsung sampai hari ini juga. Tetapi Rasulullah saw menjunjung tinggi nama Tuhan sehingga beliau tidak pernah mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima.

Tiap-tiap segi kehidupan Rasulullah saw nampak jelas diliputi dan diwarnai oleh cinta dan bakti kepada Allah. Walaupun, pertanggung-jawaban yang sangat berat terletak di atas bahu beliau, bagian terbesar dari waktu, siang dan malam dipergunakan untuk beribadah dan berdzikir kepada Allah.

Beliau biasa bangkit meninggalkan tempat tidur tengah malam dan larut dalam beribadah kepada Allah sampai saat tiba untuk pergi ke masjid hendak shalat subuh. Kadang-kadang beliau begitu lama berdiri dalam shalat tahajjud sehingga kaki beliau menjadi bengkak-bengkak dan mereka yang menyaksikan beliau dalam keadaan demikian sangat terharu.

Sekali peristiwa Aisyah ra berkata kepada beliau, “Allah telah memberi kehormatan kepada engkau dengan cinta dan kedekatan-Nya. Mengapa engkau membebani diri sendiri dengan menanggung begitu banyak kesusahan dan kesukaran?” Beliau menjawab “Jika Allah, atas kasih sayang-Nya, mengaruniai cinta dan kedekatan-Nya kepadaku, bukankah telah menjadi kewajiban pada giliranku senantiasa menyampaikan terima kasih kepada Dia? Bersyukurlah hendaknya sebanyak bertambahnya karunia yang diterima (Kitabul-Kusuf)

Allah telah memberikan mata untuk melihat; maka bukan ibadah tetapi aniaya kalau mata dibiarkan pejam atau dibuang. Bukan penggunaan kemampuan melihat secara tepat yang dapat dipandang dosa, melainkan penyalahgunaan daya itulah yang menjadi dosa.

Perlakuan Rasulullah saw terhadap tetangga dengan ramah dan penuh perhatian; beliau sangat menekankan agar orang berbakti dan mengkhidmati orang tua serta memperlakukan mereka dengan baik dan kasih-sayang; beliau selamanya memilih pergaulan dengan orang-orang baik dan jika melihat suatu kelemahan pada salah seorang dari para sahabat, beliau menegurnya dengan ramah secara berempat mata.

Rasulullah saw sangat berhati-hati membawa diri agar tidak timbul kemungkinan adanya salah faham; Beliau tidak pernah mengemukakan kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan orang lain dan menasihati orang-orang jangan mengumumkan kesalahan-kesalahan sendiri.

Kesusahan, penderitaan atau kemalangan di saat menjelang wafat, beliau pikul dengan penuh kesabaran sampai-sampai Fathimah ra tidak tahan melihat ayahnya dalam keadaan demikian, namun beliau bersabda kepadanya, “Bersabarlah, ayahmu tidak akan menderita lagi sesudah hari ini.”

Rasulullah saw menekankan agar para sahabat bekerja sama satu dengan lainnya. Ketika seseorang mengadukan saudaranya yang bermalas-malasan, beliau bersabda kepadanya, “Tuhan telah mencukupi kebutuhanmu berkat adanya saudaramu, dan karena itu menjadi kewajibanmu mencukupi kebutuhannya dan membiarkan dia bebas mengkhidmati agama” (Turmudzi).

Rasulullah saw dalam jual-beli secara terus terang dan sangat mendambakan orang-orang muslim agar jangan melakukan kelicikan dalam transaksi atau jual-beli. Beliau senantiasa optimis menghadapi masa depan.

Beliau sangat memusuhi sikap pesimis atau keputusasaan, Beliau bersabda, “Siapa yang menyebarkan rasa pesimis di kalangan masyarakat, ia bertanggung jawab atas kemunduran bangsa; sebab pikiran-pikiran pesimis mempunyai kecenderungan mengecutkan hati dan menghentikan laju kemajuan.

Rasulullah saw bukan saja menekankan pada kebaikan toleransi dalam urusan agama, tetapi memberikan contoh-contoh yang sangat tinggi dalam urusan ini. Suatu delegasi suku Kristen Najron yang telah berdialog selama beberapa jam, meminta idzin untuk meninggalkan masjid untuk mengadakan kebaktian di tempat yang tenang, Rasulullah saw bersabda, “Mereka tidak perlu meninggalkan masjid yang memang merupakan tempat khusus untuk kebaktian kepada Tuhan dan mereka dapat melakukan ibadah mereka di situ (Az-Zurqani)

Keberanian Rasulullah saw luar biasa, ketika terjadi isu bahwa pasukan Romawi akan mengadakan pendudukan di Madinah dan ketika ada suara gaduh di tengah malam, beliau mengadakan penelitian sendiri dengan menaiki kudanya. Beliau sangat lunak terhadap orang yang kurang sopan terhadap beliau.

Rasulullah saw sangat menaruh penting ihwal asas menyempurnakan perjanjian. Sekali peristiwa seorang duta datang kepada beliau dengan tugas istimewa dan sesudah ia tinggal beberapa hari bersama beliau, ia yakin akan kebenaran Islam dan mohon diperbolehkan bai’at masuk Islam.

Rasulullah saw menjawab bahwa perbuatannya itu tidak tepat karena ia datang sebagai duta dan telah menjadi kewajibannya untuk pulang ke pusat pemerintahannya tanpa mengadakan hubungan baru. Jika sesudah pulang ia masih yakin akan kebenaran Islam, ia dapat kembali lagi sebagai orang bebas dan masuk Islam

Beliau sangat menghargai mereka yang membaktikan waktu dan harta bendanya untuk menghidmati umat manusia. Suku Arab , Banu Tho‘i mulai mengadakan permusuhan terhadap Rasulullah saw dan kekuatan mereka dapat dikalahkan dan beberapa orang ditawan dalam sebuah peperangan.

Seorang dari tawanan itu adalah seorang anak perempuan Hatim, seorang yang kebaikan dan kemurahannya telah menjadi buah bibir bangsa Arab. Ketika anak Hatim menerangkan kepada Rasulullah saw mengenai silsilah kekeluargaannya, beliau memperlakukan wanita itu dengan penghormatan yang besar dan sebagai hasil dari perantaraannya beliau membatalkan semua hukuman yang tadinya akan dijatuhkan atas wanita itu sebagai tindak balasan terhadap serangan mereka [28].

Sedemikian agung dan indahnya Akhlak Muhammad Rasulullah saw, sebagai hamba teladan umat manusia yang hidup sezaman dengan beliau maupun umat manusia yang hidup sesudahnya hingga hari Kiamat, karena itu hanya ada satu syahadat pada beliau saja yang disyari’atkan dalam agama dan wajib diikrarkan oleh setiap orang yang masuk ke dalam agama Islam, sebagai tekad untuk mengawali dalam mengikuti dan meneladani kehidupan beliau. Adapun jaminan bagi orang yang telah mengikrarkan syahadat itu adalah sorga, sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

Aku bersaksi tiada tuhan kecuali Allah Yang Esa yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya, maka tiada seorang pun yang bertemu dengan kedua kalimah syahadat itu pada Hari Qiamat, kecuali ia dimasukkan kedalam sorga karena apa yang ada di dalamnya.

Post a Comment

0 Comments