ADAKAH YANG BERTEMU LAILATUL QADR?



Oleh : Mln. Murtiyono Yusuf Ismail

Di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, kita mengetahui dari hadits dan Al Quran bahwa di antara malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan Allah Ta’ala akan menurunkan atau mengganjar seorang hamba yang terberkati dengan Lailatul Qadr malam yang ditaqdirkan. Kita sejak kecil memahami dari cerita guru-guru kita bahwa siapa yang pada malam hari di hari-hari ganjil sepuluh terakhir ini dia salat malam, dan setelahnya dia melihat, angin sejuk, sepoi-sepoi dan hewan tidak berisik, daun tidak bergerak, langit cerah dengan bintang dan bulan terang, maka dia telah bertemu dengan Lailatul Qadr. 

Ada juga yang memaknai bahwa jika dia mendapati saat fajar menyingsing, dia melihat sinar matahari yang teduh, bercahaya lembut, maka tadi malam Lailatul Qadr telah turun. Maka siapa pun dia yang memahami dan mengalami hal seperti ini, seumur hidup dapat dipastikan dia tidak akan dapat bertemu yang namanya Lailatu Qadr.

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّآ أَنْزَلْنٰهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلٰٓئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Aku Baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada Lailatul Qadr. Dan apakah engkau tahu apa Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu lebih baik daripada seribu bulan. Di dalamnya turun malaikat-malaikat dan ruh dengan izin Tuhan mereka membawa segala urusan. Selamat sejahtera sampai fajar terbit. (Al-Qadr: 1-5)

Pada umumnya lail dan lailah kedua-duanya berarti malam, tetapi menurut Marzuqi, penyusun kamus kenamaan, kata lail dipakai sebagai lawan kata nahār dan lailah sebagai lawan kata yaum. Lailah mengandung arti lebih luas dan berjangkauan lebih jauh daripada kata lail, seperti kata yaum, yang adalah lawan kata lailah, mengandung arti lebih luas daripada nahār yang adalah lawan kata lail. 

Kata lailah telah dipergunakan sebanyak delapan kali dalam Al-Qur’an (sekali dalam QS.2: 52; 2: 188; 44: 4; dua kali dalam QS.7: 143 dan tiga kali dalam ayat-ayat yang sedang dibahas), dan di setiap tempat kata itu dipergunakan sehubungan dengan turun Al-Qur’an dan masalah-masalah yang berkaitan dengan itu. Dengan demikian kata lailah mengisyaratkan kepada kemuliaan, keagungan, dan kebesaran malam-malam yang di dalamnya Al-Qur’an diturunkan.

Qadr berarti, nilai, kecukupan, kebesaran, takdir, nasib, kekuasaan (Lane). Menimbang berbagai arti qadr dan lailah itu, maka ayat ini dapat diberi tafsiran sebagai berikut: Al-Qur’an telah diturunkan di dalam suatu malam yang secara khusus telah diperuntukkan bagi penampakan kekuasaan Ilahi yang istimewa, atau di dalam suatu malam yang mempunyai nilai sama dengan seluruh jumlah malam-malam lainnya, atau di dalam suatu malam yang mempunyai kebesaran, keagungan, dan kehormatan; atau, di dalam suatu malam yang mempunyai kecukupan, yaitu, Al-Qur’an memenuhi selengkapnya semua kebutuhan dan keperluan manusia, baik mengenai akhlak maupun ruhaninya. 

Atau, artinya adalah Tuhan telah menurunkannya dalam Malam Takdir atau Malam Nasib, yakni, Al-Qur’an diturunkan pada saat ketika nasib manusia ditakdirkan, pola alam semesta masa mendatang telah ditetapkan, dan asas-asas petunjuk yang tepat bagi umat manusia telah diletakkan untuk sepanjang masa mendatang. 

Masa kemunculan seorang muslih rabbani (Pembaharu, reformer agama) besar  disebut Lailat al-Qadr, karena pada masa itu dosa dan kejahatan merajalela serta kekuatan kegelapan menguasai segala yang lain. Lailat al-Qadr telah diartikan pula sebagai suatu malam tertentu di antara malam-malam tanggal ganjil pada sepuluh hari terakhir di dalam bulan Ramadhan, tatkala Al-Qur’an pertama kali mulai diturunkan. Atau, ayat itu dapat berarti, seluruh jangka waktu 23 tahun yang meliputi risalat Rasulullah Saw, ketika selama jangka waktu itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsurangsur.

Alf (seribu), yang merupakan bilangan paling tinggi dalam bahasa Arab dan berarti bilangan yang tidak terhitung banyaknya. Ayat itu berarti bahwa Malam Takdir atau Malam Nasib itu nilainya lebih baik daripada semua bulan yang tidak terhitung bilangannya, yaitu, zaman Rasulullah Saw itu lebih baik dan lebih unggul daripada semua zaman dijumlahkan. Ayat ini mengandung isyarat mengenai kemunculan para muslih rabbani (imam-imam zaman) di antara orang-orang Muslim, bilamana orang-orang Muslim memerlukan mereka. 

Seribu bulan dengan perhitungan kasar membuat satu abad, dan Rasulullah Saw diriwayatkan pernah bersabda, bahwa Allah Swt pada permulaan setiap abad akan senantiasa membangkitkan dari antara pengikut-pengikutnya seorang mujaddid yang akan membangkitkan kembali Islam dan memberinya suatu kehidupan dan gairah baru (Ibnu Majah).

Al-Rūh di sini berarti semangat baru, kebangkitan, istiqamah atau ketetapan hati. Di dalam malam Lailat al-Qadr para malaikat turun untuk menolong utusan Ilahi atau muslih rabbani untuk menda’wakan kebenaran, dan para pengikutnya diisi dengan kehidupan baru dan semangat baru untuk menyebarkan dan menablighkan Amanat Ilahi.

Pada masa seorang nabi atau muslih rabbani, semacam kedamaian pikiran dan perasaan hinggap kepada orang-orang mukmin di tengah-tengah kesulitan dan cobaan. Kegembiraan samawi yang menggugah semangat mereka pada saat itu mengungguli segala macam kegembiraan yang bersifat kebendaan dan memanjakan nafsu. Fajar terbit” berarti berlalunya malam-kesulitan dan terbitnya fajar kemenangan dan keunggulan kebenaran.

Lailatul Qadr secara umum berarti bahwa malam dimana, kebaikan, keindahan, perbaikan, kejamalan, keelokan, sesuatu yang baru dan lebih baik, nasib baik, ketentuan baru dan lebih baik, kehendak dan pengabulan itu terjadi bisa pada seseorang atau suatu kaum.

Seseorang pendosa jika dengan kesadaran, dan keinginan penuh walau terkadang ditengah jalan tersandung, namun dengan segala daya upayanya dia menuju panggilan Allah ta’ala. Kemudian dia berusaha menghidupkan ibadah malamnya dalam Ramadhan dan menambah ibadahnya di sepuluh terakhir Ramadhan maka besar kemungkinan dia akan mendapatkan Lailatul Qadr

Segala daya dan upayanya akan menarik kasih sayang dan ridha Allah Ta’ala sehingga di malam tertentu itu Allah Ta’ala akan memberikan “mata” yang baru baginya. Akan memberikan “hati” yang baru, akan memberikan “mulut” yang baru, kaki, tangan, pikiran, semangat baru. Intinya langit baru dan bumi baru tempat dia berpijak dan berlindung segalanya akan dirasakan indah dan menggairahkannya. Akan terlahir semangat kecintaan, belas kasih, pengorbanan, dan pengabdian kepada makhluk dan Allah Ta’ala.  

Satu malam yang akan menghantarkannya pada titik balik dari bergelimangan keburukan pada diri seseorang atau sebuah kaum atau bangsa kepada kondisi yang disukai Allah Ta’ala.  Satu malam yang tidak pernah dia temukan selama hidup dia dan mengilhaminya sehingga malam itu dengan diturunkannya Malaikat dan Ruhul Qudus kepadanya. Dia memiliki kekuatan dan dukungan kepada jalan yang diridhai Allah Ta’ala. 

Dengan sangat indah Hadhrat Rasulullah saw menyimbolkannya dengan “suatu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan.” Penggambaran Lailatul Qadr juga lebih dari itu, karena berkat-berkat Lailatul Qadr melebihi dari perhitungan dan jangkauan pikiran manusia. Dan sulit dipahami dengan sejatinya bagi mereka yang tidak pernah bertemu dengannya.

Hadrat Mirza Ghulam Ahmad as, Imam Mahdi yang dijanjikan, bersabda “Lailatul Qadr tidak hanya suatu malam khusus yang turun selama bulan Ramadhan. Lailatul Qadr itu ada tiga bentuk: [pertama], suatu malam pada bulan Ramadhan, [kedua] zaman seorang Nabi Allah dan [ketiga], Lailatul Qadr bagi seseorang juga berarti suatu waktu ketika ia menjadi suci dan bersih.”

Dia dibersikan dari sampah dan kekotoran dunia, memiliki keimanan yang teguh serta membersihkan dirinya dari segala kejahatan dengan mengoreksi diri dan mengharapkan pahala-Nya. Itulah Lailatul Qadr baginya.

Zaman dimana seorang utusan Tuhan, Nabi/Rasul, Reformer, Muslih Rabbani, Imam zaman yang diutus Allah Ta’ala juga dapat disebut Lailatul Qadr. Maka barang siapa dapat mencari dan menemukannya dan mengimaninya sungguh dia telah mendapatkan Lailatul Qadr.

Makna yang ketiga, jika Lailatul Qadr seperti ini dialami oleh kita dan kita sungguh-sungguh menjadi milik-Nya, menjalankan segala perintah-Nya serta meningkatkan standar ibadah kita, berarti kita telah menemukan tujuan yang telah Allah Ta’ala perintahkan kepada kita. Setiap siang dan malam bagi kita menjadi saat-saat pengabulan doa.

Kita, yang merupakan pengikut dari pecinta sejati Hadhrat Rasulullah saw, perlu mengadakan perubahan revolusioner dalam diri kita dan meningkatkan keimanan kita sehingga setiap perkataan dan perbuatan kita adalah untuk meraih ridha Allah Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala membuat kita semua merasakan Lailatul Qadr yang merupakan contoh khas pengabulan doa dan yang mengenainya Hadhrat Rasulullah Saw telah katakan kepada kita bahwa malam tersebut turun pada satu malam selama hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Semoga dengan merasakannya dapat menjadikan kita tetap berada dalam ketakwaan serta meningkatkan standar ketakwaan kita. Semoga segala dosa yang telah lalu memperoleh ampunan-Nya dan semoga dengan karunia-Nya, Allah Ta’ala senantiasa menganugerahkan kita kekuatan dan jiwa istiqomah dalam iman dan amal soleh.

Semoga kita dapat maraih Lailatul Qadr dalam Ramadhan ini, dan hari demi hari Allah Ta’ala menarik kita kearah-Nya:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى


Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.

Referensi :
1.      Al Quran Terjemah dan Tafsir Singkat JAI
2.      Khutbah Jumat, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis aba, 10 Juli 2015 di Masjid Baitul Futuh, London, UK.

Post a Comment

0 Comments