Mari Implementasikan Semangat Pengorbanan dalam Kehidupan Nyata




Oleh: Mln. Mubasyir Fadhal Ahmad (Muballigh Melak)

Timbul di benak Penulis melihat kondisi manusia di zaman sekarang, bahkan terjadi pada Umat  Islam itu sendiri bahwa banyak sekali pemahaman yang rasanya sulit dimengerti ketika kita membicarakan suatu amalan yang berkaitan dengan pengorbanan yang pada intinya amalan ini biasa kita ungkapkan dan juga kita kerapkali mendengar dari mereka yang pandai mengolah kata untuk memberikan motivasi kepada kita bahkan mudah sekali dalam memberikan sebuah teori berkenaan dengan hal itu. 

Namun, mengapa banyak sekali yang tidak merasakan buah dari pengorbanan tersebut, sehingga untuk mengamalkannya pun menjadi sebuah pertimbangan yang sangat besar  bagi setiap orang, bahkan cenderung meninggalkannya.

Lalu, apa sih pengorbanan itu. Pengorbanan adalah merelakan sesuatu yang berharga, baik harta, waktu, pikiran, bahkan nyawa sekalipun kepada wujud yang kita cintai, jadi pengorbanan itu erat kaitannya dengan dasar "kecintaan". Bentuk apapun yang kita korbankan jika dilakukan atas dasar cinta maka pengorbanan itu akan manjadi pengorbanan yang hakiki. 

Kita juga harus paham bahwa sesuatu yang direlakan mesti sesuatu yang bernilai di mata kita, dan juga yang kita cintai. Oleh karena itu, berkorban pasti akan ada rasa berat di dalam hati untuk mengamalkannya. 

Bukanlah berkorban jika kita melakukannya dalam keadaan lapang, inilah yang menjadikan pengorbanan agak sedikit berbeda dengan bersedekah/atau berbuat baik, bisa saja seseorang bersedakah kepada siapapun dalam kondisi lapang atau mampu. 

Namun, jika sudah berkorban pasti ada yang direlakan, dan itu akan menjadi pengorbanan yang hakiki bila kita melakukannya dengan penuh pertimbangan dan keikhlasan, siapapun bisa berkorban, tidak harus orang yang berkecukupan saja, bahkan orang yang berkekurangan pun bisa melakukan suatu pengorbanan yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Allah Swt. dengan pengorbanan itulah kita akan mendapatkan nilai disisi-Nya. Insya Allah

Kita ambil beberapa contoh, bagaimana orang tua kita yang telah berkorban untuk diri kita, menghidupi kita menafkahi kita, menjaga kita, mendidik kita dengan penuh kesabaran, dan mereka melakukan itu semua atas dasar cinta kepada kita sehingga pengorbanan dari sosok orang tua akan sangat terasa sekali. 

Begitu juga, sosok pahlawan negeri, bagaimana mereka dengan kecintaan yang tinggi dan kesetian terhadap negerinya sehingga rela mengorbankan dirinya berjuang membela negerinya melawan penjajah demi memperjuangkan kemerdekaan. Dan, banyak lagi contoh-contoh yang lain.

Lalu, sekarang bagaimana kita ingin berkorban di jalan Allah Taala. Seperti apa coraknya.
Nah, seperti yang sudah diterangkan di atas, pertanyaan yang akan muncul setelah itu adalah, sudahkah kita melakukan semua pengorbanan itu atas dasar cinta? 

Ada contoh lain berkenaan dengan ini, kita bisa lihat di dalam sejarah membuktikan bahwa bagaimana kecintaan para nabi terhadap Allah Taala, sampai mereka mengorbankan kehidupannya demi menegakan Tauhid Ilahi, menyebarkan missi pertablighan di tengah kemusyrikan dan keburukan keburukan yang merajalela. 

Mereka ikhlas serta penuh dengan kesabaran dalam  menghadapi kesulitan kesulitan di dunia ini. Begitu juga, para sahabat Nabi Saw yang tidak diragukan lagi pengorbanannya ketika membela Rasul Tercinta untuk mengibarkan bendera Islam. Dan, terbukti buah dari pengorbanan itu sangat nampak sekali dirasakan oleh mereka, bahkan sampai kepada kita.

Begitu pun halnya jika kita belum melakukan pengorbanan atas dasar kecintaanterhadap Allah Swt, maka sampai kapanpun kita tidak akan mndapatkan buah yang bisa dirasakan sepenuhnya di dalam diri kita, dan itulah yang menjadikan seseorang enggan untuk melakukan pengorbanan, bahkan cenderung ditinggalkan (Naudzu billahi min dzalik).

Jika kita mengacu kepada Al-Qur'an, apa sih yang dikatakan Al-Qur'an berkenaan dengan pengorbanan, lalu seperti apa konsepnya.

Kalau kita kaji, dapat kita temukan bahwa pengorbanan itu erat kaitannya dengan membelanjakan sesuatu apapun yang kita miliki dan kita cintai. Di dalam Al-Qur'an Surah Ali-Imran ayat 92:

لن تنال البرّ حتّى تنفقوا ممّا تحبّون، وما تنفقوا من شيءٍ فإنّ اللّه به عليم

"Sekali kali kamu tidak akan memperoleh kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan dari apa apa yang kamu cintai, maka apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya".

Nah, berkenaan dengan ini, kita ambil penjelasan dari Hadhrat Maulana Hakim Nuruddin Khalifatul Masih Awwal Ra.. Beliau mengaitkan ayat tersebut dengan ayat dalam Ruku' Pertama Surat Al-Baqarah:
وممّا رزقناهم ينفقون

"Dan dari apa apa yg di rezekikan, mereka membelanjakannya (di jalan Allah)"

Jelas sekali bahwa bentuk apa pun yang telah Allah anugerahkan kepada kita, berusahalah untuk dikorbankan sebagiannya di jalan-Nya. Tentu, kita lakukan semua ini atas dasar kecintaan kepada wujud sang Khaliq sehingga kita bisa mengamalkannya semata-mata demi meraih keridhaan-Nya.

Lalu, setelah itu beliau pun menjelaskan kata:

ممّا تحبّون
"Dari apa apa yg kamu cintai" 

Lebih spesifik bahwa di zaman sekarang ini, sesuatu yang sangat dicintai oleh manusia adalah "harta", mengacu pada  Qur'an Surah Al-'Adiyat ayat 8 :
وإنّه لحبّ الخير لشديد

"Bahwa manusia sangat mencintai hartanya" (Lampiran Surat Kabar Badar Qadian 1 dan 8 Juli 1909 dgn Rujukan Haqaaiqul- Furqan jilid 1 hlm.500-501).

Ternyata, kalau kita lihat di masa sekarang, untuk membakar semangat jihad kepada seseorang itu cukup mudah, mereka siap mengorbankan jiwa, tapi di sisi lain kobaran semangat itu juga karena "imingan Harta". 

Begitu juga orang ingin mengorbankan waktunya untuk agama, lagi lagi mereka memperhitungkan semuanya dengan harta, karena bagi mereka mencari imbalan adalah suatu harapan, sehingga kalau harus mengorbankan waktunya tanpa ada sesuatu yang bisa diharapkan, maka dia berpikir bahwa pasti suatu kerugian akan  menimpanya. 

Pada akhirnya, mereka siap mengorbankan waktunya jika ada suatu imbalan atau sesuatu yang bisa diharapkan. Nah, Problematika yang seperti ini sudah bukan sesuatu yang baru lagi. Sebab, sudah banyak kita temukan di masa sekarang. Artinya apapun yang akan dilakukan oleh manusia, semua itu tidak terlepas dari imbalan, dalam hal ini adalah "Harta".

Lihatlah, betapapun manusia dalam mencintai hartanya, sehingga ayat ممّا تحبّون itu dijelaskan oleh Hadhrat Khalifatul Masih Awwal ra. bahwa itu tertuju kepada "Harta".

Perhatikan saja, kita sering mendengar berkenaan dengan Surah Ali -Imran ayat 92 itu, banyak sekali orang yang gagal paham dalam memahaminya. Ada saja yg menanggapi dalil tersebut dengan mengatakan: "kalau kita harus mengorbankan sesuatu yang sangat kita cintai, maka  bagaimana kalau yang kita cintai ini adalah istri kita? Lalu, bagaimana kita bisa menerapkan pengorbanan itu dengan menyerahkan istri kita untuk dikorbankan kepada orang lain.?"

Mungkin pertanyaan ini adalah guyonan namun akan sangat membingungkan. Sebab, siapa sih yang mau Istrinya dikorbankan kepada orang lain, hanya karena ingin memperoleh kebaikan dari Allah Swt?

Walhasil, dalam ayat ini ternyata kita dapati dari apa yang telah dijelaskan oleh Hadhrat Khalifatul Masih Awwal Ra. bahwa "Harta"-lah yang menjadi ujian bagi kita semua, sehingga untuk mengorbankan Harta di jalan Allah Taala, perlu adanya usaha yang keras dan tulus ikhlas walaupun berat sekali untuk mengamalkannya. 

Oleh karena itu, hendaknya kita harus terus menjalin hubungan yang khas dengan-Nya sehingga kita pun Insya Allah dapat menarik kecintaan maupun ridha  dari Allah Swt. yang darinya buah pengorbanan tersebut akan kita dapatkan. Apalagi, di tengah wabah yang sedang melanda negeri kita ini, yaitu pandemi Covid-19 yang penyebarannya semakin meluas ke berbagai negara di dunia dan dampaknya pun akan sangat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi kita.

Oleh karena itu, marilah kita sama sama untuk saling meningkatkan kepedulian kita terhadap satu sama lain sehingga dalam hal pengorbanan ini kita sudah bisa menerapkannya pada situasi sekarang ini.

Terakhir, saya sampaikan sabda dari Hadhrat Rasulullah Saw. maupun Hadhrat Masih Mau'ud as. berkenaan dengan pengorbanan ini: 

Hadrat Rasulullah Saw pun Pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Hadhrat Aqbah bin Amir ra. bahwa, "Pada hari kiamat sampai pada saat ini selesai pemeriksaan perhitungan catatan amal, orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan tetap berada di bawah naungan hartanya yang telah mereka belanjakan". (Musnad Ahmad bin Hanbal)

Lagi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Al-Masih Al-Mau'ud as pun bersabda, "Saya benar benar meyakini bahwa bakhil dan iman tidak akan menyatu dalam suatu hati. Barangsiapa beriman kepada Allah dengan hati yang tulus dan dia menganggap hartanya tidak hanya apa yang ada di dalam kantongnya, bahkan segenap khazanah khazanah Tuhan dia anggap sebagai khazanah khazanahnya dan menahan jauh dari dirinya (yakni kekikiran jauh dari dirinya) sebagaimana kegelapan jauh dari cahaya".
(Tabligh Risalat Jilid 10 hlm.55)



Post a Comment

0 Comments