TAHUN BARU DAN RELATIVITAS WAKTU

Oleh : Mln. Zafar Ahmad Khudori

Tahun baru, baik Tahun Masehi, Hijriyah maupun tahun baru lainnya selalu berulang. Membahas tentang tahun baru berarti membahas tentang waktu.

Berikut ini pembahasan tentang “waktu” dalam berbagai perspektif.

WAKTU MENURUT ILMUWAN
Waktu tidak dapat dikendalikan. Suka atau tidak suka, kita “bergerak” melintasi –atau bersama-sama-- dengan waktu. Pergerakan ini selalu ke arah yang sama, dari masa silam ke masa mendatang, dan selalu dengan kecepatan yang sama --24 jam sehari (+ semalam).

Kita tidak dapat melangkah surut untuk mengubah sesuatu yang telah terjadi, kita pun tidak dapat melompat ke depan untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang akan terjadi di masa mendatang. Kajian dalam abad ini telah membimbing para ilmuwan untuk menguraikan perihal ruang dan waktu.

Mereka memaparkan waktu sebagai matra keempat. Meskipun kita tidapat “melihatnya”, waktu terbentang seperti ruang, persamaan seperti gagasan Pythagoras bekerja dalam empat matra matematika guna menjelaskan bagaimana benda-benda bergerak. [“Ruang & Waktu”  karya Mary dan John Gribbin. Balai Pustaka: Jakarta, 1997. hlm. 6].

WAKTU MENURUT KAMUS
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, paling tidak terdapat 7 item yang menjadi arti dari kata waktu:

Seluruh rangkaian saat ketika proses; perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung; Lamanya saat tertentu);
Saat tertentu untuk melakukan sesuatu;
Kesempatan, tempo, peluang;
Ketika, saat;
Hari (keadaan hari) dan
Saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia.
[”Kamus Bahasa Indonesia”  oleh Departemen Pendidikan RI. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm. 1613].

WAKTU DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN
Sedangkan dalam perspektif Al-Quran, “waktu” menjelaskan beberapa kesan sebagai berikut yaitu:

Kata al-ajal memberi kesan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya, sehingga tidak ada yang langgeng dan abadi kecuali Allah s.w.t. sendiri. Baca: QS al-Maidah/5: 32, al-A’raf/7: 34, al-Qashshas/28: 29 & al-Baqarah/2: 231.

Kata al-dahr memberi kesan bahwa segala sesuatu pernah tiada dan bahwa keberadaannya menjadikan ia terikat oleh waktu. Baca: QS al-Insan/76: 1 & al-Jasiyah/45: 24.

Kata al-waqt digunakan dalam konteks yang berbeda-beda, dan diartikan sebagai batas akhir suatu kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Arti ini tecermin dari waktu-waktu shalat yang memberi kesan tentang keharusan adanya pembagian teknis mengenai masa yang dialami (seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya), dan sekaligus keharusan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu-waktu tersebut, dan bukannya membiarkannya berlalu hampa.

Kata al-‘ashr memberi kesan bahwa saat-saat yang dialami oleh manusia harus diisi dengan kerja keras, memeras keringat dan pikiran untuk beribadah kepada Allah s.w.t.. Baca: QS: Yusuf/12: 36 dan 49, al-Naba’/78: 14, al-Baqarah/2: 103.

Sumber: http://eprints.stainkudus.ac.id

WAKTU DALAM TAFSIR QS 103/AL-‘ASHR
Jika “Bimillaah” (sesuai Hadits Riwayat Abu Dawud) dihitung sebagai Ayat ke-1 maka Ayat berikut adalah Ayat ke-2 yaitu:
وَالْعَصْرِ
Artinya: “Demi masa.”

Secara bahasa (selain seperti yang telah diuraikan di atas) ‘ashr juga berarti: masa; sejarah; silsilah dari abad ke abad; sore hari; atau petang hari. Sedangkan Al-‘ashran berarti: malam dan siang hari; pagi dan petang hari (Lane). [“Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsir Singkat”  karya Malik Ghulam Farid. Neratja Press: 2014. No. 3427, Hlm. 2155 ].

Dalam Ayat ke-3 Surah ini Allah s.w.t. berfirman tentang manusia yang secara umum merugi dalam memanfaatkan waktu:
إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu pasti dalam kerugian.”

Kata Al-insaan  (manusia) di sini berarti: manusia, seperti tersebut dalam QS 17:12; 18:55; 36:78 dan 70:20 yaitu manusia yang suka terburu-buru dan biasa bertangkar atau manusia yang melawan rasul-rasul Allah s.w.t.. [“Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsir Singkat”  karya Malik Ghulam Farid. Neratja Press: 2014. No. 3428, Hlm. 2155 ].

Kesaksian sejarah yang tidak pernah gagal bahwa perseorangan-perseorangan atau bangsa-bangsa yang tidak mempergunakan kesempatan yang datang kepada mereka selama hidup di dunia dengan cara tepat dan menentang hukum kodrat alam abadi yang menentukan nasib manusia, tidak boleh tidak, pasti menanggung kesedihan.

Pribadi-pribadi dan bangsa-bangsa serupa inilah yang secara khusus terkena oleh rangkuman kata al-insaan di dalam Surah ini. Hukum-hukum Tuhan tidak bisa dilawan; dan seandainya hukum-hukum itu ditentang pasti mendatangkan hukuman. [“Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsir Singkat”  karya Malik Ghulam Farid. Neratja Press: 2014. No. 3429, Hlm. 2155 ].

Selanjutnya dalam Ayat ke-4, Allah s.w.t. berfirman tentang orang-orang yang beruntung dalam memanfaatkan waktu:
إِلّا الَّذِيْنَ امَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Kecuali:
orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh dan
saling menasihati mengenai kebenaran, dan
saling menasihati mengenai kesabaran.

Dalam Surah ini dan pada beberapa tempat lain dalam al-Qur'an, orang-orang mukmin disuruh supaya mereka sendiri, bukan saja harus mengikuti asas-asas yang benar dan baik serta cita-cita yang benar tetapi harus juga menablighkannya kepada orang lain dan dengan demikian menolong menciptakan iklim sehat di sekitar mereka.

Mereka selanjutnya diperintahkan supaya jangan berkecil hati atau berputus asa waktu menghadapi perlawanan dan penindasan di tengah menjalankan tugas yang sangat berat itu, bahkan harus menanggung dengan sabar dan tabah.
Dengan demikian, Surah ini dengan sebuah Ayat yang singkat telah meletakkan peraturan berperilaku, yang dengan mengamalkan peraturan itu, orang menempuh hidup yang bahagia, sejahtera dan maju. [“Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsir Singkat”  karya Malik Ghulam Farid. Neratja Press: 2014. No. 3429, Hlm. 2155 ].

KESIMPULAN:
Waktu bersifat relatif dan alami. Setiap orang mendapat kesempatan yang sama: 24 jam.
Secara umum manusia tidak mengambil manfaat secara maksimal waktu yang tersedia. Maka itu Allah s.w.t. menyebut umumnya manusia berada dalam kerugian.
Sedangkan manusia yang beruntung, menurut Allah s.w.t. adalah:
orang-orang yang beriman: karena perasaan, pikiran, perkataan dan perbuatannya dimotivasi oleh dan untuk mencari keridhoan Allah s.w.t..
beramal shaleh: karena keshalehan atau kebaikan itu adalah nama lain dari Allah s.w.t. (lihat: asmaa-ul husnaa) maka itu setiap kebaikan mencitrakan dan mengingatkan kita kepada Allah s.w.t..

Maka itu ada ungkapan “no monopoly in goodness” (tidak ada monopoli dalam kebaikan). Itu menunjukkan bahwa kebaikan itu bersifat universal.
saling menasihati mengenai kebenaran: Karena kebenaran itu berasal dari Allah s.w.t.. Bahkan Kebenaran (Al-Haq) itu adalah Allah s.w.t. itu sendiri. Maka itu “saling menasehati mengenai kebenaran” adalah upaya untuk mengajak umat manusia kembali kepada Allah s.w.t. yaitu kembali ke jalan yang benar: jalan yang sesuai dengan qudrat dan iradat-Nya.
saling menasihati mengenai kesabaran: Karena tugas memberi nasehat itu adalah tugas yang berat maka kesabaran merupakan modal yang paling utama bagi para murabbi (nasehat di lingkungan internal komunitas) dan da’i/muballigh (di lingkungan eksternal komunitas).

 Sabar dan syukur merupakan keajaiban orang-orang beriman. Sedangan sabar dan shalat merupakan sarana untuk memohon pertolongan dari Allah s.w.t..
Jadi, untuk memanfaat waktu semaksimal mungkin dalam memasuki Tahun Baru, marilah kita berlatih terus memaksimalkan: keimanan, keshalehan kebenaran dan kesabaran kita.

SELAMAT TAHUN BARU: Semoga Allah s.w.t. memberkati kehidupan kita. Aamiin, ya Robbal ‘Aalamiin.

Post a Comment

0 Comments