KEUTAMAAN SHALAT DALAM ISLAM





بسم الله لرّحمن لرّحيم
نحمده و نصلى على رسول الله الكريم و على عبده المسيح الموعود

Oleh : Mln. Dian Kamiludin

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, dan tetap mendirikan salat dan dari apa-apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka membelanjakan.[1]

Kita semua mengetahui dan memahami bahwa dalam Islam, shalat merupakan salah satu ibadah yang sangat penting untuk didirikan dan merupakan salah satu sarana kita bisa "bercakap-cakap" dengan Allah swt dan Hadhrat Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Salat adalah sumsum (saripati) dari ibadah”[2]

Terutama bagi kami anggota Muslim Ahmadiyah yang telah menyatakan ikrar baiat kepada ghulam shadiq Hadhrat Rasulullah ﷺ yaitu Hadhrat Masih Mau’ud as, bahwa di dalam syarat baiat poin ketiga berbunyi, “Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu semata-mata mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya...”.[3]

Jika dilihat dari janji baiat itu, tanggung jawab dan kewajiban kami sebagai anggota Jemaat lebih besar lagi dalam hal mendirikan salat. 

Imam tercinta kami,  Hadhrat Khalifatul Masih V atba bersabda, “Pada waktu ini dalam rangka mengarahkan perhatian pada intropeksi-intropeksi tersebut, saya ingin mengingatkan akan salah satu perintah yang sangat penting yang termasuk dalam syarat-syarat baiayang juga adalah satu satu pilar (rukun) dalam Islam yaitu rukun yang kedua. 

Dalam Alquran pun berkali-kali ditekankan. Hadhrat Rasulullah ﷺ juga berulang kali memberikan perhatian akan pentingnya akan hal itu dan hal yang penting itu adalah salat

Di dalam persyaratan ketiga dari baiat terdapat penekanan dalam perintah yang mendasar ini di dalam kata-kata berikut, yaitu orang yang baiat kepadaku berjanji, “Ia akan secara teratur melakukan salat lima waktu sesuai dengan perintah Allah Taala dan Rasulullah [.”[4

Kemudian beliau atba pun bersabda lagi, “Di sini tidak hanya beliau as bersabda [meminta janji], ‘Berjanjilah bahwa kamu akan mengerjakan salat!’ Akan tetapi, ‘[Berjanji] akan mendirikan salat lima waktu dan pelaksanaannya sesuai dengan perintah Allah Taala dan Rasul-Nya.’ Pelaksanaannya hendaknya sesuai dengan perintah Allah Taala dan Rasul-Nya. 

Apakah perintah Allah Taala mengenai salat? Dia berfirman, و اقيموا الصّلاة  (Al-Baqarah: 3) 'Dirikanlah salat'. Perintah mendirikan shalat banyak sekali terdapat di dalam Alquran Karim, bahkan di dalam ayat awal surah Al-Baqarah salat ditekankan setelah beriman kepada yang gaib. 

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, 'Manusia tidak akan mampu meraih kedekatan dengan Allah Taala kecuali ia melakukan iqaamatush shalaah (menegakkan, mendirikan shalat)’.”[5]

Dari sini, kami dapat memahami bahwa salat merupakan perintah Allah Taala, Hadhrat Rasulullah ﷺ dan Hadhrat Masih Mau’ud as kepada kita terutama kepada para Muslim Ahmadi sehingga penekanannya lebih kuat kepada kami dalam masalah salat ini, karena memang termasuk dalam syarat baiat kita ke dalam Jemaat Ilahi ini. 

Hal ini pun sesuai dengan salah satu sabda Hadhrat Rasulullah tentang salat lima waktu:

عَنْ جَابِرٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م  مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ كَمَثَلِ نَهْرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ اَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ . رواه مسلم

"Dari Jabir ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Perumpamaan salat lima waktu itu laksana sungai yang penuh air mengalir di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian, dan engkau mandi setiap hari lima kali.'” (HR. Muslim)[6]

Salat pun berarti doa, sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Apakah salat itu? Ia adalah suatu permohonan doa yang dipanjatkan kepada Allah Taala dengan sepenuh kepedihan sedemikian rupa dan dengan hati membara yang sempurna. 

Oleh karena itulah, namanya salat karena yang dituntut dari membara, pergerakan dan kepedihan ialah Allah Taala menghilangkan segala pikiran dan niat buruk yang ada di dalam diri dan menciptakan kecintaan yang suci di tempat itu berdasarkan karunia-Nya yang umum.”[7]Dalam sebuah hadits, Rasulullaah ﷺ bersabda:

اَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَّبِّهِ وَ هُوَ سَاجِدٌ فَاَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
 (مسلم)

“Seorang hamba menjadi sangat dekat dengan Tuhannya ketika bersujud, maka perbanyaklah doa saat dalam kondisi tersebut.” (HR. Muslim)

Lalu apa dari rahasia kata iqaamatush shalaah (menegakkan, mendirikan salat) yang Hudhur atba jadi sabdakan? Dalam buku “Rahasia Sembahyang” karya Imam Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Khalifatul Masih II ra yang diterjemahkan oleh Mln. Abdul Wahid HA (Alm) tahun 1952 dan disempurnakan ejaannya oleh H. Soekarsono S.M. Malangjoedo tahun 2001, disana Hadhrat Khalifatul Masih II ra menjelaskan ada enam arti dari mendirikan shalat tersebut. Enam arti tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Iqaamatish shalaah artinya mengerjakan sembahyang (salat, pen.) berturut-turut dengan tidak pernah ditinggalkan sama sekali. Salat yang kadang-kadang ditinggalkan, bukanlah shalat namanya, menurut Islam. 
  2. Arti iqamat yang kedua ialah sama tengah, tidak lebih tidak kurang. Menurut arti ini “Yuqiimuunas-shalaata” artinya ialah orang muttaqi mengerjakan salat yang zahir, dan undang-undang yang ditetapkan untuk salat itu, tidak dirusaknya. 
  3. Arti iqamat yang ketiga ialah menegakkan dan mendirikan. Menurut arti ini “Yuqiimuunas-shalaata” artinya mereka tidak membiarkan shalat itu jatuh, yakni mereka selalu berusaha supaya salat mereka tunaikan dengan baik beserta syarat-syaratnya. 
  4. Menurut loghat yang tersebut di atas ada lagi arti “Yuqiimuunas-shalaata”, yaitu orang-orang yang muttaqi menganjurkan salat kepada orang lain, karena satu di antara cara menegakkan suatu pekerjaan ialah membiasakan dalam kalangan orang banyak dan menggerakkan orang-orang supaya terus mengerjakannya.
  5. Sebelum salat berjemaah dekat kepada saat imam hendak takbir untuk salat, kalimat-kalimat azan diulangi lagi dengan sedikit tambahan kalimat-kalimat, ini dikatakan iqamat. Salat berjemaah pun menurut artinya ini dikatakan juga iqaamaatis-shalaat
  6. Ada lagi satu makna dari “Yuqiimuunas-shalaata” yaitu salat itu ditunaikan dengan segala kesigapan dan penuh perhatian. Karena kalau dengan bermalas-malas dan lalai, maka pikiran pun akan bercabang dan intisari shalat itu akan hilang.[8]

Nah, sesuai dari beberapa arti “Yuqiimuunas-shalaata” tadi yang dijelaskan Hadhrat Muslih Mau’ud ra, pemahaman kita semakin bertambah tentang artinya, karena kesemuanya dijelaskan juga dalam Alquran Majid dan Hadis. 

Umpamanya saja, tadi disebutkan salah satu artinya adalah melakukan salat dengan beraturan dan tidak pernah meninggalkannya. 

Hal ini tertera dalam QS. Al-Ma’arij: 23, yaitu الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ artinya orang-orang mukmin itu ialah orang-orang yang selalu mengerjakan salat dengan beraturan dan tidak pernah meninggalkannya (dawam). Hal ini pun sesuai dengan hadits Nabi :

عَنْ جَابِرٍ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص م يَقُوْلُ: اِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ 
(رواه مسلم)

"Dari Jabir ra berkata: Aku telah mendengar Rasulullaah saw bersabda: 'Sesungguhnya batas yang memisah antara seseorang dengan kufur hanya salat, maka barangsiapa meninggalkan salat berarti telah kafir.'” (HR. Muslim)[9]

Lalu arti yang kedua adalah sama tengah, tidak lebih tidak kurang. Ini dikuatkan oleh QS. Al-Mu’minun: 2, الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَوتِهِمْ خَاشِعُوْنَ  artinya orang-orang mukmin itu ialah orang-orang yang dalam salatnya khusyu’ dan taat, yaitu segala peraturan yang ditetapkan untuk salat, semuanya itu dilakukan dengan sempurna. Dalam hadis Nabi ﷺ disebutkan:

اِذَا اَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِا لسَّكِيْنَةِ فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَا تَكُمْ فَأَتِمُّوْا 
(رواه الشيخان)

“Jika kamu mendatangi tempat salat (Masjid), maka hendaklah kamu tenang, apa yang kamu dapati maka teruslah salat, dan apa yang kamu ketinggalan untukmu maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari-Muslim)[10]

Selanjutnya arti yang ketiga adalah menegakkan dan mendirikan. Ini dibenarkan oleh QS. Al-Mu’minun: 9, الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَوَتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ وَ artinya orang-orang mukmin itu ialah orang-orang yang memelihara salatnya dan selalu berusaha menjadikannya makin utama dan makin sempurna. 

Rasulullaah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya yang pertama dihisab (diperhitungkan) di Hari Kiamat nanti adalah amal perbuatan salat. Bila salatnya sempurna berarti ia telah lolos dan beruntung. Bila salat fardhunya kurang atau rusak pasti kecewa dan rugi...” (HR. Tirmidzi)[11]

Kemudian arti keempat disebut menganjurkan salat kepada orang lain. Arti ini sesuai dengan QS. Thaha: 132, وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلَوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا  artinya "Hai orang yang di hadapan Kami! Suruhlah selalu keluarga engkau mengerjakan salat dan jangan lupakan perintah ini malah anggaplah pekerjaan ini sebagai suatu tanggung jawab yang amat penting." 

Nabi bersabda:

مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنيْنَ وَ اضْرِبُوْا هُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشَرَ سِنِيْنَ... 
(ابو داؤد)

“Suruhlah anak-anakmu mendirikan salat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka untuk salat ketika mereka berusia sepuluh tahun...” (HR. Abu Dawud)

Masuk arti yang kelima ialah shalat berjemaah. Arti ini bisa dilihat pada QS. An-Nisa: 102, وَاِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَوةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِّنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوْا اَسْلِحَتَهُمْ maksudnya bila engkau berada di antara mereka lalu engkau mengimami salat bagi mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri bersama engkau, dan hendaklah mereka memegang senjata mereka. 

Dalam ayat ini dari perkataan aqomta lahumus-shalaata diketahuilah bahwa yang dimaksud dengan iqamat ialah shalat berjemaah. Sebagaimana Nabi Muhammad bersabda:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ر ض: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص م قَالَ: صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ اَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَ عِشْرِيْنَ دَرَجَةً 
(متفق عليه)

"Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullaah saw bersabda: 'Salat berjemaah itu lebih utama daripada salat sendirian sebanyak 27 derajat (tingkatan).'” (HR. Bukhari-Muslim)[12]

Dan arti yang keenam adalah salat itu ditunaikan dengan kesigapan dan penuh perhatian. Arti ini ditunjukkan oleh QS. Al-Ma’un: 3-4,  فَوَيْلُ لِّلْمُصَلِّيْنَ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ  artinya maka celakalah bagi orang-orang yang salat, orang-orang yang dari salat mereka lalai. 

Mereka memang salat tetapi perhatian dan kesigapan mereka tidak ada dalam hati mereka. Begitu pula terhadap kemalasan dan kelalaian zahir disebutkan dalam QS. At-Taubah: 54,  يَأْتُوْنَ الصَّلَوةَ اِلَّا وَهُمْ كُسَالَىوَلَا artinya dan mereka tidak mendirikan shalat kecuali dengan malas. 

Begitu juga dalam QS. An-Nisa:44,  الَّذِيْنَ اَمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَوةَ وَ اَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ  يَأَيُّهَا  artinya hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati salat bila kamu tidak berada dalam keadaan sadar sepenuhnya, sampai kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan. 
Ini sesuai dengan sabda Rasulullaah :

اِذَا نَعَسَ اَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّيْ فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ اَلنَّوْمُ, فَاِنَّ اَحَدَكُمْ اِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِيْ لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَشْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ 
(متفق عليه)

“Jika kamu mengantuk ketika akan bersalat maka tidurlah hingga rasa kantuknya hilang. Maka sesungguhnya seorang di antaramu jika bersalat dalam keadaan mengantuk maka ia tidaklah mengetahui dengan kemungkinan ia membacakan istighfar (bertaubat) lalu ia memaki dirinya.” (HR. Bukhari-Muslim)[13]

Jadi, jelas bagi kita bahwa dari sekian arti iqaamatish shalaah intinya adalah kita harus bisa memahami dan pastinya mengamalkannya. Karena ilmu/teori tidak ada artinya tanpa amalan nyata, seperti salat ini. 

Harus dikerjakan secara dawam, dikerjakan sesuai syarat dan rukunnya, menjaga salatnya, mengajak orang lain juga untuk salat, salat berjemaah dan salat penuh perhatian. 

Kesemuanya perlu kita terapkan dalam shalat-shalat kita semua. Semoga kita semua dapat memahami dan mengamalkannya. Aamiin.

Ini semua adalah ilmu dan ajaran yang diajarkan oleh Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah dan para Khulafanya, tentang teori dan pengamalan ibadah salat yang juga merupakan salah satu syarat baiat masuk ke dalam Jemaat ini. 

و السّلام على من اتّبع الهدى 




[1]QS. Al-Baqarah: 3
[2]الصّلاة مخ العبادة  (Ash sholaatu mukhul ‘ibaadah)
[3]Syarat-syarat Bai’at Dalam Jema’at Ahmadiyah, Hadhrat Masih Mau’ud as
[4]Khutbah Jum’at 22-06-2012, Hadhrat Khalifatul Masih V atba, Vol. VI, No. 38, Hal. 5-6; Izalah Auham, Rohani Khazain Jil. 3, Hal. 564
[5]Khutbah Jum’at 22-06-2012, Hadhrat Khalifatul Masih V atba, Vol. VI, No. 38, Hal. 6; Malfuzat, Jil. 2, Hal. 346, Edisi 2003 cetakan Rabwah
[6]Terjemah Riyadush Sholihin, Keutamaan Shalat, Gitamedia Press, Cet. 2004, Hal. 384
[7]Khutbah Jum’at 20-05-2011, Hadhrat Khalifatul Masih V atba, Vol. V, No. 14, Hal. 7
[8]Rahasia Sembahyang, Hadhrat Khalifatul Masih II ra, Terj. Mln. Abdul Wahid HA, 1952
[9]Terjemah Riyadush Sholihin, Perintah Memelihara Shalat Lima Waktu, Ancaman Terhadap Orang Yang Melalaikannya, Gitamedia Press, Cet. 2004, Hal. 394
[10]Terjemah Hadits Shahih Bukhari-Muslim, Mendatangi Shalat Dengan Tenang, CV. Karya Utama, Hal. 49
[11]Terjemah Riyadush Sholihin, Perintah Memelihara Shalat Lima Waktu, Ancaman Terhadap Orang Yang Melalaikannya, Gitamedia Press, Cet. 2004, Hal. 395
[12]Terjemah Riyadush Sholihin, Keutamaan Shalat Berjama’ah, Gitamedia Press, Cet. 2004, Hal. 390
[13]Terjemah Hadits Shahih Bukhari-Muslim, Usahakanlah Ketika Akan Bersholat Tidak Mengantuk, CV. Karya Utama, Hal. 51

Post a Comment

0 Comments