TOLERANSI ALA RASULULLAH SAW.



Oleh : Mln. Muhammad Syarif Hidayatullah

Tidak di pungkiri kemajuan tekhnologi yang berkembang dewasa ini sangat mempengaruhi perilaku kehidupan kita. Cepatnya informasi yang mudah didapat bisa menjadikan hal-hal positif atau pun negative buat kita.

Akhir-akhir ini kita menyaksikan tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi, baik tindakan kekerasan atas nama agama ataupun tindakan kekerasan atas individu, kelompok maupun golongan dengan memaksakan kehendaknya atau merasa paling benar hingga memperlihatkan rasa superioritas kepada yang lainnya.

Kemajemukan suatu keniscayaan yang tidak bisa di hindari bagi kita sebagai makhluk sosial, perbedaan keyakinan, pemahaman maupun budaya adalah hal-hal yang bisa terjadi dalam suatu maasyarakat, pertanyaannya bagaimana kita bersikap dalam menghadapi perbedaan itu ???

Sering kita mendengar ungkapan dari para tokoh agama ataupun tokoh masyarakat agar kita bersikap toleran dengan orang-orang yang berbeda agama maupun keyakinan, akan tetapi banyak diantara kita yang tidak memahami apa itu toleransi ?
Toleransi merupakaan kata yang diserap dari bahasa Inggris Tolerance yang berarti sabar dan kelapangan dada, adapun kata kerja transitifnya adalah Tolerate yang berarti sabar menghadapi atau melihat dan tahan terhadap  sesuatu, sementara kata sifatnya adalah Tolerant yang berarti bersikap toleran, sabar terhadap sesuatu. (kamus bahasa Indone sia, dalam kata toleran)

Dari penjelasan secara etimilogi diatas jelas bagi kita apa itu toleransi, yaitu :
Sabar dalam bersikap jika kita menghadapi perbedaan, lapang dada dan tidak memaksakan pendapat kita kepada orang lain.

Jika hal ini kita amalkan maka, Insya Allah kita akan berusaha menerima segala bentuk perbedaan, baik itu perbedaaan pemahaman, budaya maupun perbedaan keyakinan hingga menjauhkan kita dari hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan diantara kita, karena kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT, sebagai Pencipta Alam semesta ini, sebagaimana yang di isyaratkan didalam Al-Quran :

“Hai, orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mencemoohkan kaum lain, mungkin mereka itu lebih baik dari pada mereka …." (A-hujurat : 12).

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa diantara kamu ..” (Al-Hujurat : 14).

Hal ini ditekankan juga oleh yang Mulia Rasulullah SAW, dalam kesempatan Haji Wida beliau bersabda : "Wahai, sekalian manusia! Apa-apa yang kukatakan kepada kalian, harus kalian ikuti dan ingat-ingat. Semua Muslim itu saudara antara satu sama lain. Semua kalian sama. Semua orang, dari bangsa atau suku mana pun mereka datang, dan martabat hidup apa pun yang mereka pegang, adalah sama. Sambil bersabda demikian Rasulullah mengangkat tangan beliau dan merapatkan jari-jari tangan yang satu dengan jari-jari tangan yang lain dan kemudian bersabda: Seperti jari-jari kedua tangan ini sama, demikian pulalah manusia itu sama dengan manusia lain. Tak seorang pun mempunyai hak apa pun, kelebihan apa pun atas orang lain. Semua kalian adalah bersaudara. (Sihah Sitta, Tabari, Hisyam dan Khamis, Riwayat Rasulullah, H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra, hal.200-201).

Dalam riwayat bagaimana yang Mulia Hadhrat Rasulullah menjalankan kehidupan dengan penuh toleransi yaitu ketika Islam mendapatkan kekuasaan, dan Rasulullah SAW, menjadi Kepala Negara, Pemerintahan Islam pada masa itu terbentuk dengan kuat, penduduk Muslim menjadi Mayoritas, orang-orang Yahudi yang berkuasa sebelum kedatangan Rasulullah SAW, telah berkurang dan menjadi minoritas, akan tetapi Nabi Muhammad SAW, membuat perjanjian dengan orang-orang Yahudi di Madinah dan menjaga hak-hak mereka dengan di buatlah perjanjian yang kita kenal dengan piagam Madinah, yaitu :

 Umat Islam dan Yahudi akan hidup bersama satu sama lain dalam kebaikan dan ketulusan dan tidak akan melakukan perbuatan yang berlebihan atau kekejaman apapun terhadap satu sama lain.

Orang-orang Yahudi akan terus menjaga iman mereka sendiri dan umat Islam dengan imannya. Kehidupandan hak milik semua warga negara harus dihormati dan dilindungi keamanannya dalam kasus kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
Semua perselisihan akan mengacu keputusan Nabi Allah karena dia memiliki otoritas yang menentukan, tetapi semua keputusan yang menyangkut pribadi akan didasarkan pada aturan masing-masing.

Suatu ketika delegasi Kristen dari Najran datang kepada Nabi Suci (saw), terdiri atas enam puluh orang di pimpin oleh kepala kabilah mereka, Abd-al-Masih, terkenal dengan nama Al-Aqib. Mereka menjumpai Rasulullah SAW di Masjid Nabi di Madinah, dalam pertemuan tersebut terjadi pertukar pikiran tentang itikad yang di namakan mereka ketuhanan Isa,  ketika pertukar pikiran berlangsung dan waktu bagi peribadatan Kristen telah tiba dan mereka ingin segera berangkat.

Rasulullah saw menawarkan kepada mereka untuk beribadah di masjid dengan cara mereka sendiri dan mereka melakukannya dengan menghadap ke timur, Kemudian Setelah itu  terbentuklah persetujuan dengan orang-orang Kristen Najran yang menjamin kebebasan mereka dalam beragama dan menetapkan kewajiban bagi umat Islam untuk melindungi gereja-gereja mereka. Tidak ada gereja yang harus dihancurkan dan juga tidak akan ada satupun imam yang akan diusir atau dikeluarkan. Hak-hak mereka juga tidak akan dikurangi dan takkan ada satupun orang Kristen yang diminta untuk mengubah keyakinannya. (zurqani, tafsir surah Al-Imran : 62, catatan kaki no. 426, JAI, 1987)

inilah ajaran toleransi yang dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad saw, semoga kita bisa mengamalkan dalam kehidupan kita. Aamiin

Referensi  :
Al-qur’an, cetakan JAI
Kamus Bahasa Indonesia
Riwayat Rasulullah, Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra.
 (pidato oleh Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifah Ahmadiyah yang disampaikan di Masjid Baitul Futuh, Morden  25 Maret 2006. Terjemah: Ahmad Syarif, Garut)

Post a Comment

0 Comments