TASAWUF


Oleh : Mln. Ahmad Zulfadli.

Dengan bismillah ambo mulai tulisan ini.
Tasawuf (Tasawwuf)  bahasa Arab: تصوف ,  adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.

Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi)
Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.

Sufisme merupakan sebuah konsep dalam Islam, yang didefinisikan oleh para ahli sebagai bagian batin,
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol.

Ada juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf, yakni barisan dalam sholat. Suatu teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian.

Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad

Asal usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah
Sufi tidak lain adalah ajaran untuk mencapai maqam Ihsan (sebagaimana tersebut dalam hadist) atau mencapai status muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada ALLAH

Tasawuf adalah penafsiran bathin (psikologis) dari ayat-ayat Quran seperti : Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain ALLAH adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (Quran, 29:41). Dalam Tasawuf, yang dimaksud pelindung dalam ayat ini juga termasuk pelindung secara psikologis, sebagaimana kita ketahui manusia banyak menggantungkan keberhargaan dirinya kepada dunia (seperti harta, jabatan, pasangan, teman, dll). Dalam Tasawuf, keberhargaan diri hanya boleh digantungkan kepada ALLAH.

Ibnu ‘Arabi
Nama lengkapnya Muhammad Ibnu Ali ibnu Muhammad Ibnu ’Arabi al Tha’i al Hatimi. Sebagian besar dari kehidupan awalnya dihabiskan seperti lazimnya anak-anak muda yang baru tumbuh. Pendidikannya adalah pendidikan standar untuk keluarga muslim yang baik, meskipun tampaknya ia tidak belajar disekolah resmi, hampir bisa dipastikan ia mendapatkan pelajaran privat di rumah. Dia diajari Al Qur’an oleh salah seorang tetanganya.

Ibnu Arabi Berkhalwat
  Pada usia relatif muda, mungkin 16 tahun. Dia menjalani pengasingan diri (khalwat). Menurut kisah yang ditulis lebih dari 150 tahun setelah wafatnya, diceritakan bahwa Ibnu ’Arabi suatu ketika ikut pesta makan-makan bersama teman-temannya dan sebagaimana kebiasaan di Andalusia, setelah hidangan daging lalu disajikan anggur. Saat dia hendak mulai minum segelas anggur, tiba-tiba dia mendengar seruan, “Wahai Muhammad, bukan untuk ini engkau diciptakan!” Karena ketakutan mendengar suara yang tegas ini, dia lari ke sebuah pemakaman di luar kota Sevilla. Disana ia menjumpai reruntuhan yang mirip sebuah gua. Selama empat hari ia tetap tinggal disana sendirian melakukan khalwat, melakukan zikir dan hanya keluar saat shalat.

  Di akhir perjalanan panjangnya dari barat, Ibnu’Arabi akhirnya tiba di Makkah pada pertengahan 1202. Ketika aku tinggal di Makkah pada tahun 599 H, disana aku bertemu dengan banyak pria maupun wanita yang sangat terhormat, beradab, dan saleh. Tak ada satupun diantara mereka yang membangga-banggakan diri sekalipun mereka memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan ; orang-orang seperti Abu Syaja’ Zhahir bin Rustam bin Abu Raja al Isfahani dan saudara perempuannya, binti Rustam, seorang wanita tua alim, seorang teladan cemerlang di kalangan kaum wanita
Selama dua tahun di Makkah (1202-1204), Ibnu’Arabi sibuk dalam penulisan.

Karya-karyanya pada periode ini adalah : Misykātul Anwār, Ĥilyatul Abdāl, Ruhul Quds, dan Tājul Rāsail. Namun karyanya yang paling monumental adalah Al Futūĥātul Makkiyyah, yang diklaimnya merupakan hasil pendidikan langsung dari Tuhan. Penulisan kitab yang menjadi masterpiece-nya ini berawal dari peristiwa saat ia bertawaf di Ka’bah, dimana dia bertemu dengan figur pemuda misterius yang memberinya pengetahuan tentang makna isoterik dari al Qur’an. Di samping itu, sebuah visi tentang nabi Muhammad melengkapi perjalanan rohaninya menuju puncak

Pemikiran  Ibnu ‘Arabi
  Secara tipikal Ibnu ‘Arabi dianggap sebagai seorang sufi. Dan anggapan ini relatif benar jika kita memahami istilah sufisme Dari sekian pengertian tasawuf (sufisme) di atas adalah benar jika dikatakan bahwa Ibnu ‘Arabi adalah seorang tokoh sufisme. Karena jika kita menyimak kembali riwayat hidupnya, adalah sosok yang memilih jalan ruhani yang penuh kesederhanaan pada saat kenikmatan duniawi mengelilinginya. Harta, jabatan, dan segala kemewahan ditinggalkannya demi mencari kabahagiaan hakiki.

Dalam banyak literatur, Ibnu ‘Arabi memang lebih sering dimasukkan dalam kategori tokoh sufi atau dalam disiplin bidang tasawuf. Tetapi jika ada yang menyebutnya sebagai seorang filosof  sufisme atau tasawuf adalah hasil dari proses mujahadah (mengekang hawa nafsu), musyahadah (pandangan batin) dan intuisi. Sedangkan filsafat adalah hasil dari cara kerja akal (logika) dan argumentasi yang kuat. Inilah yang mewarnai corak pemikiran Ibnu ‘Arabi. Hasilnya adalah terjalin kamunitas antara perspektif nalar dan spiritual.

Dalam wacana ilmu tasawuf, dibedakan adanya tiga corak atau aliran pemikiran sufisme, yaitu : Tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf filosofis atau falsafi. Mulai saat itulah tasawuf filosofis berkembang lagi dan sampai pada puncaknya, aliran ini melahirkan sesosok sufi filosofis yang menggemparkan pada abad-abad berikutnya yakni Syaikh al Akbar Ibnu al ‘Arabi. Bahkan sampai saat ini terus menjadi bahan kajian yang aktual.
Siapapun tidak menyangkal bahwa memahami pemikiran Ibnu ‘Arabi bukanlah hal yang mudah. Meskipun karya-karyanya yang berjumlah ratusan dapat memberikan gambaran yang utuh buah pemikirannya,

Post a Comment

0 Comments