ADIL, ASAS BERPOLITIK ALA RASULULLAH SAW.


Oleh : Mln.  Dian Khoeruddin

Paradigma politik di masa ini, membuat revolusi makna maupun pandangan kian menjauh dari perspektif politik itu sendiri.

Politik merupakan suatu seni (seni komunikasi, birokrasi, kepemimpinan dll) dan ilmu untuk meraih suatu kekuasaan secara konstitusi. Islam telah memberikan asumsi bahwa kekuasaan bisa diraih apabila di dasari oleh ketakwaan dan ketulusan hati. Rasa adil pun menjadi asas penting untuk menjadi seorang pemimpin.

Sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala bahwa “Wahai, orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur, Dia akan memperbaiki bagimu amal-amalmu dan akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar.” (33:71-72)

Inilah alasan mengapa Rasulullah saw dikatakan oleh orang-orang Qurais sebelum mendakwakan diri utusan Allah swt, beliau dikenal sebagai “Al-Amiin” yakni orang yang jujur, dapat di percaya. Sehingga di kemudian hari hanya satu-satunya di masa itu yang pantas untuk memimpin tanah Arab. Selain sebagai seorang Nabiyullah juga menjadi seorang pemimpin bangsa Arab.

Kini kita saksikan, tidak sedikit orang ketika hendak menjadi seorang pemimpin atau terjun dalam dunia politik, banyak kamuflase-kamuflase baik dalam hal komunikasi, janji maupun tekad. Sehingga di kemudian hari banyak yang akhirnya merana dalam penjara.

Alquran telah menawarkan sebuah konsep bahwa “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Maaidah :9)

Tolok ukur (standar) kebenaran (kejujuran) dan keadilan yang telah Allah Ta’ala instruksikan kepada umat Islam agar ditegakkan sungguh sedemikian rupa bentuknya, sehingga tidak akan didapati di Kitab suci agama manapun juga.

Tapi amat disayangkan, saat ini di berbagai kalangan dalam umat Islam dan ada sejumlah besar, baik dari pimpinan politik maupun ulama tidak memenuhi syarat-syarat keadilan tersebut.

Inilah sekelumit pandangan Islam, bahwa menciptakan politik yang bertolak ukur pada keadilan dan berasas pada kejujuran adalah hal yang utama. Sehingga akan menimbulkan politik yang baik, aman dan damai, tidak menebarkan kebencian dan membedakan suatu ras atau golongan apapun. Akhirnya akan menghasilkan suatu pemimpin yang baik, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Rasulullah saw.

Mengingat sebuah riwayat Rasulullah saw dalam hal keadilan dan perlakuan adil. Sekali peristiwa suatu perkara dihadapkan kepada Rasulullah saw, seorang wanita bangsawan terbukti telah melakukan pencurian. Hal ini menggemparkan, karena jika hukuman yang berlaku dikenakan terhadap wanita yang masih beusia muda itu, martabat keluarga terhormat itu akan jatuh dan terhina (hukuman yang ditetapkan adalah potong tangan). Banyak yang ingin mendesak Rasulullah saw membebaskannya, tetapi tidak mempunyai keberanian.

Maka Usama diserahi tugas melaksanakan hal itu. Usama menghadap Rasulullah saw tetapi serentak beliau memahami maksud tugasnya itu, beliau gusar dan bersabda: “Kamu sebaiknya menolak. Bangsa-bangsa telah celaka karena mengistimewakan orang-orang kelas tinggi tapi berlaku kejam terhadap rakyat jelata. Islam tidak mengizinkan. Sesungguhnya, jika Fatimah, anakku sendiri melakukan kejahatan, aku tidak akan segan-segan menjatuhkan hukuman yang adil.” (Bukhari, Kitabul al-Hudud)

Gambaran politik masa kini sering kali terjadi adalah ketimpangan kepentingan, dimana kedudukan si hartawan dimuliakan sementara rakyat jelata hanya dimanfaatkan. Dengan tegas Rasulullah saw menekankan Islam tidak mengizinkan hal demikian.

Post a Comment

0 Comments