AWAS CELAKA!


Oleh: Lalas Sulastri – Batang, Jawa Tengah

Ibarat seorang pengendara, baik motor, mobil, atau apapun itu jenisnya, tentu dalam menjalankannya harus sesuai dengan peraturan-peraturan lalu lintas, tidak kebut-kebutan dan harus fokus. Jangan sampai ketika mengemudi melakukan hal-hal yang membahayakan, seperti menelpon atau aktivitas lain yang membahayakan. Bahkan, kalau si pengendara mengantuk alangkah baiknya beristirahat terlebih dahulu, demi keselamatan.

Nah, Begitu juga dengan kita sebagai muslim, dalam menjalankan kehidupan harus sesuai dengan peraturan (syariat) dalam Islam. Salah satunya adalah menegakkan shalat. Ibadah shalat ini terdengar sederhana, akan tetapi kenyataannya masih banyak yang malas menegakkannya.

Adapun, perintah untuk menegakkan shalat di dalam Alquran sangat banyak, antara lain Allah Taala berfirman:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ 

Dan dirikanlah shalat pada kedua penghujung siang dan pada beberapa bagian malam.. (Q.S. Hud: 114)

Shalat merupakan ibadah kepada Allah Taala yang sangat fundamental dan penting, bahkan merupakan merupakan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat (HR. Tirmidzi). Selain shalat, masih banyak ibadah-ibadah lainnya yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Singkatnya, ibadah merupakan hal yang melekat pada diri seorang muslim, bahkan sebetulnya pada diri tiap manusia, karena tujuan diciptakan manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah Taala. Sebagaimana Allah Taala sendiri menyatakan:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S. Az-Zariyat: 56)

Arti yang utama dari kata ibadah adalah menundukkan diri sendiri kepada disiplin kerohanian yang ketat lalu bekerja dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada sampai sepenuh jangkauannya; sepenuhnya selaras dengan perintah-perintah Ilahi agar menerima materai pengesahan Tuhan dan dengan cara mampu mencampurkan dan menjelmakan sifat-sifat Tuhan ke dalam diri sendiri. 

Sebagaimana tersebut dalam ayat ini, itulah maksud dan tujuan agung serta mulia dari penciptaan manusia dan itulah makna ibadah kepada Tuhan. Karunia-karunia lahir dan batin yang terdapat pada sifat manusia memberikan pemahaman dengan jelas kepada kita, bahwa ada di antara kemampuan manusia yang membangkitkan pada dirinya dorongan untuk mencari Tuhan dan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. (Alquran, Terjemah, dan Tafsir Singkat JAI)

Keutaaman-keutamaan shalat pun sudah banyak yang kita ketahui salah satunya yaitu didalam Al-Qur’an Surah Al-Ankabut ayat 45: 

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacakanlah apa yang diwahyukan kepada engkau dari Kitab Al-Qur’an ini dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat mencegah dari kekejian dan kemungkaran; dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah kebaikan yang paling besar. Dan, Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-'Ankabut: 45)

Tiga hal telah disebut dalam ayat ini, yaitu, menablighkan dan membacakan Al-Qur’an, mendirikan shalat, dan zikir Ilahi. Tujuan ketiga hal itu ialah menyelamatkan manusia dari cengkeraman dosa dan membantu manusia untuk bangkit dan membuat kemajuan dalam akhlak dan kerohanian. 

Keimanan yang hidup kepada Dzat yang Mahaluhur adalah asas pokok bagi semua agama yang diwahyukan, sebab keimanan inilah yang dapat memegang peranan sebagai suatu penghalang yang kuat lagi ampuh terhadap kecenderungan-kecenderungan dan perbuatan-perbuatan buruk manusia. 

Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an berulang kali kembali kepada masalah adanya Tuhan, dan membicarakan kekuasaan, keagungan, dan kecintaan-Nya yang besar, lalu memberi tekanan keras pada kepentingan zikir Ilahi dalam bentuk shalat secara Islam yang, bila dikerjakan dengan memenuhi segala syarat yang diperlukan, maka kebersihan pikiran dan perbuatan, merupakan hasilnya yang pasti. (Alquran, Terjemah, dan Tafsir Singkat JAI)

Menjalankan rutinitas kita dalam hal "ibadah" sebagaimana diibaratkan pengendara yang membawa kendaraan tadi, yakni orang yang sedang melaksanakan ibadah shalat pun hendaknya melakukannya dengan tidak terburu-buru dan harus fokus atau tawajjuh hingga khusyu.

Khusyu adalah umumnya orang yang menangis ketika shalat, menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa, sangat merendahkan diri, menjadikan dirinya hina, untuk menurunkan pandangan dan berbicara dengan sangat halus dan sopan (Khutbah Jum’at, Hazrat Mirza Masroor Ahmad atba., 10 April 2015)

Selain itu, hendaknya tidak melalaikan shalat dan semestinya shalat dikerjakan secara kontinyu. Dari Hadhrat ’Aisyah, Hadhrat Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:

Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Sebab, Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu (ajeg) walaupun sedikit. (H.R. Muslim no. 782)

Jika tidak demikian takutnya, kita termasuk ke dalam orang-orang yang celaka. Sungguh mengerikan. Bagaimana mungkin kita sudah melaksanakan shalat tapi bisa celaka? Allah swt. berfirman:

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, mereka yang tidak menghiraukan shalatnya. (Al-Ma’un: 4-5)

Semoga dengan karunia Allah swt. kita semua menjadi orang-orang yang dawam (rutin) dan selalu memperhatikan shalat. Aamiin Allahumma aamiin

Post a Comment

0 Comments