YANG MAHATAHU, YANG DIBERITAHU, YANG TAHU DAN YANG TIDAK TAHU: Menalar Perbedaan Antara Kesempurnaan Khaliq & Keterbatasan Makhluq




Oleh: Mln. Zafar Ahmad Khudori (Muballigh Jmt. Kebumen/Jateng 2)

Allah s.w.t. befirman:

هُوَ اللهُ الَّذِيْ لآَإِلَهَ إِلّاهُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ {*}

Dia-lah Allah, Yang tiada tuhan selain Dia, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak, Dia Maha Pemurah, Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyr [59] : 22)

Mengapa Allah s.w.t. menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak?

Itu karena manusia pada umumnya berpendapat bahwa:

1. Dalam hal-hal yang ghaib Allah-lah Yang Mahatahu, sedangkan manusia tahu juga hal tersebut tetapi sangat sedikit.

2. Namun, dalam hal-hal yang nampak, selain Allah s.w.t. Yang Mahatahu, manusia juga lumayan memiliki pengetahuan yang luas. Bahkan, ada beberapa manusia yang dianggap hampir seperti serba tahu alias “mahatahu” juga.

YANG MAHATAHU

Berkenaan dengan fenomena nomor 2 (beberapa manusia dianggap hampir seperti serba tahu alias “mahatahu” juga), Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h. dalam khotbahnya (di Masjid Aqsa Rabwah [Pakistan], 18/6/1982) menyatakan:

"Padahal bila kita renungkan lagi ayat di atas (59:22) maka akan nampak bahwa kesimpulan dari pandangan sepintas lalu itu sama sekali batil, dusta dan tanpa hakikat. Manusia (pada hakikatnya) tidak tahu, baik ilmu ghaib maupun ilmu lahir."

YANG DIBERITAHU

Arti nabi adalah yang diberi kabar atau diberitahu.

Sebagaimana umumnya manusia, para nabi juga tidak tahu dalam hal-hal tertentu atau dalam beberapa hal. Seorang nabi baru tahu persoalan tersebut setelah diberitahu oleh Yang Mahatahu yaitu Allah s.w.t..

Allah s.w.t berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ 

Katakanlah (wahai Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, tetapi  telah diwahyukan kepadaku.” (QS 18/Al-Kahfi: 110 = Ha Mim As-Sajdah/41: 6).

قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَمَا كَانَ لَنَا أَنْ نَأْتِيَكُمْ بِسُلْطَانٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ 

Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, “Tiadalah kami melainkan manusia seperti kamu juga, akan tetapi Allah melimpahkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak layak bagi kami mendatangkan suatu bukti bagimu, melainkan dengan izin Allah” (QS 14/Ibrahim: 11).

Sebagai contoh, berikut ini pengalaman 2 orang Nabi:

1. Nabi Ibrahim a.s.

Allah s.w.t. berfirman (QS 37/Ash-Shaaffaat: 102-106) tentang Nabi Ibrahim a.s.:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka ketika anak itu telah cukup usia untuk bekerja bersamanya, ia berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu sebagai kurban. Maka pikirkan apa pendapatmu?“ Ia menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar dalam keyakinanku.” (102)

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ

Dan, ketika keduanya telah berserah diri terhadap kehendak Allah dan ia, Ibrahim, telah menelungkupkan putranya pada dahinya. (103)

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ

Maka Kami berseru kepadanya, “Wahai Ibrahim, (104)

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

“Sungguh engkau telah menyempurnakan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi ganjaran kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. (105)

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ

Sesungguhnya ini adalah suatu ujian yang nyata. (106)

Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. mengomentari ayat-ayat di atas dalam suatu uraian dengan judul “Jasa-jasa Imam Mahdi” (Masih Mau’ud ke Karname) [“Sinar Islam” edisi No. 9: 1979]:

"Umpamanya, mimpi Nabi Ibrahim a.s. tatkala kepada beliau (a.s.) diperlihatkan dalam ru’ya bahwa beliau (a.s.) sedang menyembelih anaknya. Penglihatan itu bukan bermaksud supaya beliau (a.s.) membunuh anak beliau (a.s.). Sebab seandainya itu maksudnya maka tatkala beliau (a.s.) hendak membunuh anak beliau (a.s.) niscaya beliau (a.s.) tidak akan dilarang.

Tetapi dengan cara memperlihatkan mimpi itu kepada Hadhrat Ibrahim a.s. maka iman beliau (a.s.) akan tampak bagi orang-orang. Ketika beliau (a.s.) telah mengambil arti yang zahir dari mimpi itu namun hakikatnya tidak dibukakan kepada beliau (a.s.). Ketika beliau (a.s.) betul-betul hendak membunuh anak beliau (a.s.) barulah diterangkan bahwa maksud Tuhan bukanlah begitu.

Allah s.w.t. sudah mengatur begitu rupa supaya menjadi jelaslah bagi dunia bahwa Nabi Ibrahim (a.s.) bersedia pula mengorbankan anak yang satu-satunya untuk Allah s.w.t., itu pun beliau (a.s.) dapat waktu beliau sudah tua."

2. Nabi Muhammad s.a.w.

Contoh berikutnya adalah tentang Nabi Muhammad s.a.w. dalam perististiwa “Perjanjian Hudaibiyah”. Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. [“Sinar Islam” edisi No. 9: 1979]: menjelaskan:

Sebagaimana yang terjadi pada waktu “Perjanjian Hudaibiyah” ketika kepada Nabi Muhammad s.a.w. diperlihatkan pemandangan thawaf dalam mimpi. Mimpi itu bermaksud bahwa pada tahun yang akan datang dapat dikerjakan thawaf, akan tetapi beliau mengartikan bahwa pada tahun itu jugalah harus diselesaikan ‘Umrah.

Setelah mengumpulkan satu jamaah yang besar, beliau (s.a.w.) berangkat.

Pada waktu itu pun Allah s.w.t. belum juga menzahirkan hakikat mimpi itu. Tatkala timbul halangan, lalu ada sahabat-sahabat yang terkejut, dan orang-orang yang lemah imannya mulai berolok-olok, dan dengan demikian terujilah iman mukmin dan munafik.

(Selengkapnya silahkan baca QS 48/Al-Fath).

YANG TAHU

Kita hidup di dunia yang sangat mengagumkan dunia indah yang diciptakan menurut pola yang sempurna. Namun, sering kita tidak sadar akan keajaiban-keajaiban di sekeliling kita. Kesadaran akan keajaiban-keajaiban ini dapat mendatangkan arti baru bagi hidup kita.

Umumnya hal ini disadari oleh kaum terpelajar. Namun demikian, bukan berarti yang dikatakan para ahli itu membuktikan bahwa mereka tahu segalanya atau mengetahui satu perkara secara sempurna. Dibanding orang lain mereka memang disebut sebagai orang yang tahu atau berpengetahuan.

Berikut contoh pengetahuan seorang ahli yaitu Dr. Irwin A. Moon pada subjudul “Keajaiban Ciptaan”:

Tubuh Manusia

Tubuh manusia biasa saja, bukan? Namun, di dalam tubuh itu terdapat pabrik kimia yang lebih rumit dan lebih cermat daripada pabrik buatan manusia. Makanan yang diterima oleh tubuh diubah menjadi kulit, otot, darah, tulang-tulang, gigi, juga dan gerakan.

Walaupun melakukan segala kegiatan ini, tubuh mempunyai suhu yang tetap, kecuali bila diperlukan suhu yang lebih tinggi untuk melawan penyakit. Dalam cuaca dingin, sistem yang sangat mengagumkan ini membuat tenaga panas dari makanan kita, sehingga kita merasa hangat. Dalam cuaca panas, kita disejukkan oleh menguapnya keringat dari kulit kita.

Mata

Salah satu alat yang menakjubkan pada jaman modern ini ialah kamera yang sengaja dibuat sedemikian rupa supaya meniru mata manusia. Prinsip diafragma yang dengan sendirinya menyesuaikan diri dengan berbagai macam cahaya diambil dari prinsip mata manusia.

Tetapi, adakah kamera yang berfokus (bertitik api) dengan sendirinya dan terus-menerus seperti mata manusia? Adakah film kamera yang mempunyai bermacam-macam kepekaan sehingga tidak mendapat kelebihan cahaya di terik matahari, tetapi dapat bekerja di cahaya bintang yang suram? Selaput jala mempunyai kepekaan seperti itu.

Telinga

Sama seperti mata, telinga pun sangat menakjubkan. Daun telinga mengumpulkan gelombang suara dan memantulkannya ke gendang telinga melalui saluran pendengaran. Penangkapan suara tidak terjadi di gendang telinga, melainkan di rumah siput telinga yang bergaris tengah 6 mm. Di dalamnya terdapat serabut-serabut yang sangat peka dan dapat membedakan 1.500 bunyi yang berlainan dalam batas kira-kira oktaf.

Ini berarti bahwa telinga dapat membedakan kira-kira 10 nada di antara nada setiap tuts piano. Lagi pula, telinga dapat menyesuaikan diri sehingga kita buka saja dapat mendengar dentuman meriam tanpa mengalami kerusakan telinga, tetapi juga dapat mendengar langkah kaki kucing apabila tidak ada bunyi-bunyi lain yang lebih keras.

Namun, keajaiban telinga tidak berakhir sampai di situ saja. Daun telinga mengumpulkan gelombang-gelombang suara dari udara. Rumah siput telinga penuh dengan cairan yang harus merambatkan getaran-getaran ke setiap syaraf. Pemindahan suara secara cermat dari udara ke cairan merupakan masalah teknis yang sangat sulit, tetapi di dalam telinga masalah ini dipecahkan secara mengagumkan dan cermat.

Jantung

Jantung juga sangat mengherankan. Sepanjang masa hidup manusia, jantung memompakan darah yang cukup banyak untuk mengisi sederetan gerbong tanki minyak sepanjang 80 km, tanpa harus berhenti untuk mendapat perbaikan. Istirahat yang diperoleh jantung hanyalah pada saat-saat berhenti antara dua denyutan.

YANG TIDAK TAHU

Untuk ilustrasi “yang tidak tahu”, berikut sebuah kisah tentang “Raja & Tabibnya: Good? Bad? Who Knows?” Kisah ini dituturkan oleh Ajahn Brahm (panggilan akrab Bhikkhu Brahmavamso) [2015: 175-177]. Demikian kisahnya:

Ada seorang raja yang begitu senang berburu. Suatu ketika, saat berburu, jarinya terluka. Tabibnya yang tua merawat jari itu. Raja, karena gelisah, bertanya, “Bagaimana tabib, apakah jariku bakal baik atau buruk?”

Tabibnya menjawab, “Good? Bad? Who knows?” (“Baik? Buruk? Siapa yang tahu?”)

Beberapa hari kemudian, jari itu terinfeksi hingga jadi bengkak. Raja kembali menemui tabibnya dengan panik, “Apa yang terjadi? Apa lukaku akan baik-baik saja?”

Tabibnya menjawab, “Good? Bad? Who knows?”

Jelas ucapan tabibnya tidak membuat raja terkesan sama sekali, namun ia hanya mempercayai tabibnya. Beberapa hari kemudian luka itu sudah begitu parahnya hingga tabib harus memotong jarinya: amputasi.

“Baik? Buruk? Siapa yang tahu?”

Raja murka dan menjebloskan tabibnya ke penjara karena tidak bisa menyelamatkan jarinya. Setelah menjebloskannya, raja berseru kepada tabib dalam penjara, “Nah, sekarang bagaimana perasaanmu, ha?”

Tabib menukas, “Good? Bad? Who knows?”

Raja mendengus, “Dasar tabib sinting!”

Setelah luka di jarinya sembuh, raja kembali berburu. Kali ini ia mengejar buruannya makin ke pelosok rimba, terpisah dari rombongannya, dan ia ditangkap oleh suku penghuni rimba. Mereka menangkapnya untuk dikorbankan kepada dewa-dewa mereka.

Bukan kepalang takutnya raja kita ini. Akan tetapi, tepat ketika raja nyaris dikorbankan, mereka melihat jari tangannya kurang satu! Suku rimba itu berkata, “Kami tidak bisa mengorbankan kamu. Kamu tidak sempurna untuk jadi korban!” Jadi mereka melepaskannya.

Ketika raja berhasil pulang ke kerajaannya, ia berpikir, “Wow! Betapa beruntungnya aku! Jika seluruh jariku lengkap, aku pasti sudah mati!” Lalu ia menemui tabib di penjara dan berkata, “Menakjubkan! Memang aku kehilangan jariku, tapi siapa yang tahu, apakah ini baik atau buruk? Dan ini baik bagiku! Terima kasih banyak! Aku membebaskanmu dari penjara!”

Raja melanjutkan, “Aku menyesal telah berbuat buruk memenjara kamu.”

Tabib itu menyeletuk, “Apa maksud Paduka memenjara hamba adalah buruk! Justru bagus hamba masuk penjara! Karena jika hamba tidak dipenjara, hamba pasti akan bersama Paduka saat berburu! Suku rimba akan menangkap hamba, dan karena jemari hamba lengkap, hambalah yang akan dikorbankan!”

PENUTUP

Sebagai “penutup”, berikut ini beberapa catatan:

1. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.a. dalam khotbahnya menyampaikan sebagai berikut:

Ada banyak hal yang mengenainya manusia tidak bisa mengetahui kebaikan-kebaikan maupun keburukan-keburukan.

Sering yang nampak kepada mata itu keburukan tetapi di belakangnya tersembunyi kebaikan-kebaikan.

Adakalanya kebaikanlah yang nampak pada mata, padahal keburukan-keburukan itu tersembunyi di baliknya.

Dan bagaimanakah kita tidak dapat memperoleh ilmu mengenai bintang-bintang dan memang seharusnya demikian, sebab bintang-bintang itu amat jauh dari kita; demikian pula kita tidak dapat mengenal hakikat barang-barang yang dekat-dekat.

Maka tinggal satu-satunya jalan yang aman dan selamat yakni supaya manusia menyerahkan dirinya di tangan Allah Yang ‘aalimul ghoibi wasy-syahaadah disertai keyakinan penuh bahwa apa yang telah diputuskan oleh-Nya akan membawa kebaikan sedangkan keputusan-keputusan kita sendiri tidak berarti sama-sekali di hadapan keputusan-keputusan-Nya (Sinar Islam No. 2: 1983: 16).

2. Oleh karena itu, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. dengan cara yang indah memberi nasihat kepada kita yaitu “Walaupun seandainya kamu ada dipihak yang benar, bersikaplah merendah diri, seakan-akan kamu yang bersalah, agar kamu diampuni” (Bahtera Nuh: 2018: 23).

3. Apa yang dinasihatkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad di atas sesuai benar dengan Riwayat Nabi Muhammad s.a.w. berikut ini:

Dalam Ghazwah (perang yang dipimpin langsung oleh Nabi s.a.w.) Uhud. Nabi s.a.w. mendapat luka pada wajah dan patah beberapa buah gigi. Berkatalah salah seorang sahabatnya, “Coalah Tuan do’akan agar mereka celaka.”

Nabi s.a.w. menjawab, “Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat.”

Lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah s.w.t. dan berdo’a:

ALLOOHUMMAGHFIR-LI-QOUMII

FA-INNAHUM LAA YA’LAMUU

(Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui) [Hadits Qudsi: 2008: 128].


Bahan Bacaan:

Ahmad r.h., Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud (1979). Jasa-jasa Imam Mahdi. [“Sinar Islam” edisi No. 9/Tabuk 1358 H/September 1979].

Ahmad a.s., Hadhrat Mirza Ghulam (2018). Bahtera Nuh. Jakarta Barat: Neratja Press.

Ahmad r.h., Hadhrat Mirza Tahir (1993). Ketaatan Sempurna Pun Dapat Menimbulkan PerbedaanPandangan.Khutbah Jum’ah Hadhrat Khalifatul Masih IV r.h. di Masjid Aqsa, Rabwah: 18 Juni 1982 M (Ihsan 1361 HS) dalam: Sinar Islam No. 1/Sulh & 2/Tabligh 1362 HS.

Brahm, Ajahn (2015). Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (2!). Jakarta Barat: Awareness Publication.

Farid, Malik Ghulam (2014). Al-Qur’an Dengan Terjemahan dan Tafsir. Jakarat Barat: Neratja Press.

Moon, Dr. Irwin A. (tanpa tahun). “Suatu Pendekatan Ilmiah: Alam Berkisah tentang Allah” karya Bandung: Yayasan Kalam Hidup.

Nuruddin, M. Ahmad (1996). Masalah Kenabian. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Usman, K.H.M. Ali dkk. (2008). Hadits Qudsi: Pola Pembinaan Akhlak Muslim. Bandung: Diponegoro.

Post a Comment

0 Comments