SEJARAH ZAKAT FITRAH



Oleh: Mln. Mubarak Achmad

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah : 183)

Tujuan utama hamba-hamba Ilahi berpuasa di dalam bulan Ramadhan adalah Tattaquun. Tattaquun: At-Takwa ialah menjadikan diri menjaga dari apa yang ditakutkan; menurut istilah syariat ialah menjaga diri dari sesuatu yang membuat dosa. (Al-Mufradat. Dalam penjelasan Hudallilmuttaqiin” QS. Al-Baqarah: 2, disebutkan isim fa’il dari kata kerja Tattaquun. Al-Muttaqiy adalah bentuk jamak dari kata Muttaqi. Al-Muttaqiy adalah isim fa’il dari kata ittaqa.

Al-Ittaqa adalah wazan ifti’aal dari kata Waqaa. Maka, menurut bahasa sama dengan makna anqadza, shoona, khafizha dan ittaqaa, artinya menyelamatkan atau menjaga (Al-Aqrab). Dalam syariat kalimat itu menunjukkan pencegahan dari keburukan, dan tidak dimutlakkan semata-mata takut.

Penjagaan itu adalah perisai atau setiap segala sesuatu yang oleh manusia dijadikan sarana untuk membentengi dirinya. Dan, sebagian berpendapat “taqwa kepada Allah Ta’ala” maknanya menjadikan Allah Ta’ala sebagai tameng/perisai untuk keselamatan.

Sedangkan, takwa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Ketika Abu Hurairah ra ditanya tentang takwa, beliau menjawab, “Apabila kamu menjumpai duri di jalan, maka apa yang kamu lakukan pada waktu itu?” Lalu orang yang bertanya itu menjawab, “saya menghindarkan diri dari duri itu atau saya bersikap hati-hati dari duri tersebut.” Lalu Abu Hurairah ra berkata, “sikap demikian itulah yang dinamakan takwa, yaitu menjauhi kemaksiatan dan berusaha menghindarinya dengan segala cara.” 

Ibnu Mumtaz ra membuat beberapa bait syair yang lembut maknanya. Beliau r.a berkata: 

Tinggalkanlah yang kecil dan besar dari semua dosa, itulah takwa.
Ibarat jalan yang penuh duri, berjalan harus berhati - hati.
Jangan remehkan barang yang kecil, gunung disusun dari kerikil.      

Sebelum Ramadhan berakhir ketakwaan kita diuji dengan pengorbanan di mana disebut dengan zakat fitrah. Zakat fitrah akan menyempurnakan ketakwaan kita.

Zakat berasal dari kata zakaa yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, atau berkembang. Kata itu mengacu pada kesucian diri yang diperoleh setelah pembayaran zakat dilaksanakan. Itulah kebaikan hati yang dimiliki seseorang manakala ia tidak bersifat kikir dan tidak mencintai harta kekayaannya semata-mata demi harta itu sendiri.

Sedangkan, secara istilah pengertian zakat sebagai berikut:

الزَّكَاةُ هِيَ إِعْطَاءُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوْصٍ بِوَضْعٍ مَخْصُوْصٍ لِمُسْتَحِقِّهِ

Zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus dari harta yang khusus dengan ketentuan yang khusus bagi mustahiqnya.

Dengan perkataan lain, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Ta’ala. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Firman Allah Ta’ala:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah : 103)

Maksud zakat membersihkan itu adalah membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.  Sedangkan, maksud zakat menyucikan itu adalah menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan mengembangkan harta benda mereka.

Untuk Zakat Mal, Menurut Alquran, sasaran zakat atau yang lebih populer dengan sebutan mustahik (yang berhak menerima zakat) ada 8 ashnaf (golongan). Firman Allah Swt.:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنْ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60)

Shadaqat di sini berarti sedekah yang wajib, yaitu zakat. Ayat ini memberi batasan tentang tujuan-tujuan zakat dan tentang orang-orang yang untuk mereka zakat itu harus dinafkahkan:

a. Fuqara’ (dari akar kata faqara  yang berarti, sesuatu mematahkan tulang belakangnya – Lane) ialah mereka yang menderita kemiskinan atau penyakit;

b. Masakin ialah mereka yang mempunyai kesanggupan bekerja, tetapi tidak mem punyai sarananya;

c. mereka yang diberi tugas mengumpulkan zakat atau menangani pembukuan atau menjalankan tugas yang bertalian dengan itu;

d. orang-orang yang baru masuk Islam (mualaf) yang memerlukan santunan;

e. hamba-sahaya, tawanan-tawanan perang, dan orang-orang lain semacam itu, yang harus membayar uang diat (tebusan) untuk memperoleh kebebasan;

f. mereka yang tidak mampu membayar hutang mereka, atau telah menderita kerugian luar biasa dalam perniagaan mereka dan sebagainya;

g. suatu amal bakti mulia;

h. mereka yang menjadi terlantar waktu mengadakan perjalanan oleh karena kekurangan uang, atau mereka yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu pengatahuan atau untuk memperkokoh hubungan-hubungan kemasyarakatan.

Zakat Fitrah
Selama 13 tahun hidup di Mekah sebelum hijrah, Nabi Muhamad saw telah 13 kali mengalami Ramadhan, yaitu dimulai dari Ramadhan tahun ke-41 kelahiran Nabi yang bertepatan bulan Agustus 610 M hingga Ramadhan tahun ke-53 dari kelahirannya yang bertepatan dengan bulan April tahun 622 M. Namun, selama waktu itu belum disyariatkan kewajiban mengeluarkan zakat fitrah bagi kaum muslimin, dan demikian pula dengan syariat Idul Fitrinya.

Setelah Nabi hijrah ke Madinah, dan menetap selama 17 bulan di sana, maka turunlah ayat 184-185 Al-Baqarah pada bulan Sya’ban tahun ke-2 H, sebagai dasar disyariatkannya shaum bulan Ramadhan. Tak lama setelah itu, dalam bulan Ramadhan tahun itu pula mulai diwajibkan zakat kepada kaum muslimin. (Tawdhiih Al-Ahkaam Syarh Bulugh Al-Maraam, III : 371) Zakat ini kemudian populer di kalangan kita dengan sebutan zakat fitrah atau zakat fitri.

Sehubungan dengan kewajiban itu, Ibnu Umar menjelaskan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ

Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas orang-orang sebesar 1 sha’ kurma, atau 1 sha’ gandum, wajib atas orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, dari kaum muslimin. (Muslim, II: 678)

Adapun shaa' yang dimaksud di dalam hadis di atas ialah shaa' nabawi, yaitu shaa' yang berlaku di zaman Nabi saw.  Bila dikonversi berdasarkan satuan isi, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut:  1 sha = 4 mud =>1 mud itu sama dengan 675 gram, berarti 1 sha’ sama dengan 2751 gram atau 2,75 Kg. (At-Tafsirul Muniir, juz 2, hlm. 141)

Berdasarkan satuan berat jenis, maka ukuran zakat yang dikeluarkan oleh muzakki pada hakikatnya tidak boleh sama tergantung jenis beras yang biasa dikonsumsi oleh masing-masing muzakki. Di sinilah terkadang “neraca menjadi miring”, ketika membayar hak orang lain digunakan beras “Raskin” sementara yang dikonsumsi sehari-hari beras “super”, misalnya.

Hudhur anwar sudah menekankan pembagian zakat fitrah adalah untuk orang miskin.  Dimana Rasulullah saw juga bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

Dari Ibnu Abas, ia berkata, “Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah sebagai pensuci bagi yang saum dari ucapan sia-sia dan kotor dan sebagai makanan bagi orang miskin.” (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, I:585, No. Hadis 1609; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, I:585, No. Hadis 1827; Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, II:138, No. Hadis 1)

Hadis:

أَغْنُوهُمْ عَنْ الطَّوَافِ فِي هَذَا الْيَوْمِ

Cegahlah mereka agar tidak keliling (untuk minta-minta) pada hari ini. (HR. Ibnu ‘Addiy dan Ad-Daraquthni)

Jadi Manfaat zakat fitrah adalah:
1. Sebagai pembersih atau penyuci jiwa orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan yang keji.



2. Sebagai subsidi makanan bagi orang-orang miskin.

Zakat fitrah adalah ibadah yang muqayyad dan mudhayyaq, yaitu terikat waktu dan juga terbatas waktunya. Karena itu membagikan zakat fitrah harus tepat pada waktunya. Kapan waktu yang tertentu dan terbatas itu?

Perbuatan para sahabat di atas merupakan pengamalan terhadap instruksi Rasulullah, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Umar:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الفِطْرِ قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلىَ الصَّلاَةِ

Rasulullah saw. memerintahkan agar mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang keluar (pergi) ke salat (hari raya). (Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:679, No. hadis 1438)

Dalam riwayat lainnya dengan redaksi:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

bahwa Rasulullah saw. memerintahkan agar membayar zakat fithrah sebelum orang-orang berangkat menunaikan shalat I’d. (Muslim)

Semoga amal ibadah puasa kita di ijabah Ilahi dan di sepuluh terakhir Ramadhan kita dapat mengamalkan pembayaran zakat Fitrah. Aamiin

Post a Comment

0 Comments