Mengutamakan agama dari urusan dunia



Oleh: Mln. Ahmad Najamuddin

Telah dipahami bahwa Allah swt selalu menjalankan tradisi/sunnah-Nya, yakni manakala dunia dirongrong oleh macam-macam keburukan dan imoralitas-imoralitas – menjauhkan diri dari nilai-nilai rohani – manusia lebih mementingkan urusan keduniawian daripada urusan agama, maka Allah s.w.t. selalu mengirimkan seorang yang terpilih di antara hamba-hamba-Nya untuk membimbing mereka yang tersesat supaya kembali kepada-Nya lagi dan agar supaya agama-Nya yang pernah diturunkan ke dunia bisa hidup kembali.

Sewaktu-waktu orang yang diutus Allah ini membawa syariat dan sewaktu-waktu mereka datang untuk  menghidupkan kembali syariat yang lama (QS. Al-Baqaroh 2: 106). Mengenai sunnah Allah s.w.t. ini, Al-Qur’an Karim dengan secara luar biasa menekankan dan berulang kali Qur’an Karim meminta perhatian umat manusia untuk mengenal kemurahan dan karunia Allah Ta’ala ini.

Allah swt telah menciptakan langit dan bumi ini tentu maksudnya ialah supaya manusia  memanifestasikan segala Sifat Allah Ta’ala. Dan, sesudah menjadi mazhar-Nya atau bayangan-Nya, ia berdaya upaya untuk mengenal-Nya langsung, akan tetapi tidak ada jaminan bagi manusia bahwa ia tidak akan meninggalkan atau menyeleweng dari jalan yang benar dan tidak akan melupakan tujuan yang suci ini.

Bahkan, Allah swt telah memperingatkan tentang penyimpangan yang akan manusia lakukan setelah mendapat petunjuk syariat Islam yang paling sempurna, di dalam Al Qur’an (As-Sajdah: 5): “Allah Ta’ala merencanakan pekerjaan ini dari langit ke bumi, kemudian naik kembali kepada-Nya pada hari yang jangkanya seribu tahun menurut perhitungan kamu”.

Hal ini berarti bahwa hilangnya  ruh dari agama Islam, menurut keterangan Al Qur’an, ialah setelah lewat 1271 tahun atau menjelang akhir abad ke tiga belas. Tentang zaman itu Rasulullah s.a.w. bersabda:

لا يبقي من الا اسمه ولا يبقي من القران الا رسمه

(Misykat, halaman 33), maksudnya ialah bahwa Islam akan tinggal hanya nama dan Qur’an akan tinggal hanya tulisan belaka.

Maka setelah berlalu 1271 tahun seorang juru penerang dan pembimbing diutus oleh Allah s.w.t. agar dunia senantiasa bebas dari genggaman belenggu syaitan dan  supaya pemerintahan Ilahi jangan tenggelam untuk selama-lamanya.

Jadi, di masa sekarang ini ketika masa 1271 telah berlalu dan telah timbul krisis di tengah-tengah umat Nabi Besar Muhammad Rasulullah s.a.w., maka seyogyanyalah Allah s.w.t. menjaga dan memperbaiki umat ini sebagaimana janji-Nya.

Dengan mengutus seorang utusan-Nya di tengah tengah umat manusia yang rusak ini, seperti halnya dalam umat terdahulu. ketika  suatu masa timbul keadaan krisis, maka Allah s.w.t. segera membimbing mereka. Demikian keadaan Sunnah yang telah terjadi diumat Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Isa a.s., Allah s.w.t. memberikan bimbingannya kepada umat-umat itu tatkala terjadi krisis.

Allah swt semenjak Ia ciptakan alam persada ini senantiasa menunjukkan sifat Pengasih-Nya dan sifat penyayang-Nya, dan begitulah Dia telah mengutus Rasulullah s.a.w. ke dunia. Jadi, demikianlah nampak pada kenyataannya dari Al Qur’an Karim dan Hadits menjadi saksi tentang hal ini bahwa manakala nampak gejala krisis di dalam umat Muhammad maka Allah s.w.t. senantiasa mengutus seorang Penggembala.

Dan, teristimewa pula pada zaman akhir ini. Ketika nampak gejala fitnah Dajjal maka kemenangan bagi agama Kristen, kekalahan secara lahir bagi agama Islam, dan kaum Muslimin meninggalkan ajaran agama mereka lalu mengekor pada kebiasaan dan tradisi pada bangsa yang lain maka seorang mazhar yang utama dari pribadi Rasulullah s.a.w. telah datang dengan tugas untuk mengadakan reformasi atau mengadakan perbaikan di zaman ini.

يحي الدين ويقيم الشريعة
واعلموا ان الله يحي الارض بعد موتها

Maka, sesuai   dengan nubuwatan-nubuwatan (kabar-kabar ghaib) dari Rasulullah s.a.w. dan para Nabi sebelum beliau, yang menerangkan tentang zaman ini. Maka, Allah swt telah memilih salah satu dari hamba hamba-Nya di zaman ini yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as sebagai Masih Mau'ud dan Imam Mahdi yang telah datang tepat sesuai dengan tanda-tanda yang disebutkan di antaranya kejadian gerhana matahari dan bulan di tahun 1894 dan perlindungan bagi jamaah ahmadi dari wabah ta’un  dan ribuan tanda lainnya, guna memikul tugas, bukan untuk membawa amanat yang baru, melainkan amanat itu yang dahulu pernah disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. ke dunia dan yang dunia telah melupakannya. Amanat yang dikemukakan oleh Al Qur’an itulah, yang dunia telah membelakanginya.

Di mana kewajiban bagi segenap umat manusia agar mereka membentuk kerangka kehidupan mereka sesuai dengan sifat-sifat Allah s.w.t. itu. dan harus mengadakan perhubungan sedemikian rupa, sehingga Allah s.w.t. selalu memberikan bimbingan dalam tiap-tiap langkah dan tiap-tiap pekerjaannya, dan ia harus mencintai Allah s.w.t. lebih daripada kecintaannya kepada segala macam benda, dan di dalam segala macam urusan ia serahkan kepada kebijaksanaanNya.

Untuk meyakinkan terhadap kewajiban inilah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani Masih Mau’ud Imam Mahdi a.s. datang ke dunia ini. Tugas beliau ialah untuk menarik orang-orang yang berkecimpung dalam urusan keduniaan supaya menjadi orang-orang yang beragama, untuk mendirikan tahta kerajaan Islam di dalam hati sanubari manusia dan menempatkan kembali wujud Nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. di dalam mahligai kerohanian mereka, yang kebalikannya sedang terus menerus digempur oleh kekuasaan syaitan – dari luar dan dalam – untuk menurunkan beliau dari mahligai kerohanian mereka itu.

Maka, langkah pertama untuk mewujudkan maksud dan tujuan ini, Hadhrat Masih Mau’ud a.s.   menekankan bahwa hukum yang zahir (ekstern) pun amat pentingnya, akan tetapi tanpa adanya jiwa, kemajuan tidak akan dapat dicapai.

Oleh sebab itu, beliau mendirikan sebuah Jemaat dan dan meminta setiap orang supaya mengambil bai’at dan  di dalam hati yang tulus  berjanji bahwa,  “Saya akan mendahulukan kepentingan agama dari pada urusan dunia”.

Perjanjian ini telah mengikis habis anggapan bahwa kejayaan Islam itu berarti ia menguasai kerajaan dunia. Karena pada hakekatnya, penyakit (anggapan) inilah yang melumpuhkan kaum Muslimin, yang tak ubahnya seperti bubuk (rayap) makan kayu. Sekalipun, kemuliaan dunia sudah terlepas dari haribaan mereka dan terus terpuruk.

Sebab Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dengan perintah Allah s.w.t. telah membelokkan perhatian dunia ke arah agama sambil mengikuti jejak langkah para Nabi yang dahulu.

Perlu disadari bahwa di masa beliau sekarang ini, dalam kalangan Muslimin terdapat dua macam pemikiran.

Pertama  berpendirian, bahwa bila kaum Muslim hendak meraih kejayaan Islam kembali maka kaum Muslimin harus berusaha untuk memperoleh kekuasaan dunia.

Kedua, yang digerakkan oleh Jemaat Ahmadiya, jamaah Imam Mahdi, Al-Masih Mau’ud, mengatakan bahwa manusia harus kembali ke pangkuan agama Allah maka  konsekuensinya pasti  Allah s.w.t. dengan sendirinya Dia akan memberikan kemuliaan  dunia juga kepadanya.

Di dalam khayalan mereka kemajuan Islam itu berarti nampaknya kemajuan di bidang pendidikan dan perekonomian dari orang-orang yang mengaku beragama Islam.

Padahal, Rasulullah s.a.w. datang ke dunia ini tidak dengan maksud agar orang-orang (cukup) mengaku di mulut saja menjadi muslimin, tetapi orang itu supaya menjadi muslimin sejati, yang berkualitas seperti oleh Qur’an digambarkan dengan perkataan (Al-Baqarah: 112):

بَلٰى مَنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهٗٓ اَجْرُهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۖ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Yang maksudnya, bahwa ia punya wujud semuanya diserahkan kepada Allah Ta’ala dan hasrat keduniaannya tunduk kepada hasrat keagamaannya.

Rasulullah s.a.w. beserta para pengikutnya telah berjuang demi untuk agama, akan tetapi tidaklah berarti bahwa mereka tidak merasakan kenikmatan-kenikmatan duniawi. Ini merupakan hal yang wajar bahwa kemewahan dunia berlari-lari seperti kacung-kacung mengikuti di belakang mereka yang memperoleh sukses dalam lapangan agama.

Nampaknya, janji ini adalah suatu hal yang biasa, akan tetapi pada hakikatnya di sinilah letak perbedaannya antara Islam dan agama-agama yang lain. Di lain pihak, Islam tidak mencegah orang-orang untuk mencari kekayaan, mencari ilmu, memajukan perniagaan, perindustrian dan pertanian atau berjuang untuk memperkokoh kedudukan negara dan bangsanya. Islam hanya semata-mata bercita-cita merombak jalan pikiran manusia.

Manakala beliau menekankan arti hukum agama, beliaupun menekankan pula hal ini, bahwa agama itu diadakan oleh Allah s.w.t. ialah untuk mencerdaskan akal pikiran manusia.

Beliau bersabda bahwa barangsiapa yang menjalankan agama dengan kesungguhan hati dan tanpa pretensi atau dibuat-buat maka agama itu membentuk di dalam dirinya suatu budi yang luhur serta menimbulkan suatu daya untuk berbuat amal dan menumbuhkan semangat pengorbanan. Beliau menganjurkan agar orang-orang mukmin menjalankan agama dengan sebenar-benarnya melakukan ibadah shalat, puasa, naik haji ke tanah suci Mekkah, dan membayar zakat yang kesemuanya harus dijalankan sesuai dengan apa yang digariskan oleh Al Qur’an.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. berkata, dirikanlah shalat, kerjakan puasa, pergilah naik haji, bayarlah zakat akan tetapi ibadah-ibadah itu baru akan diterima. Apabila buah-buah ibadah itu tercapai dan engkau terhindar dari perbuatan-perbuatan keji dan terlarang. Lagi pula, di dalam diri engkau menjelma ketakwaan engkau dengan secara mutlak menjauhkan diri dari kebiasaan omong kotor, perbuatan keji dan perselisihan, dan engkau mencapai kesucian pribadi dan masyarakat serta mencapai kebersihan rasa dan cita.

Namun, orang-orang yang di dalam dirinya tidak mendapatkan buah-buah daripada ibadah-ibadah itu, aku tidak akan menganggap mereka dari lingkungan Jemaat, sebab mereka hanya mementingkan dunia  dan tidak bertujuan rohani/agama seperti apa yang dimaksudkan oleh Allah Ta’ala. Demikian juga, mengenai ibadah-ibadah lainnya, beliau menekankan tujuan ruhaniah dan mengatakan bahwa tidak ada suatu hukum peraturan yang dikeluarkan oleh Islam tanpa mengandung hikmah di dalamnya.

Allah Ta’ala Tidak Dapat Diraba oleh Tangan, tapi Dapat Dijamah dengan Cinta
Tujuan dari agama ialah bukan hanya menguasai atas panca indera lahir saja, melainkan manakala Dia memerintahkan mata dan tangan, hal ini dimaksudkan untuk membersihkan hati sanubari dan emosi-emosi sehingga kekuatan-kekuatan yang bermukim di dalam diri manusia yang mana ia dapat melihat Allah Ta’ala, dapat meraba Zat itu dengan sepuas-puasnya, dan daya-daya yang ada di dalam diri manusia itu dapat menyimak suara Ilahi.

Pendek kata, sambil menekankan pentingnya hal-hal tersebut di atas, beliau telah membuka jalan baru guna kemajuan Islam, dan merintis kemajuan kerohanian daripada Islam, serta menegakkan “kerajaan” rohani dari Baginda Rasulullah s.a.w..

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tampil ke dunia dan dengan lantangnya menyatakan bahwa Allah Ta’ala bercakap-cakap dengan beliau dan bukan dengan diri beliau saja, bahkan Dia akan bercakap-cakap dengan orang-orang yang iman kepada beliau serta mengikuti jejak beliau, mengamalkan pelajaran beliau dan menerima petunjuk beliau.

Beliau berturut-turut mengemukakan kepada dunia Kalam Ilahi yang sampai kepada beliau dan menganjurkan kepada para pengikut beliau agar mereka pun berusaha memperoleh nikmat serupa itu. Beliau bersabda pula bahwa sekurang-kurangnya lima kali sehari kaum muslimin menegakkan shalat yang mana di dalamnya mereka senantiasa memanjatkan do’a ke hadirat Ilahi demikian, “Ya Tuhan, tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan dari mereka yang Engkau telah anugerahi nikmat-nikmat, yakni para anbiya suci yang terdahulu”.

Maka, tidaklah masuk akal bahwa doa yang diucapkan berkali-kali itu selamanya tidak mustajab dan Allah s.w.t. sama sekali tidak membukakan jalan kepada siapapun di antara kaum muslimin, jalan yang telah dibukakan kepada nabi yang terdahulu, dan Ia tidak berbicara kepada seorang pun seperti Ia selalu bicara kepada para nabi yang terdahulu.

Dengan demikian, beliau secara radikal telah mendobrak perasaan apatis (sikap masa bodoh) yang bercokol dalam hati kaum muslimin. Saya tidak mengatakan tiap-tiap Ahmadi, tetapi dengan yakin saya katakan bahwa tiap-tiap Ahmadi yang memahami maksud dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s ini dengan sebenar-benarnya, yang tidak melakukan sholat seolah-olah ia hanya memenuhi suatu kewajiban semata.

Kesimpulannya ialah, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah membukakan jalan bagi Jemaat untuk mengutamakan agama daripada dunia.

Jadi, tugas dan amanat dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada pokoknya ialah untuk memperbaiki dunia dan untuk mengembalikan perhatian umat manusia kepada Tuhan, untuk menghidupkan keyakinan akan bertemu dengan Allah s.w.t., untuk mengenali kehidupan seperti yang dialami umat di zaman Nabi Musa as, Nabi Isa as dan para nabi lainnya.

Untuk memperoleh kecintaan Allah Ta’ala, siang-malam mereka bersusah payah mengadakan usaha-usaha dan di antara mereka ada yang telah mencapai sukses dan memperoleh mukjizat dan pertanda-pertanda dari Allah s.w.t.. Penghidupan serupa inilah  yang membuat mereka lebih terkemuka daripada kaum-kaum yang lain.

Pada hakikatnya, kelebihan agama Islam itu ialah bahwa di dalam agama Islam, Kalamullah itu berlaku untuk selama-lamanya dan senantiasa orang dapat mengadakan hubungan langsung dengan Allah s.w.t..

Arti karunia dan berkat inilah yang telah terbit dari wujud Rasulullah s.a.w., bahwa dengan perantaraan beliau maka:

-  manusia dapat berhubungan langsung dengan Allah s.w.t.;
-  hati sanubari manusia dapat melihat wajah Tuhan;
-  jiwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan;
-  manusia dapat mendengar Firman-Nya yang maha merdu; dan
-  kepadanya akan nampak pertanda-pertanda dan mukjizat-mukjizat dari Allah Ta’ala.

Hal-hal inilah yang hanya didapat dengan jalan pengabdian kepada Rasulullah s.a.w. dan hal-hal ini pulalah yang  akan menjadi  melebihkan pengikut-pengikut beliau dari umat-umat agama lain.

Tujuan Hadhrat Masih Mau’ud as adalah mengarahkan perhatian kaum Muslimin untuk  mengutamakan agama daripada dunia semata dan menundukkan materialisme di bawah kekuasaan rohani. Dan, hanya dengan jalan inilah Islam pasti akan menang dari agama-agama yang lain.

Kaum muslimin pasti akan sukses menguasai dunia ini hanya akan didapat dengan cara kerohanian, yaitu apabila kaum muslimin benar-benar memegang prinsip keagamaan mereka yang sejati dan mereka mengutamakan agama daripada  dunia berana ini,

Dan, apabila mereka benar-benar mementingkan tujuan-tujuan kerohanian daripada tujuan-tujuan materi maka cara hidup yang cenderung ke arah foya-foya yang dewasa ini semakin populer di negeri kita ini karena pengaruh bangsa-bangsa Barat, dengan sendirinya akan hilang lenyap.

Dan, orang-orang dengan spontan, tanpa disuruh orang lain, akan menghentikan cara hidup yang tidak berguna itu, lalu akan menjalani penghidupan yang bersungguh-sungguh (serius), lidahnya bertuah, dan jiran tetangganya akan mengambil teladan kepadanya sehingga orang-orang yang beragama lain akan berkata seperti orang-orang Mekkah (di zaman Rasulullah s.a.w.) berkata “Lau kunnaa muslimiin.” Betapa bagusnya kalau kita pun menjadi muslimin.” Lambat laun ucapan mereka menjelma menjadi amalan dan pada akhirnya mereka menjadi orang-orang Islam haqiqi, sebab siapapun tidak dapat lama-lama menjauhi hal yang baik.

Mula-mula kecintaannya kepada Islam akan menyelinap ke hati orang-orang Muslim, lalu mengalir ke seluruh tubuh mereka, kemudian orang-orang yang belum memeluk agama Islam dengan sendirinya tidak akan segan meniru kelakuan orang-orang muslim paripurna itu. Dunia ini akan dipenuhi oleh orang-orang yang beragama Islam yang akan menguasai seluruh dunia.

Akan tetapi, saudara-saudara kaum muslimin yang kami muliakan, kemenangan agama Islam dengan jalan mengutamakan agama daripada dunia tentu hanyalah akan dapat dicapai apabila kaum muslimin senantiasa berusaha mengadakan:

 1. perbaikan batin, dengan jalan di antaranya, banyak membaca istigfar, bertahmid, bertasbih, bertakbir, mengucapkan kalimat tauhid, membaca Al quran memahami, berusaha mengamalkannya tanpa memilah-milah apakah itu amal kecil atau amal besar atau dosa kecil atau dosa besar dia akan menjauhinya, dan senantiasa bershalawat dan  berdo’a.

2. propaganda (tabligh) antara lain: dengan tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan dan mode, teguh pada ketentuan Allah swt, berusaha meninggalkan adat adat kebiasaan buruk yang telah diketahuinya, tidak mudah dipengauhi baik dari keluarga, apalagi pengaruh kelompok atau golongan untuk melakukan pelanggaran.

3. pengorbanan , di antaranya: – melakukan, berbuat, memberikan sebagian atau sesuatu untuk Agama Islam – dan selalu bertanya pada dirinya, pada hari ini apa yang telah kulakukan  untuk Agama Islam?

Insya Allah jika setiap muslim berusaha selalu memiliki kemauan yang kuat dan konsekuen dan keberanian, dan menuntut ilmu yang benar maka ketiga jalan diatas akan dengan mudah diamalkan.

Oleh sebab itu, mari kita bersama-sama dan bergotong royong pikul beban  berat ini dalam wadah Jemaah Muslim Ahmadiyah ini. Ketiga jalan ini  adalah jalan  yang harus kita pikul untuk kemajuan Islam. Sebab, membuat janji akan mendahulukan agama dari dunia adalah mudah lidah mengucapkannya, tetapi menepatinya adalah suatu hal yang sulit.

Dalam semboyan Tuhan kita adalah  Allah yang Maha Esa, Satu Nabi kita Nabi  Muhammad SAW dan satu jemaah kita, Jemaah Masih Mau’ud Imam Mahdi dan dibawa satu Khalifah tul Masih Amirul Mu’mini Khalifatul Masih Al Khamis aba.  Kita tegakkan dan wujudkan janji ini.

Di jalan Allah, kehidupan yang hakiki itu terletak di dalam penderitaan dalam berkorban untuk tegaknya  agama, dan tanpa penderitaan seperti itu manusia tidak akan dapat sampai ke Hadhirat Allah swt, dan tanpa adanya keberanian menanggung penderitaan dalam jalan menegakkan syariat ini tak mungkin Islam akan mendapat kemenangan.

Post a Comment

0 Comments