Mengenal Berhala-berhala dan Tauhid Haqiqi dalam Al Quran


Oleh: Mln. Ahmad Najamuddin, Sidoarjo

Dalam Surah Al-Baqaroh [2] ayat : 71, Allah swt berfirman sebagai berikut:

قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْاَرْضَ وَلَا تَسْقِى الْحَرْثَۚ مُسَلَّمَةٌ لَّاشِيَةَ فِيْهَا ۗ قَالُوا الْـٰٔنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ

Ia menjawab, “Sesungguhnya Dia berfirman bahwasanya sapi itu adalah sapi yang a belum dijinakkan untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi ladang, mulus, tidak ada cacatnya.”

Gambar Samiri dan kaum Bani Israil Meyembah Sapi.


1. Baqorah: Patung berbetuk sapi yang terbuat dari emas yang disembah Kaum Bani Israil bersama Samiri.

Firman Allah SWT dalam Surah Al-Maidah [5]: 103:

مَا جَعَلَ اللّٰهُ مِنْۢ بَحِيْرَةٍ وَّلَا سَاۤىِٕبَةٍ وَّلَا وَصِيْلَةٍ وَّلَا حَامٍ ۙوَّلٰكِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَۗ وَاَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ

Allah tidak pernah mensyariatkan adanya Bahirah, Sa'ibah, Wasilah dan Haam. Tetapi, orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.


2. Bahirah: Nama yang diberikan oleh orang-orang Musyrik Arab kepada unta betina yang beranak tujuh ekor dan kemudian dilepas untuk mencari makanan sebebasnya sesudah telinganya dibelah. Unta semacam itu dipersembahkan kepada dewa tertentu, susunya tidak diminum, dan tidak pula dikendarai.

3. Saibah: Seekor unta betina yang dilepaskan untuk mencari minum dan merumput sesudah beranak lima ekor.

4. Washilah: Seekor unta betina (atau biri-biri atau kambing betina) dilepaskan atas nama suatu dewa sesudah berturut-turut beranak tujuh ekor anak betina. Jika, waktu melahirkan yang ketujuh ia melahirkan sepasang, jantan dan betina, ini pun dilepaskan sebagai persembahan pada Dewa.

5. Ham: Seekor unta yang telah menjadi bapak tujuh ekor anak. Unta itu dilepaskan dan tidak digunakan untuk ditunggangi atau untuk pengangkut barang, bebas mencari makan-minum sendiri untuk Dewa.

Allah s.w.t. berfirman dalam Surah Ash-Shaffat 37: 125:

اَتَدْعُوْنَ بَعْلًا وَّتَذَرُوْنَ اَحْسَنَ الْخَالِقِيْنَۙ

"Patutkah kamu menyembah Ba’la dan kamu tinggalkan (Allah) Sebaik-baik Pencipta"


6. Ba’al/Ba’la nama sebuah berhala kaum Nabi Ilyas as. Kaum itu penyembah matahari. Ba’la dapat juga dikenakan kepada Dewa Matahari yang disembah oleh kaum sebuah kota di Siria yang sekarang disebut Bal Bekh (Lane).

Allah Swt berfirman dalam Surah An-Najm [53]: 19-20

اَفَرَءَيْتُمُ اللّٰتَ وَالْعُزّٰى -  وَمَنٰوةَ الثَّالِثَةَ الْاُخْرٰى 

Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al-Lata dan Al-‘Uzza,dan Manat, yang ketiga (yang) kemudian (sebagai anak perempuan Allah).


7. Lata adalah nama berhala di Tha'if. Dia berupa batu yang dipahat, yang dibangun sebuah rumah di atasnya. Padanya ada tirai-tirai yang menyamai Ka’bah. Di sekelilingnya, ada halaman dan mempunyai pelayan (penjaga). Berhala ini milik kabilah Tsaqif dan kabilah-kabilah yang ada di sekitar mereka.

Ada juga Patung Lāta yang dibuat dari batu besar yang dianggap suci, diletakkan di dalam kotak kayu berbentuk persegi dengan batu permata di dalamnya. Ia dikenal juga oleh Herodotus sebagai "Alilat". Patung ini berada di Lembah Wajj yang dianggap suci dan sejajar dengan berhala tersebut.

Di sekitar berhala itu, banyak pepohonan yang tidak boleh ditebang. Para penyembahnya selalu meletakkan persembahan berupa baju, batu permata dan hadiah-hadiah lain di atas batu berhala tersebut, sebagai salah satu upacara keagamaan.


8. Manāt (Arab:مناة) adalah berhala yang terbuat dari batu keras milik Bani Hudzail di Gunung Qudayd, Al-Musyallal. Berhala ini menghadap ke arah Laut Merah  dan dari Madinah berjarak sekitar 4 mil.

Dahulu Kabilah Khuza’ah, Aws, Khazraj, Al_Azad dan Ghassan sering mensucikan dan menziarahinya. Manāt diyakini juga oleh bangsa Arab Jahiliyah bahwa ia adalah Dewi Keyakinan dan sebagai anak tertua dari tiga "Anak Tuhan." Ia dikenal juga dengan nama Manawat bagi Suku Nabatea dari Petra, yang sejajar dengan Dewi Nemesis dan dianggap sebagai istri Hubal.


9. Al-‘Uzzá (Arab:العزى, Yang Terkuat) adalah salah satu berhala yang disembah oleh bangsa Arab Jahiliyah. Berhala ini dianggap sebagai salah satu anak Tuhan bersama dengan Lātta dan Manāt. ‘Uzzá dianggap sebagai Dewi Perang Suci dan yang paling muda di antara berhala dewi yang lain. Atau ada juga Dewa Al ‘Uzza, adalah  Berhala Pohon dari Sallam yang terletak di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekkah dan Tha’if. Di sekitarnya terdapat bangunan, dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan dan penjaga. Dewa Al-‘Uzzá juga disembah oleh bangsa Nabath, yang dianggap sejajar dengan salah satu Dewi Aphrodite.


  10.  Hubal  itu terbuat dari batu akik merah seperti orang, tangan sebelah kanan telah patah, kemudian setelah menjadi berhala kaum Qurais, mereka membuatkan tangan dari emas sebagai gantinya yang patah itu. Menurut riwayat lain, Hubal ditaruh di dalam Ka'bah dan dijadikan berhala terbesar di dalam dan luar Ka'bah. Sebagai bawahan Hubal dibuat pula berhala Manāt, Latta dan ‘Uzzá yang merupakan berhala penduduk lokal. Walau demikian, berhala ini tidak disebutkan dalam Al –quran, kelihatannya karena sudah terwakili dengan penyebutan tiga Sembahan lainnya.

Allah Swt berfirman dalam Surah Nuh (71): 23:

وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ

Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa‘, Yagus, Ya‘uq dan Nasr.”

11.  Wadd (bahasa Arab: ود‎) (Musnad)  “cinta, persahabatan”, Patung berbentuk Pria, dikenal juga sebagai gabungan Dewa Ilmuqut, Dewa ‘Aam, dan Dewa Sin, Ia juga dikenal  sebagai Dewa Bulan oleh Suku  Minaean dari selatan Arabia, dan biasa ada gambar  ular yang diasosiasikan dengannya. Suku Banu Kalb juga menyembah dewa yang dikenal dengan nama Dewa Wadd ini  dan berhalanya itu pernah berada di kota Dumat al-Jandal.

12. Suwwa, patung yang  berbentuk Wanita. Bani Hudzail menyembah berhala ini kemudian diletakkan di daerah sekitar Yanbu' dekat Madinah. Suwa' dianggap sebagai Tuhan Perempuan di Ruhat, sedangkan pemelihara berhala ini adalah Bani Lihyan.

13. Yagus,  patung berbentuk Singa.  Berhala Bani Murad yang dianggap sebagai Tuhan Singa, kemudian untuk Bani Ghuthoif diletakkan di lereng bukit yang terletak di kota Saba dan dan disembah oleh penduduk Huras di Madzhaj, Yaman, serta Bani An’um di Thayyi’. Menurut yang disampaikan oleh Ibnu Kalbi, berhala ini disembah pula oleh Bani Madzhij dan Bani Jurasy.

14. Ya’uq,   patung berbentuk Kuda. Berhala ini oleh Bani Hamdan dan Bani Kinanah yang dianggap sebagai Tuhan Kuda. Ditempatkan di sebuah desa yang bernama Khaywan, dengan jarak selama 2 malam perjalanan menuju Mekkah.

15. Nashr, patung berbentuk Burung Elang.  Berhala ini oleh  Bani Himyar di Balkha, Yaman yang dianggap sebagai Tuhan Hering, adalah juga sembahan keluarga Dzi Kila.

16. Dalam Surah Al-Naml 27: 24 disebutkan Penyembahan pada Matahari:

وَجَدْتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُوْنَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطٰنُ اَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيْلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُوْنَۙ –

“Aku dapati ia dan kaumnya menyembah kepada matahari selain Allah; dan setan telah menampakkan indah bagi mereka amal-amal mereka, dan dengan demikian menghalangi mereka dari jalan yang benar sehingga mereka tidak mendapat petunjuk”

17. Juga ada disebut “anak tuhan” sebagai sembahan lain dalam Alquran misalnya dalam Surah At-Taubah 9 ayat 31:

وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِاَفْوَاهِهِمْۚ يُضَاهِـُٔوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَبْلُ ۗقَاتَلَهُمُ اللّٰهُ ۚ اَنّٰى يُؤْفَكُوْنَ

Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair adalah anak Allah” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih adalah anak Allah.” Ini hanya perkataan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka. Betapa jauh mereka dipalingkan.

Gambar Patung Yesus/ nabi Isa bnu Maryam as. yang dijadikan Anak Tuhan oleh Nasrani


Gambar Nabi Uzair as yang dijadikan anak Tuhan oleh Bani Israil


Padahal  tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk hanya beribadah kepada Nya. Sebagaimana difirmankan-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
(QS. Dzariyaat: 56)         

Sejalan dengan ayat ini maka tujuan hakiki hidup manusia adalah menyembah dan memahami Allah Yang Maha Kuasa serta mengabdi kepada-Nya. Jelas bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk menetapkan sendiri apa yang akan menjadi tujuan hidupnya karena manusia muncul di dunia ini bukan atas kuasanya sendiri, begitu juga meninggalkannya di luar kehendaknya.

Ia adalah mahluk yang diciptakan, dimana Wujud yang telah menciptakan dirinya serta memberkatinya dengan fitrat yang lebih baik dari mahluk hidup lainnya, telah menentukan apa yang sepatutnya yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah seseorang memahami tujuan tersebut atau tidak, tidak diragukan lagi bahwa yang jelas tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah dan memahami AllahSwt serta melarutkan diri di dalam Wujud-Nya.

Hal inilah yang kemudian beribadah menjadi suatu kebutuhan, kebutuhan yang jika tidak terpenuhi maka berdampaklah pada kualitas diri seseorang dihadapan Allah SWT maupun sesama manusia. Dalam tulisan ini kami ingin berbagi bagaimana konsep Al Quran tentang al-Autsaan atau Berhala berhala dalam Alquran? Dan bagaimana kontekstualisasi al-Autsaan pada masyarakat kontemporer? Dan yang bagaimana Tauhid Haqiqi itu?

Di atas dapat dilihat betapa  Al Quran telah mengemukakan kepada kita beberapa nama nama berhala yang disembah oleh manusia yang membawanya jauh dari mengenal Allah yang dikenal dengan istilah Al Autsaan, dan dari sejak awal bila seseorang membaca Al Quran sudah dikenalkan tentang nama Patung Sembahan dari kaum Bani Israil dengan Surah Al Baqora dimana itu adalah nama Patung sembahan (Patung Sapi). Berikutnya ada disebutkan  berhala Baal,  Latta,  Manna, Uzza, Wadda, Suwaa’an, Yaguuts, Yauuq, dan Nasran.

Di dalama Alquran bila kita perhatikan seperti gambar gambar yang telah kami tunjukkan di atas juga telah menggunakan beberapa kata kata atau kalimat untuk berhala-berhala itu antara lain:

1.  الْاَوْثَانِ  = Al Autsaan  (22:30; 29:17; dan 29 :25)

2.  اَصْنَامًا  = As naa man  (6:26; 7 :138; 14:35; 26:71; 21:57)

3. الْاَنْصَابُ = Al an shoobu (5:90; 5: 3; 70:43)

Selain itu ada istilah istilah yang  yang artinya berhala-berhala juga seperti:

4. التَّمَاثِيْلُ  =   At tamaatsiilu (21 : 52 ; 34:13)

5.    اَنْدَادً    =  An dadan       (2 : 165  ada 6 x)

6.   شُرَكَاۤءَ  =  Syurakaa       (13 : 34  ada 168x)

7.   اله         =     Ilaahu       atau

8.   رب        =      Rabbu 

Kata kata itu bila dibaca dalam terjemahannya hampir semua diterjemahkan Berhala berhala, atau sembahan sembahan, atau dewa dewa atau tuhan tuhan selain Allah swt.

Di mana penyembahan pada berhala berhala adalah perbuatan syirik yang tidak diampuni dan sebagai dosa besar dan dampak bagi penyembahnya akan menjadikan manusia sangat terhina dalam api neraka dan doa doanya akan tertolak, sebagaimana hal ini ditegaskan oleh  Allah swt dalam firman Nya:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا -

Sesungguhnya  Allah tidak akan mengampuni jika sesuatu dipersekutukan dengan-Nya; tetapi Dia akan mengampuni selain dari itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang sangat besar. (QS. Al-Nisa 4: 48)

Dan demikian dalam Surah Al-Maidah 5: 72:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۗوَقَالَ الْمَسِيْحُ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۗاِنَّهٗ مَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوٰىهُ النَّارُ ۗوَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ

Sungguh kafirlah  orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Almasih ibnu Maryam”, padahal Almasih berkata, “Hai Bani Israil, beribadahlah kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sungguh Allah mengharamkan surga baginya dan tempat tinggalnya adalah Api, dan tidak ada bagi orang-orang aniaya seorang penolong pun.

Dalam salah satu tulisan  Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis  tentang Penyembahan Dewa dewa ini sebagai berikut: “Penyekutuan Tuhan bisa berbentuk banyak macam dan disebut sebagai Syirik. Jelas terdapat syirik dalam agama Hindu, Kristen, Yahudi dan para penyembah berhala, di mana manusia, batu, benda mati lainnya atau sifat-sifat dan dewa-dewa fiktif disembah sebagai Tuhan.

Meskipun, sekarang ini zaman pencerahan dan pendidikan serta logika mulai menjauhinya, namun bentuk syirik ini masih banyak terdapat di dunia. Kebanyakan manusia menganggap kebodohan seperti ini sebagai bagian dari agama nasional mereka, walaupun sebenarnya, di dalam hati mereka mulai menolaknya.

Hanya saja ada sejenis syirik lain yang menyebar secara tersembunyi seperti racun dan pada masa ini berkembang luas yaitu bentuk ketidak percayaan dan menolak ketergantungan kepada Allah Yang Maha Kuasa.” (Malfuzat, vol. III, hal. 79-82)

Bila memperhatikan kemunculan manusia menyembah berhala yang dapat kita telusuri telah terjadi sejak masa Umat Nabi Nuh as, dengan alasan alasan antara lain bisa dikemukakan yaitu; untuk mengenang kebaikan seseorang dan jasa jasa nya dan untuk menambah semangat untuk beribadah, atau mereka buat patung sehingga bisa menambah kedekatan kepada Tuhannya hingga mereka minta pertolongan pada berhala-berhala tersebut, atau ada juga yang menjadi penyembah berhala-berhala karena terlalu memuliakan tempat atau benda yang berasal dari orang yang dianggapnya suci atau punya kemampuan melebihi dirinya sehingga benda benda seperti batu-batu atau kayu-kayu atau material lainnya; atau ada juga yang berkembang pemikirannya karena Allah telah menyerahkan kekuasaan Nya kepada beberapa pribadi atau obyek suci (?) baik hidup ataupun benda mati, yang kemudian dianggapnya bisa menjadi perantara atau penghubung dalam kebutuhan dan penyembahannya dan dengan demikian mereka mendapat ridha Nya. Dan doa doa nya bisa terkabul.

Dan, seiring perkembangan peradaban manusia bentuk berhala berhala pun mengalami perobahan, dengan bertambahnya kemajuan Pemamfaatan materi yang begitu pesat manusia pun menjauhi penyembahan atau ketaatan pada Allah swt begitu jauh terbawa dalam kesesatan dari Penyembahan pada Allah swt yang sesungguhnya karenanya.

Beberapa bentuk Berhala berhala Kontemporer yang sangat marak terjadi dan telah disebutkan dalam Al-Quran atau saya bisa katakan sebagai metamorfosa dari berhala berhala yang telah disebutkan diawal diatas adalah antara lain; ada yang dinamakan dengan Syirik Khafi yang tersembunyi atau terselubung, kalau Berhala-berhala itu disebut Syirik Jalli yang jelas.

Maka, Syirik Khafi atau disebut juga syirik kecil/halus yang dimasa kini menjadi besar  berkembang dengan pesat, contoh syirik seperti  hal ini ada disebutkan misalnya dalam surah Al-Nisa: 142  يراءون  الناس ولا يذكرون الله     Dan dalam Surah 107 : 7  الذين هم يراءون, mereka melakukan ibadah sholat atau berinfaq hanya untuk dilihat orang untuk pamer/ria, mereka hanya hendak menipu Allah swt. di mana dia melihat dirinya sangat mengagungkan dan meyakini apa yang dimilikinya adalah karena dirinya sendiri dan merasa lebih istimewa dari manusia lainnya atau disebut juga ujub yaitu merasa besar dan tenang yang ada pada dirinya dan melupakan nikmat dari Allah, hingga mencapai Takabbur atau menyombongkan  diri dengan merasa lebih kaya, lebih pintar, lebih mulia lebih beruntung  sehingga meremehkan orang lain dan tidak mau menerima kebenaran dari Allah  yang terkoordinasi dengan perilaku dan otak dan hatinya.

Syirik Khafi lainnya yang ada dimasa kini, adalah Pemujaan Materi dan kesenangan duniawi menjadi tujuan hidupnya atau gaya hidup atau faham/isme yang menganggap barang barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan dalam hidup. Gaya hidup yang mengabaikan ada atau tidak nya Tuhan.

Syirik lain lagi yang marak yaitu hidup mengabdi untuk kepuasan Hawa Nafsu seperti dikemukakan dalam firman Allah swt  dalam surah Al-Furqan: ayat 44: ارايت من اتخذ الهه هواه “ Sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?”

Ada juga orang berbuat Syirik karena Taqlid Buta, atau karena ikut ikut tradisi ritual orang tua mereka sebagaimana dikatakan dalam Surah Al A’raf 7 ayat 174 اَوْ تَقُوْلُوْٓا اِنَّمَآ اَشْرَكَ اٰبَاۤؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِّنْۢ بَعْدِهِمْۚ, ”Bapak-bapak kamilah yang berbuat syirik pada masa dahulu, sedangkan kami hanyalah keturunan sesudah mereka.

Ada juga yang berbuat Syirik karena hasutan seseorang untuk urusan dunia hingga melupakan Allah swt seperti firmanNya dalam Surah Lukman ayat 34 : فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۗ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللّٰهِ الْغَرُوْرُ maka janganlah kehidupan dunia sampai memperdayakanmu, dan janganlah penipu dapat menipumu mengenai Allah.

Selain itu jika kita lihat  kehidupan manusia saat ini ada berhala-berhala yang marak, seperti uang, jabatan, alat alat komunikasi hand phone, internet, komputer dan lain-lain bisa menjadi barang barang sembahan selain Allah juga yang membuat orang abai dan lebih memprioritaskannya daripada ketaatan dan ibadah pada Allah swt. di mana barang barang tersebut karena dapat menjadi sesuatu yang diyakini dapat memberikan manfaat lebih dari pada Allah swt atau bahkan dianggapnya hal itu atau barang itu dapat mengatur nasibnya dan memenuhi kebutuhannya selain Allah swt.

Ini nampak jelas ketika dia kehilangan atau terlepas darinya. Pada umunya sebenarnya para pelaku kemusyrikan mempercayai adanya Allah swt Yang Maha Pencipta dan sifat sifat lainnya juga, atau biasanya alasan lain yang dikemukakan adalah mereka mengatakan bahwa benda benda atau berhala berhala itu memiliki  kekuasaan  mendekatkannya  kepada Allah lebih cepat dan langsung spontan, demikian juga kepada pribadi-pribadi yang dianggapnya dekat dengan Allah swt baik sudah wafat sampai menyembah-nyembah makamnya atau juga dimasa masih hidupnya.

Atau adanya anggapan ketika berada dalam kesulitan ada yang dapat membantunya lebih dekat untuk selamat dari musibah yang dideritanya, atau adanya perasaan kagum yang berlebihan pada sesuatu selain Allah yang dapat mengantar ia memenuhi keinginannya atau mencapai kesejahteraan dan kepuasan materil menurut pikirannya tanpa memperhatikan nilai nilai rohaniah, dan hanya asfek jasmani saja yang diperhatikan dan dibesar besarkan itu juga bisa menjadi Sembahan baru atau kemusyrikan baru dimasa sekarang ini.

Pun, sebagaimana disebutkan dalam Al Quraan, terkadang  keluarga, Orang Tua, Suami, Istri, Anak, Ladang, Ternak, Harta yang bergerak atau tidak bergerak dapat menjadi ujian bagi manusia, sehingga ia lebih mengutamakan pengorbanan untuknya atau membuatnya mengabaikan untuk beribadah dan taat kepada Allah swt.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

"Pemanfaatan sarana sampai dengan batasnya yang pantas adalah suatu hal yang perlu. Sarana juga dibutuhkan untuk kehidupan di akhirat. Melaksanakan perintah Allah s.w.t., menjauhi dosa dan melakukan amal saleh semuanya dilakukan dengan tujuan agar kita nyaman hidup di dunia maupun di akhirat.

Amal saleh dengan demikian merupakan substitusi dari sarana. Tuhan tidak pernah melarang pemanfaatan sarana untuk memehuhi kebutuhan duniawi. Seorang pegawai harus melaksanakan tugas-tugasnya, seorang petani harus menyibukkan dirinya dengan pengelolaan pertanian, seorang buruh harus melaksanakan kerjanya sehingga mereka semuanya bisa memenuhi kewajiban  mereka kepada keluarga, anak-anak dan diri mereka sendiri.

Semua ini bisa dibenarkan sampai suatu limit yang pantas dan memang tidak dilarang, tetapi jika melampaui batas tersebut maka berarti seseorang telah meletakkan kepercayaannya kepada sarana dan hal itu menjadikan yang bersangkutan berlaku syirik yang akan menjauhkan dirinya dari tujuan hidup yang sebenarnya.

Sebagai contoh, jika ada orang yang mengatakan bahwa kalau bukan karena suatu faktor tertentu ia akan mati kelaparan, atau kalau bukan karena suatu kekayaan atau jabatan ia akan miskin, atau kalau bukan karena adanya seorang sahabat ia akan mengalami mala petaka, semuanya itu merupakan hal yang tidak disukai oleh Allah s.w.t.

Dan, Dia tidak akan berkenan pada orang yang terlalu mengandalkan kekayaan, sahabat atau sarana lainnya dan orang itu akan melenceng menjauh dari Allahs.w.t.. Hal ini merupakan syirik dalam bentuknya yang amat berbahaya dan amat bertentangan dengan ajaran Al-Quran dimana Allah swt berfirman yang artinya  ‘Di langit ada rezeki bagi kamu dan juga apa yang dijanjikan kepada kamu’ (QS.51 Adz-Dzariyat: 23)

Sebagaimana juga firman-Nya: ‘Barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia memadai baginya’ (QS.65 Ath-Thalaq: 4) serta firman-Nya: ‘Barangsiapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya suatu jalan keluar, dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah ia menyangka’ (QS.65 Ath-Thalaq: 3-4). Begitu pula dengan firman-Nya: ‘Dia melindungi orang-orang saleh’ (QS.7 Al-Araf:197).

Kitab Suci Al-Quran penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan Allah s.w.t. adalah Penjaga dan pemelihara para orang saleh. Kalau kemudian manusia bergantung kepada sarana dan yakin kepadanya, berarti ia telah mengenakan beberapa sifat Tuhan kepada sarana dimaksud dan menjadikannya sebagai sembahan lain di samping Tuhan-nya. Dalam hal ini ia telah condong kepada perbuatan syirik.

Mereka yang condong atau mengabdi kepada pejabat-pejabat negara dan dari sana lalu memperoleh anugrah dan gelar, akan menghormati para pejabat itu sebagaimana ia  menghormati Tuhan dan dengan cara demikian sama saja dengan telah menyembah mereka.

Hal demikian menafikan Ke-Esaan Tuhan dan melencengkan manusia dari tujuan haqiqinya serta melontarkannya ke luar jalur jauh sekali. Para Rasul Allah s.w.t. selalu mengajarkan agar jangan ada konflik di antara Ketauhidan dengan sarana material di mana masing-masing harus berada di posisinya yang benar, sedangkan akhir segalanya adalah Ke-Esaan.

Para Rasul mengajarkan kepada umat manusia bahwa semua kemuliaan, kebahagiaan dan kepuasan datangnya dari Allah s.w.t. Jika ada sesuatu lainnya yang ditegakkan bertentangan dengan Dia maka akan timbul konflik dimana salah satu akan rusak. Ketauhidan Ilahi harus selalu dimenangkan.

Memang, sarana boleh digunakan tetapi tidak patut diagungkan.” “Keimanan kepada Ketauhidan Ilahi akan melahirkan kecintaan kepada Allah Yang Maha Perkasa ketika manusia menyadari bahwa semua kesialan dan keberuntungan ada di Tangan-Nya, bahwa hanya Dia-lah Yang Maha Pengasih dan setiap partikel hanya datang daripada-Nya tanpa intervensi siapa pun. Ketika seorang manusia berhasil mencapai tingkatan suci ini maka ia akan diakui sebagai seorang yang beriman kepada Ketauhidan Ilahi.

Salah satu persyaratan dari keimanan kepada Ketauhidan Ilahi adalah tidak akan menyembah batu, manusia lainnya atau benda apa pun, bahkan seharusnya merasa jijik atas tindakan demikian. Syarat kedua adalah tidak terlalu melebihlebihkan pentingnya sarana material. Syarat ketiga, manusia bersangkutan harus menafikan ego dan tujuannya sendiri.

Seringkali, manusia merasa kemampuan sifat dan fisik dirinya amat hebat sehingga membayangkan bahwa ia telah berhasil mencapai suatu kemaslahatan dengan dayanya sendiri. Ia demikian mengandalkan kemampuan dirinya sendiri sehingga mensifatkan semua keberhasilan atas kemampuannya tersebut. Keimanan haqiqi pada Ketauhidan Ilahi akan bisa dicapai jika seseorang juga menafikan kemampuan dirinya sendiri.” (Malfuzat, vol. III, hal. 79-82).

Tuhan yang bagaimana yang mestinya kita sembah?, inilah penjelasan dari Hadrat Masih Mauud as:

Mereka yang memiliki telinga, dengarlah apa yang diinginkan Tuhan dari diri kalian. Yang diinginkan adalah kalian secara keseluruhan menjadi milik-Nya dan tidak akan menyekutukan apa pun dengan Wujud-Nya, baik di langit mau pun di bumi.

Tuhan kita adalah yang Maha Esa yang hidup sekarang ini sebagaimana Dia itu hidup sebelumnya, yang berbicara sekarang sebagaimana Dia berbicara dahulunya, yang mendengarkan sekarang sebagaimana Dia mendengarkan di masa lalu. Adalah dusta pandangan yang menyatakan bahwa Dia itu sekarang hanya mendengar dan tidak berbicara lagi.

Sesungguhnya Dia itu mendengar mau pun berbicara. Semua sifat-sifat-Nya bersifat abadi tanpa akhir. Tidak ada dari sifat-Nya lalu menjadi usang tidak berguna. Dia adalah wujud yang tanpa sekutu, tidak memiliki anak atau pun isteri pendamping. Dia adalah wujud yang tanpa padanan, tidak ada satu pun yang menyamai-Nya, yang sifat-sifat-Nya tunggal dan tidak berbagi dengan siapa pun.

Tidak ada kekuasaan-Nya yang cacat apa pun. Dia itu dekat tetapi juga jauh, dan Dia itu jauh tetapi sesungguhnya dekat. Dia bisa memanifestasikan Wujud-Nya dalam bentuk apa pun kepada mereka yang bisa melihat kasyhaf tetapi Dia itu tanpa tubuh dan tanpa bentuk. Dia itu berada di atas segalanya, namun tidak bisa dikatakan bahwa ada seseorang di bawah-Nya. Dia berada di atas Arasy-Nya tetapi tidak bisa dikatakan bahwa Dia tidak berada di bumi.

Dia merangkum dalam Diri-Nya semua sifat-sifat yang sempurna dan merupakan manisfestasi dari semua keagungan. Dia itu adalah sumber mata air dari semua keluhuran dan merangkum keseluruhan kekuasaan dalam Wujud-Nya. Semua rahmat bersumber dari Diri-Nya dan segala-galanya kembali kepadaNya. Dia adalah Penghulu dari semua kerajaan dan memiliki semua sifat-sifat yang sempurna. Dia itu bebas dari segala cacat dan kelemahan.

Menjadi kewajiban bagi semua yang ada di langit dan di bumi untuk menyembah-Nya. Tidak ada apa pun yang berada di luar kemampuan-Nya. Semua jiwa dan kemampuan yang dimilikinya, semua partikel berikut kemampuannya adalah ciptaan-Nya. Tidak ada apa pun yang mewujud dengan sendirinya tanpa melalui Dia.

Dia memanifestasikan Diri-Nya melalui kekuasaan-Nya serta tanda-tanda-Nya dan kita bisa menemukan Dia hanya melalui Dia saja. Dia akan memanifestasikan Diri-Nya hanya kepada mereka yang bertakwa dan memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada mereka.

Dengan cara demikian itulah Dia dikenali dan itulah jalan yang diakui yang telah mendapat perkenan-Nya.” “Dia melihat tanpa bantuan mata fisik dan mendengar tanpa telinga fisik serta berbicara tanpa lidah fisik. Sudah menjadi fungsi-Nya menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Seperti yang seolah-olah kalian lihat dalam mimpi, Dia menciptakan dunia tanpa melalui sarana apa pun dan menunjukkan apa yang mewujud berupa segala sesuatu yang fana dan non-eksis. Demikian itulah kekuasaan-Nya.

Bodoh sekali manusia yang menyangkal kekuasaan-Nya dan sungguh buta mereka yang tidak menyadari kedalaman-Nya. Dia melakukan segala sesuatu dan bisa melakukan segala hal kecuali yang bertentangan dengan harkat-Nya dan berlawanan dengan janji-Nya. Dia itu Maha Esa dalam Wujud-Nya, dalam sifat-sifat-Nya, dalam tindakan-Nya dan dalam kekuasaanNya. Semua pintu menuju Diri-Nya tertutup kecuali satu pintu yang dibukakan oleh Al-Quran.” (Al-Wasiyyat, Qadian, Magazine Press, 1905; Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 309-311, London, 1984)

Adapun mereka yang telah mendustakan itu semua. Maka Allah swt menyatakan

اِنْطَلِقُوْٓا اِلٰى ظِلٍّ ذِيْ ثَلٰثِ شُعَبٍ

Mereka akan diperintah: Sekarang pergilah kepada naungan yang mempunyai tiga cabang.

Ayat menjelaskan bahwa Kepercayaan-kepercayaan salah meyakini ada Tuhan lain selain Allah swt atau juga kebiasaan-kebiasaan upacara penyembahan orang-orang kafir akan mengambil bentuk bayangan yang mempunyai tiga cabang di akhirat yang salah satu maksudnya ialah bahwa isyarat  kepada naugan yang mempunyai tiga cabang itu dapat tertuju pada penyembahan paham Kristen tentang  trinitas atau Tiga Tuhan.

Selain itu  ayat ini dapat juga berarti bahwa orang-orang penyembah Tuhan-Tuhan  palsu itu akan disiksa dari kanan, dan kiri, dan dari atas. Atau firman Allah ini menjelaskan kepada tiga unsur yang bekerja berlawanan arah dengan perkembangan kesadaran manusia yang membawanya pada kepalsuan dan acuh terhadap kewajiban-kewajiban yaitu karena mereka itu; kekurangan daya tanggap tidak merenungkan eksistensinya, atau kekurangan memamfaatkan daya pikir yang dimilikinya, dan daya pertimbangannya kuran digunakan.

Demikian pula, ada tiga unsur yang bekerja pada diri orang orang itu yang  menentang gerak hati  kepada akhlak yang menguasainya, yaitu rasa takut berlebihan akan nasibnya, keangkuhan atau egonya lebih menguasai dan nafsu birahi lebih dituruti tanpa berusaha mengikuti tuntunan Wahyu dari Allah swt.

Dalam ilmu jiwa ada dikenal bahwa ada tiga unsur yang bertanggung-jawab menjerumuskan manusia ke neraka, yaitu karena menuruti persepsi dan kesimpulan yang salah, kedua mereka menuruti kejahatan seksual, dan ketiga  karena mereka menuruti kemalasan.

Demikian yang dapat kami paparkan pada kesempatan ini, semoga dapat dilanjutkan pada tulisan tulisan berikutnya. Dan beberkatalah mereka yang selalu mengikuti petunjuk yang benar dari Allah swt dalam Alquran.

Post a Comment

0 Comments