Emansipasi Wanita: Islam Senantiasa Mengangkat Derajat Wanita Dan Pelopor Emansipasi Wanita




Oleh Mln Mubarak Achmad

Wanita merupakan makhluk terindah yang mempunyai keistimewaan tersendiri. Berbicara tentang wanita mempunya kekhususan dan gambaran yang serba komplek. Wanita mempunyai status dan keduduakn serta peran tersendiri. 

Selain anak, ternyata wanita juga merupakan amanat Allah Ta’ala yang diberikan kepada kita, dengan begitu selayaknya kita sebagai seorang Muslim yang baik untuk menjaga amanat yang diberikan. 

Dengan memperhatikan dan menjaga wanita artinya kita telah menjaga amanat Allah. Namun, pembicaraan wanita sejak dahulu hingga era digital senantiasa menjadi perbincangan hangat terutama dalam ngobrol tentang “EMANSIPASI WANITA".

Emansipasi Di Beberapa Negara
Berbicara tentang Emansipasi Wanita, Negara Islandia merupakan negara dengan praktek terbaik untuk mendidik dan memberdayakan wanita, termasuk pelajaran dari perguruan tinggi di negara ini tentang kesetaraan gender tingkat lanjut, politik untuk wanita hingga pelatihan kepemimpinan telah terwujud. 

Bahkan, Negara Islandia mempunyai emansipasi sejak dini yakni penyetaraan hak-hak antar gender diajarkan sejak kecil. Pendidikan gender tidak hanya harus didengar, melainkan juga diajarkan agar mengakar menjadi mentalitas sebagai orang Islandia. 

Anak-anak Islandia dididik untuk hidup melawan stereotip (Penilaian terhadap seseorang yang hanya dilakukan berdasarkan persepsi kepada kelompok tersebut) sebelum mereka mengenal laki-laki dan wanita. Guna menunjang kebutuhan ini Islandia memiliki kurikulum ‘Single Sex Class’ yang mengajarkan anak-anak untuk berani berpendapat. 

Mereka dilatih secara fisik dan percaya diri. Dan, kurang lebih 70 sekolah dasar di Islandia mengajari para siswanya baik wanita dan laki-laki untuk menjadi pemberani, mandiri dan mengambil resiko sendiri.

Emansipasi di negara Rusia, tidak dikenal perbedaan antara wanita dan laki-laki dalam arti seluas-luasnya. Tiap orang Rusia apakah wanita dan laki-laki mempunyai kedudukan sama. Tanpa membedakan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan kedudukan sosial semuanya satu kelas. Semuanya merupakan pekerja-pekerja yang harus membaktikan segenap kemampuannya untuk kepentingan Negara.

Negara kita Republik Indonesia, setiap tanggal 22 Desember memperingati hari ‘IBU’. Dibalik Hari tersebut ternyata mempunyai makna dan story tersendiri di mana sejarah hari ibu terlahirkan berkat perjuangan kaum wanita dahulu dengan menggelar Kongres Perempuan dalam mendukung NKRI [Negara kemerdekaan Republik Indonesia] di masa tersebut. 

Hari ibu merupakan hasil pergerakan wanita yang diawali dengan kongres wanita pertama pada tanggal 22 Desember di Yogyakarta, yang mempunyai tekad mengukuhkan semangat dan tekad untuk mendorong kemerdekaan Indonesi. Dan, akhirnya pada setiap tanggal 22 Desember dirayakan Hari Ibu yang diresmikan oleh Bapak Presiden Soekarno sebagai Presiden Pertama Indonesia.  Diatur dalam keputusan Presiden Indonesia no.316 tahun 1959 tanggal 16 Desember bertepatan pada ulang tahun ke-25 kongres wanita Indonesia. 

Hari Ibu yang merupakan hari cinta dan kasih sayang kepada ibu ini dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini, yang merupakan sosok wanita yang gigih dalam memperjuangkan Emansipasi Wanita dan beliau dikenal sebagai Pahlawan emansipasi wanita.  

Raden Ajeng kartini lahir pada tanggal 21 April di Jepara, Jawa Tengah. Beliau merupakan sosok bangsawan di Jepara, anak kelima dari 11 bersaudara dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A Ngasirah.

Kartini bangkit sebagai pelopor kesetaraan derajat antara wanita dan Pria di Indonesia dikarenakan beliau banyak merasakan diskriminasi yang terjadi antara wanita dan pria pada masa itu, di antaranya wanita tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan tinggi dan melihat bahwa wanita pribumi berada pada status sosial yang rendah, maka Kartini bangkit dengan ide-ide bagi kemajuan wanita Indonesia dari keterbelakangan.

Arti Emansipasi
Memperbincangkan Emansipasi wanita merupakan hal yang menarik dalam berbagai diskusi. Apa sich arti emansipasi? Kata emansipasi berasal dari  bahasa latin, yaitu ‘EMANCIPARE’. Kata Emancipare terdiri dari 3 buah kata yaitu E, MANUS DAN PARE. Kata E berarti keluar dari, kata MANUS berarti tangan dan kata CIPARE berarti mengambil. Jadi Emancipasi secara logat berarti pindah tangan. 

Secara bahasa berarti pembebasan yang pada umum nya diartikan dari ketergantungan untuk mengembangkan identitas kearah kemandirian, kedewasaan berpikir, perasaan, perilaku untuk menjadi manusia dinamis dan kreatif serta inovatif.

Pada zaman ini, kita melihat kedudukan wanita sudah mulai berubah. Wanita ada yang menjadi kepala negara, menjadi menteri, menjadi gubernur, menjadi bupati dan menduduki jabatan kepemimpinan dalam pemerintahan maupun lainnya. Jabatan tertinggi dalam kepemimpinan sudah banyak diduduki wanita, tembok-tembok wanita yang hanya menduduki tempat dapur sudah mulai roboh.

Berperannya wanita sebagai wanita karir karena keinginannya bekerja atau membantu kebutuhan keluarga harus tetap memperhatikan statusnya sebagai seorang ibu yang bertanggung jawab dan mempunyai tugas mengurus kehidupan rumah tangganya. Melahirkan dan membesarkan serta mendidik selama masa permulaan merupakan suatu tugas yang penting dijalankan seorang ibu, sedangkan seorang ayah hanya sebatas membantu saja.

Secara naluri seorang anak akan mencari ibunya tatkala membutuhkan makan, minum, menyampaikan isi hatinya, kesenangan dan keamanan, apalagi ketika sedang jatuh sakit. Seorang anak yang tidak disiplin  tatkala dimarahi oleh ibunya maka dia tidak akan dendam kepada ibunya sedangkan jika dihukum oleh ayahnya akan timbul kecil hati dalam dirinya.

Kasih sayang dan kelembutan fitrat serta hubungan bathin sang ibu dengan anak lebih besar dibanding hubungan anak dengan ayahnya. Namun begitu, wanita makhluk lembut yang mempunyai kelemahan dan kelemahan yang ada pada sosok wanita memerlukan sokongan dan perlindungan seorang lelaki untuk membantu dan memberikan rasa nyaman.

Terbukti dengan seorang wanita dapat dipaksa berbuat tidak sesuai dengan keinginannya sedangkan laki-laki tiadak dapat dipaksa melakukan yang berlawanan dengan kecendrungannya. Sebagimana didalam Al-Qur’an pun telah ditegaskan:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

Laki-laki itu pelindung bagi perempuan-perempuan, karena  Allah telah melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yang lain, . . .(QS. An-Nisa, 4 : 34)

Qawwamuun diambil dari kata qaama, dan qaama ‘alal-mar’ati berarti, ia mengemban kewajiban memelihara wanita itu; ia melindungi dia (wanita itu). Oleh karena itu, kata qawwamuun berarti, pemelihara-pemelihara; pengurus-pengurus perkara; pelindung-pelindung (Lisan). Ayat ini memberi dua alasan mengapa laki-laki telah dijadikan kepada keluarga :

1. Kemampuan-kemampuannya – ditilik dari segi mental dan fisik – lebih unggul

2. karena ia menjadi pencari nafkah dan pemelihara kesejahteraan keluarga.

Oleh karena itu wajar dan adil, bila orang yang menghasilkan dan memberikan uang untuk pemeliharaan keluarganya, menikmati kedudukan sebagai pengamat dalam melaksanakan urusan-urusannya.

Emansipasi Pra Islam
Bagaimanakah status dan keadaan wanita sebelum Islam lahir? Keadaan wanita pada saat sebelum Islam pada umumnya sangatlah memprihatinkan dan mengenaskan khususnya dikalangan bangsa Arab pada masa jahiliyah di mana mereka sangat membenci akan kelahiran anak  wanita sehingga jika terlahirkan anak wanita dikeluarga mereka, maka ada yang mengubur hidup-hidup dan ada juga yang membiarkan hingga terhina dan dihinakan.

Hal ini tergambar pada firman Allah Ta’ala:

وَإِذَا الْمَوْؤُودَةُ سُئِلَتْ

“Dan apabila bayi perempuan dikubur hidup-hidup akan ditanya” (QS. At-Takwir, 81 : 8)

Al-Mau’udah artinya anak perempuan dikubur hidup-hidup. Jikapun dia lolos dari penguburan itu, nasib hidupnya dalam keadaan hina dan diperlakukan sewenang-wenang serta tidak mendapatkan warisan, malah dijadikan barang warisan yang berpindah tangan, sebagai budak dan tidak berarti.

Dalam ayat lain dikatakan : 

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدّاً وَهُوَ كَظِيمٌ 
يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُون

“Dan apabila diberi khabar suka kepada salah seorang di antara mereka mengenai kelahiran seorang anak perempuan, maka mukanya menjadi hitam dan dia menahan marah. Diam menyembunyikan diri dari orang-orang disebabkan khabar buruk yang telah di sampaikan kepadanya. Apakah ia akan memeliharanya meskipun dengan menanggung kehinaan, atau kah ia akan menguburnya di dalam tanah ? Ketahuilah, sangat buruk apa yang mereka putuskan. (QS. An-Nahl, 16 : 58-59)

Kalimat -> Iswadda wajhu-huu  berarti, mukanya menjadi hitam, yakni mukanya membayangkan kesedihan atau menjadi bermuram durja; ia menjadi sedih hati, duka nestapa atau risau hati ; ia menjadi orang terhina (Lane).

Dalam ayat tersebut -> Isyarat itu ditujukan kepada kebiadaban buas, yang dahulu meluas di tengah-tengah kabilah-kabilah Arab tertentu, yaitu mengubur hidup-hidup anak wanita. Mereka mempunyai pandangan yang sangat rendah sekali terhadap kaum wanita dan memberikan kepadanya kedudukan yang amat hina dalam masyarakat mereka. 

Inilah kenyataan yang terjadi pada bangsa Arab sebelum kedatangan Islam dan diutusnya Nabi Muhammad saw. Kenyataan yang sama juga terjadi kepada bangsa-bangsa yang lain mereka menempatkan wanita tidak lebih dari sebagai barang saja. Misalnya, di Hindustan, wanita dianggap jelek sepadan dengan kematian, neraka, racun dan api. Jika seorang suami meninggal dunia dan jenazahnya diperabukan maka sang istri yang masih hidup harus ikut dibakar bersama jenazah suaminya.

Bagi bangsa Yahudi, wanita adalah makluk terlaknat dan sebagian golongan Yahudi menganggap ayah si wanita berhak memperjualbelikan putrinya. 

Nasrani pun menghinakan wanita. Sekitar pada abad ke-5 M, para pemuka agama ini berkumpul untuk membahas masalah wanita, yakni apakah wanita sekedar tubuh tanpa ruh didalamnya ataukah memiliki ruh seperti lelaki? kepetusan akhirnya adalah mereka menyatakan wanita itu tidak memiliki ruh yang selamat dari adzab neraka, kecuali Maryam ibunda nabi Isa as.

Emansipasi Ba’da Islam
Selanjutnya mari kita melihat bagaimana Emansipasi dalam Islam dan bagaimana pandangan – pandangan Islam terhadap wanita. Islam memberikan kedudukan wanita dengan derajat  yang terbaik dan penuh keistimewaan.

Islam sebagai agama Rahmatanli’Aalamin yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw bertujuan untuk menyempurnakan akhlak insan dan mengatur tujuan hidupnya menjadi harmonis, damai, sakinah dan tentram lahir dan bathin. Begitu juga terdahap wanita, Kehadiran Islam memperbaiki derajat dan statusnya menjadi jelas, bukan sebagai pemuas nafsu dan barang yang diperjual belikan.

Al-Qur’an menjunjung tinggi sekali kehormatan kaum wanita dan telah mengakui semua hak mereka yang sah yang dalam hubungan ini Al-Qur’an menonjol sekali di antara semua kitab-kitab suci lainnya di dunia ini. 

Agama Islam memberikan posisi wanita sebagai makhluk yang istimewa dan mempunyai status serta kedudukan yang sama dengan laki-laki. Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an pun ada nama surah An- Nisa yang artinya wanita. 

Pembaca yang budiman mari kita lihat apa yang disampaikan Al-Qur’an tentang Emansipasi Wanita:

1. Wanita dan Laki-laki mempunyai kedudukan dan status yang sama

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada” (QS. AL-Hujarat, 49 : 13)

Sesudah membahas masalah persaudaraan dalam Islam pada dua ayat sebelumnya, ayat ini meletakkan dasar persaudaraan dan persamaan umat manusia. Ayat ini menumbangkan rasa dan sikap lebih ungul semu lagi bodoh, yang lahir dari keangkuhan rasial atau kesombongan nasional.

Sebab, umat manusia sama-sama diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan maka sebagai makhluk manusia, semua orang telah dinyatakan sama dalam pandangan Allah Ta’ala Harga seseorang tidak dapat dinilai oleh warna kulitnya, jumlah harta miliknya, oleh pangkatnya atau kedudukannya dalam masyarakat, keturunan atau asal-usulnya, melainkan oleh keagungan akhlaknya dan keturunan manusia, tidak lain hanya suatu keluarga belaka.

Pembagian suku-suku bangsa, bangsa-bangsa dan rumpun-rumpun bangsa dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka saling pengertian yang lebih baik, terhadap satu-sama lain agar mereka dapat saling mengambil manfaat dari kepribadian serta sifat-sifat baik bangsa-bangsa itu masing-masing.

Pada peristiwa Haji terakhir di Mekkah. tidak lama sebelum Rasulullah saw. wafat, beliau berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan:

“Wahai sekalian manusia! Tuhan-mu itu Esa dan bapak-bapakmu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan kelebihan atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia. Orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Tuhan ialah yang paling bertakwa di antaramu” (Baihaqi).

Sabda agung ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paing kuat. Di tengaj suatu masyarakat yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang berbeda itulah, Rasulullah saw. mengajarkan asa ynag sangat demokratis.

Islam menciptakan perempuan dan laki-laki sebagai pasangan, sebagai teman pendamping. Kodrat wanita dalam Islam bukan sebagai bawahan yang diperlakukan seenaknya. Allah Ta’ala menegaskan yang paling mulia disisi Ilahi adalah KETAKWAAN.

2. Pahala dan dosa bagi perempuan dan laki-laki
Begitu juga didalam amalan kebaikan dan keburukan, wanita dan laki-laki mempunyai kesetaraan dalam timbangannya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa berbuat amal shaleh dari antara laki-laki maupun perempuan dan ia adalah orang beriman, tentulah Kami akan memberikan kehidupan yang suci ; dan niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka ganjaran mereka lebih baik, sesuai apa yang mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl, 16 : 97)

Ayat ini mengakui persamaan hak kaum laki-laki dan kaum wanita, dan menjajikan pembagian yang sama dalam nikmat-nikmat Ilahi kepada kedua golongan itu:

لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Supaya Allah akan menghukum orang-orang munafik lelaki dan orang-orang munafik perempuan, dan orang-orang musyrik lelaki dan orang-orang musyrik perempuan  dan Allah senantiasa kembali dengan kasih sayang kepada orang-orang lelaki beriman dan orang-orang perempuan yang beriman. Dan Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahdzab, 33 : 73)

Dalam ayat ini juga jelas, Allah menghukum perempuan dan laki-laki yang munafik dan Musyrik.

3. Islam member hak warisan kepada Perempuan

لِّلرِّجَالِ نَصيِبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيباً مَّفْرُوضاً

“Bagi laki-laki ada bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabatnya; dan bagi perempuan-perempuan pun ada bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak darinya, suatu bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-Nisa, 4 : 7)

Ayat ini merupakan landasan hukum Islam tentang warisan. Ayat ini meletakkan asas umum tentang persamaan hak sosial kaum pria dan wanita. Kedua-duanya berhak menerima bagian yang layak dari harta. Peraturan terinci diberikan dalam ayat-ayat berikutnya. Jadi, jelas Islam memperlakukan perempuan sebagai mana layaknya manusia.

4. Islam Menjaga kehormatan Perempuan

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau dan anak-anak perempuan engkau dan istri-istri orang mukmin, bahwa mereka harus menarik ke bawah kain selubung mereka dari atas kepada sampai ke dada. Yang demikian itu lebih memungkinkan mereka dapat dikenal dan tidak diganggu. Dan, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahdzab, 33 : 59)

Jalabib (kain selubung) adalah jamak dari jilbab, artinya :

1. Pakaian-kemas wanita bagian luar 

2. Pakaian yang membungkus seluruh tubuh 

3. Pakaian yang dipakai seorang wanita yang sama sekali membungkus tubuhnya sehingga bahkan tangannya pun tidak dibiarkan tak tertutup (Lane). 

Pardah” menurut ajaran Islam mengandung dua maksud. Islam menganjurkan hidup terpisah dan menyarankan sopan-santun dan tingkah laku yang terhormat. Kaum wanita tidak diizinkan berjumpa dengan kaum pria sebabas-bebasnya, dan mereka pun diharapkan menaati peraturan-peraturan tertentu berkenaan dengan pakaian bila mereka keluar rumah mereka. Salah satu tujuannya adalah agar perempuan tidak diganggu dan terjaga kehormatannya.

Jadi pada intinya Islam menjamin Kemerdekaan kaum wanita. Islam mengangkat Derajat Kaum wanita dan pelopor emansipasi wanita.

Dalam mengakhiri artikel ini insya Allah saya akan gambarkan Beberapa uraian Tentang Wanita dari Nabi Muhammad saw dan Hadhrat Masih Mau’ud as tentang wanita, yakni:

1. Nabi Muhammad saw Bersabda:
“Dari Abdullah bin Amar ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda: 'Sesunggunya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita solihah'”. (HR. Musli)}.

“Rasulullah saw bersabda kepada Umar Ibnul Khattab ra: ‘Maukah aku beritakan kepadamu tentang wanita sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu Istri solihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri akan menjaga dirinya'”. (HR. Abu Daud)

“Ketika Umar Ibnul Khattab ra brtanya kepada Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah saw, harta apa yang sebaiknya kita miliki?’ Beliau saw bersabda, ‘Hendaknya salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir dan istri Mu’minah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat'” (HR. Ibnu Majjah)

2. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
Sikap terhadap istri - >  ”Kalian jangan menganggap perempuan (istri) sangat rendah dan tidak ada artinya sama sekali. Tidak demikian. Penuntun sempurna kita, Rasulullah saw bersabda :  Khairukum khairukum li-ahlihi –  sebaik-baik kamu adalah yang bersikap baik kepada istrinya. Dia (suami) yang tidak memperlakukan istrinya dengan baik tidak dapat disebut sebagai orang salih. 

Seseorang dapat berbuat baik kepada orang lain hanya jika dia berbuat baik kepada istri. Dia yang bertengkar dengan istrinya dan memaki istrinya karena hal-hal yang kecil (sepele) dan memukulnya, sama sekali tidak dapat [disebut] berbuat baik kepada orang lain.

Kadang-kadang terjadi seseorang begitu marah kepada istrinya dan memukulnya, sehingga beberapa bagian tubuh istrinya yang halus terluka dan ia meninggal dunia. Untuk menghindari hal semacam inilah Tuhan berfirman, “ashiru hunna bil ma'ruf  --  berlakulah kepada istri dengan layak.” 

Tentu saja jika dia (istri) melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya, dia bisa diperingatkan. Tugas laki-laki untuk mengatakan kepada perempuan (istri) bahwa dia (suami) tidak menyukai hal-hal yang bertentangan dengan perintah agama, tetapi juga dia (suami) harus menyampaikan bahwa dia (suami) tidak kasar dan tidak berperasaan sehingga tidak mempedulikan mengacuhkan kelemahan-kelemahan istrinya.” (Malfuzat, jld. II, hlm. 147). 

Hak-hak Kaum Perempuan -> Perlindungan hak-hak kaum perempuan sebagaimana yang dilakukan oleh Islam, sama-sekali tidak dilakukan oleh agama lainnya. [Hal itu diungkapkan] dalam kalimat  yang ringkas: "Wa lahunna mitslul ladzii 'alaihinna" (QS. Al-Baqarah, 2 : 128), yakni, sebagaimana hak-hak kaum pria atas perempuan, demikian pula hak-hak kaum perempuan atas kaum pria.

Ada terdengar kondisi sebagian orang, mereka menganggap kaum permpuan seperti halnya sepatu di kaki, dan meminta mereka melakukan pengkhidmatan-pengkhidmatan paling hina. Dicaci-maki dan dipandang dengan pandangan nista. Dan hukum pardah sedemikian rupa mereka terapkan [pada istri mereka] dengan cara yang begitu tidak patut seolah-olah mereka mengubur [istri mereka itu] hidup-hidup.

Hendaknya para suami itu menjalin hubungan dengan istri-istri mereka seperti halnya dua orang sahabat sejati dan hakiki. Saksi pertama atas akhlak fadhilah manusia dan hubungan dengan Allah Ta’ala adalah para istri ini. Jika [para suami] tidak memiliki hubungan yang baik dengan mereka, bagaimana mungkin para suami itu dapat berdamai dengan Allah Ta’ala.

Rasulullah saw bersabda: "Khairukum khairukum li-ahlihi, " yang terbaik di antara kalian adalah yang baik terhadap istrinya.” ( Malfuzat, jld. V, hlm. 417-418).

Kaum Perempuan Sebagai Penopang - >  Rasulullah saw merupakan penjelasan praktis Quran Syarif. Suatu kali Beliau saw dalam keadaan sangat resah. Beliau saw bersabda kepada Hadhrat Aisyah ra, "Hai Aisyah ra, berikanlah ketenteraman pada saya."

Ini jugalah rahasia dalam penciptaan kaum perempuan,  yakni suatu  kepedihan yang timbul dalam pengorbanan jiwa di jalan Allah, mereka menjadi penyokong (penopang). Untuk itulah Allah Ta’ala telah menciptakan Hawa bersamaan dengan Adam, supaya ia menjadi penyokong (penopang) bagi Beliau saw pada saat-saat dibutuhkan. (Malfuzat,  jld. V, hlm. 249).

Perempuan Tidak Bisa Menjadi Nabi -> Ada pertanyaan: "Apakah perempuan dapat menjadi nabi ?" Hadhrat  Masih Mau’ud as bersabda : “Tidak. Allah Ta’ala berfirman : "Arrijaalu qawwaamuuna ‘alaan- nisaa" (laki-laki itu pelindung bagi perempuan-perempuan – {QS. An-Nisa, 4 : 35}  dan "Wa fir- rijaali 'alaihinna darajatun"  (dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas mereka – (Qs. Al-Baqarah, 2 :  228)

Pada dasarnya kaum perempuan berada di bawah kaum pria. Tatkala tertutup bagi mereka suatu pintu untuk menjadi shahib darjah dan shahib martabah, maka apa pula yang dihitung-hitung oleh mereka naaqishaatul- 'aqal ini? (Malfuzat, jld. V, hlm. 352).

Semoga para wanita di anugerahi kebaikan dan semoga Ilahi menganugerahkan Istri-istri dan anak-anak kita menjadi penyejuk mata dan kehidupan sempurna yang sesuai dengan iradah ILAHI. Allahumma Aamiin





Post a Comment

0 Comments