Khilafah, antara Benci dan Rindu



Oleh : Mln. Bilal Ahmad Bonyan


Eskatologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai hal hal yang berkaitan dengan hari akhir atau akhir zaman. Dengan mendalami eskatologi, manusia dapat mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan.

Akan tetapi, untuk mengetahui dengan pasti, kapan, di mana, bagaimana, dan oleh siapa sesuatu yang dinubuatkan itu akan sempurna, hanya orang-orang yang langsung diberi kabar oleh Allah swt yang dapat mengetahuinya.

Selain itu, manusia hanya dapat menginterpretasikan sedalam ilmu yang dimiliki, yang kemungkinan bisa benar atau salah. Tetapi, jika hal yang dinubuatkan itu benar datang dari Allah swt, walaupun tidak sesuai dengan “interpretasi” manusia, hal itu pasti akan terjadi. 

Bukan hal yang mudah untuk dapat memahami dengan benar maksud dari setiap nubuatan. Apalagi, bagi orang-orang yang hidup tidak jauh setelah nubuatan itu disabdakan. Misalnya, nubuatan tentang dajjal bermata satu.

Di saat Rasulullah Muhammad saw masih hidup pun, para sahabat ada yang keliru memahami apa dan siapa itu dajjal, sehingga terjadi kegaduhan yang hampir membuat seseorang yang sebelah matanya buta atau picek melayang nyawanya. 

Beruntung dan bersyukurnya kita yang hidup di zaman ini, karena dapat membaca, merenungkan bahkan melihat nubutan-nubuatan yang pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw sempurna satu demi satu. Saat ini, nubuatan yang sering dan selalu hangat diperdebatkan oleh para ulama dan akademisi adalah “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah”. 

Bahkan, Menkopolhukam yang baru terpilih, Bapak Prof. DR. Mahfud MD, kembali memberikan pernyataan mengenai Khilafah beberapa hari kemarin. Baik kubu yang pro khilafah atau kontra, kedua pihak saling mendukung dan mengkritisi landasan teologi yang dijadikan pijakan. Dan, tanpa bermaksud apapun pada kedua belah pihak, coret coretan ini hanya sebagai sebuah sudut pandang yang berbeda dari interpretasi yang ada.   

Pro dan Kontra 

Pihak yang kontra dengan ide khilafah mendasarkan bahwa sanad yang meriwayatkan hadits berkaitan dengan “khilafah “alaa minhaajin nubuwah” ada orang-orang yang dinilai lemah, yakni Habib bin Salim.

Dan, Hadits tersebut dimaksudkan untuk mengambil hati pemimpin pada masa itu, yakni Umar bin Abdul Aziz. Dan, seperti merendahkan Umar bin Abdul Aziz karena menjadi bagian dari raja-raja “Mulkan Adhon”. Oleh karena itu, Imam Bukhari tidak memasukan hadits yang diriwayatkan Habib bin Salim dalam Shahihnya. 

Bahkan, ada yang menduga hadits tersebut lahir di masa Dinasti Bani Umayyah. Sedangkan, dari sisi matan, hanya Musnad Ahmad yang mencatat “khilafah ’alaa min haajin nubuwah” sementara yang lain tidak. Hadits yang lain berhenti pada “mulkan”. 

Hal lain yang memberatkan ide “Khilafah Daulah” adalah kondisi zaman yang sudah berubah. Saat ini, pemerintahan di setiap negara berbentuk “nation state”. Sudah memiliki kekuasaan masing masing, apabila ada bentuk lain yang datang dan ingin berkuasa, maka ide tersebut hanya akan mendatangkan peperangan. Dan, menjadikan dunia ini tidak akan hidup dalam kedamaian.

Sedangkan, pihak yang pro dengan “Khilafah Daulah” menjelaskan bahwa Habib bin Salim adalah ulama yang “tsiqoh”, Imam Muslim dan imam ahli hadits yang lain meriwayatkan dari sanad beliau juga.

Hadits “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah” merupakan hadits “marfu” yang sampai pada Rasulullah saw. Khilafah yang akan berdiri adalah Khilafah Imam Mahdi, yang banyak diriwayatkan oleh para perawi atau “mutawatir”. 

Bahkan, ada sebagian yang berpendapat bahwa karena “Mulkan” terakhir adalah Dinasti Ottoman pada 1924. Maka Imam Mahdi akan muncul pada 2024 sesuai dengan hadits tentang datangnya “mujaddid” setiap seratus tahun.

Sejarah dan Sempurnanya Nubuatan

Terlepas dari pro dan kontra, seiring berjalannya waktu, hadits yang disabdakan oleh nabi Muhammad saw, baik yang memuat “Khilafah “alaa minhaajin nubuwah” atau yang hanya berhenti pada “mulkan”. Semua dapat diamati melalui sejarah yang terjadi.

“Takuunu nubuwata fiikum maa syaa’ allahi an takuuna...”

“Ada kenabian ditengah-tengah kalian, yang ada atas kehendak Allah swt...”

Ketika sabda ini disampaikan oleh nabi Muhammad saw, para sahabat memahami bahwa Nubuwah yang dimaksud adalah kenabian Rasulullah Muhammad saw.

“Tsumma takuunu khilaafatan ‘alaa minhaajin nubuwah...”

“Kemudian ada khilafah yang menempuh jejek kenabian...”

Tidak pernah terfikir di antara para sahabat siapa yang akan menjadi khalifah sepeninggal Nabi Muhammad saw, bahkan ketika Rasulullah saw benar-benar telah wafat, golongan Muhajirin dan Anshor bersitegang mengenai siapa yang akan dipilih sebagai Khalifah. 

Bahkan dalam versi yang berbeda, Khalifah terpilih, yakni Abu Bakar ra. merebut hak yang seharusnya dipegang oleh Ali ra. Tetapi, seiring berjalannya waktu, mulai dari Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra dan Ali ra, sempurnalah sebuah nubuatan bahwa khilafah sesudah Nabi Muhammad saw. akan berusia 30 tahun (HR. Ahmad).

Ini pengenapan yang dikehendaki oleh Allah swt. artinya anggapan bahwa Abu Bakar ra merebut hak Ali ra sebagai khalifah setelah Rasulullah saw. dipatahkan oleh sejarah yang telah terjadi.

“Tsuma takuunu mulkan aadhon...”

“Kemudian akan ada kekuasaan yang menggigit...”   

Apakah ada yang menyangka dari kalangan sahabat bahwa untuk sempurnanya poin ini banyak kekasih Allah swt akan menjadi syahid. Dan, tidak terbayangkan bahwa yang akan mengenapi nubuatan ini adalah ada dari kalangan sahabat itu sendiri yang menjadi raja yang menggigit yang kemudian dilanjutkan oleh anak keturunan dan kerabatnya.
Dan, tidak ada yang menyangka pula bahwa dari keturunan raja-raja yang menggigit ini, lahir seorang yang begitu dicintai umat, beliau lah Umar bin Abdul Aziz. 

Setelah sekian lama dunia Islam diwarnai oleh kepemimpinan yang suram, tiba-tiba hadir seorang raja yang begitu cemerlang sehingga  seorang ulama yang bernama Habib bin Salim mengira beliaulah “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah” sesuai hadits yang pernah beliau dengar.

Suatu hal yang wajar apabila keliru memahami hadits tersebut dengan menganggap Umar bin Abdul Aziz lah orangnya, karena kondisi di masa kepemimpinan beliau dirasakan oleh umat berbalik 180 derajat berbeda dari raja yang sebelumnya. 

Akan Tetapi, siapa yang menyangka di masa itu bahwa kehadiran beliau merupakan penggenapan nubuatan yang pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw. mengenai kedatangan “mujaddid”.

Kita yang hidup saat ini membaca dan memahami bahwa hadirnya Umar bin Abdul Aziz merupakan realisasi dari janji Allah swt kepada umat Islam mengenai kebangkitan “mujaddid” dan bukan “penggenapan” dari “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah”.

Rasulullah saw bersabda :

“Innallaaha yabatsu lihaadzihil ummah ‘alaa ro’si kulli mi’atin sanatin man yujaddidu lahaa diinahaa”

“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan setiap permulaan abad orang yang memperbaharui agama”. (HR. Abu Daud)

Kita dapat membaca di banyak kitab yang mencantumkan nama Umar bin Abdul Aziz sebagai mujaddid di abad pertama.

“Tsuma takuunu mulkan jabariyan...”

“Kemudian akan ada kekuasaan yang memaksa (diktator)...”

Siapa yang menyangka Dinasti Umayyah akan tumbang oleh kekuatan lain yang kemudian berganti dinasti baru, yakni Dinasti Bani Abbasiyah (750-1258). Kemudian berdiri juga Fatimiyah (909-1171), Saljuk (1055-1194), Mamluks {1250-1517), Mughal (1526-1857) dan Ottoman (1280-1922). 

Setelah berakhirnya "Daulah" Turki Utsmani, apakah sejarah kehidupan umat Islam berakhir karena di dalam hadits yang banyak diyakini oleh umat Islam “mainstream” hanya sampai pada masa “mulkan jabariyan”.

Ternyata tidak, kehidupan terus berlanjut. Dan, tanpa meminta kesepakatan dari para ulama, akademisi atau tokoh tokoh dunia. Sebelum berakhirnya Dinasti Ottoman, sejarah umat Islam dikejutkan dengan hadirnya seorang yang mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi dan Isa as. 

Berbeda nasib dengan orang-orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi lainnya, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dari sebelum menerima wahyu Ilahi bahwa beliau adalah Imam Mahdi dan Isa yang ditunggu oleh umat Islam hingga pendakwaannya, perjuangannya untuk memajukan Islam terus berkembang hingga saat ini.

Dan, siapa yang menyangka bahwa setelah runtuhnya Dinasti Ottoman, Khilafah yang melanjutkan perjuangan Imam Mahdi dan Isa as, telah berdiri tegak. Dan, khalifahnya silih berganti dalam 130 tahun berjalan,  jemaahnya terus tumbuh dan bergerak keseluruh penjuru dunia, seolah-olah tidak ada yang dapat menghentikan langkahnya.

Terlepas dari sepakat atau tidak sepakat, perjalanan hidup umat Islam terus berlanjut, sebagaimana yang tercantum dalam Musnad Ahmad bahwa setelah masa “mulkan jabariyan” umat Islam akan berada dibawah naungan “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah”, yakni Khilafah Imam Mahdi, yang telah genap serta sempurna dalam wujud Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa as., serta para khalifahnya.  

“Our turn”, giliran kita.

Hidup manusia akan mendapatkan ujian di setiap zamannya. Habib bin Salim telah melalui masa yang membuat beliau mendapat predikat “fiihii nazhor” karena pernyataan atau harapannya terhadap Umar bin Abdul Aziz sebagai penggenapan “khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah”. 

Berhubungan dengan nubuatan yang akan terjadi dikemudian hari, manusia yang hidup di zaman ini bukan hanya berperan sebagai hakim dari orang-orang yang telah memberikan interpretasi dari nubuatan tersebut dimasa awal. Bahkan, kita saat ini menjadi umat yang sedang diuji untuk memahaminya. Setidaknya ada tiga interpretasi yang menjelaskan “zaman” yang sedang dilalui oleh umat Islam saat ini. 

1. Umat Islam saat ini masih berada di zaman “mulkan”. Pendapat ini didasarkan pada hadits-hadits yang menjelaskan bahwa umat Islam akan melalui masa Kenabian Rasulullah saw, “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah”, “Mulkan”. Dan masih menunggu kedatangan Imam Mahdi dan Isa akhir zaman sebelum terjadi kiamat. 
  
2. Umat Islam saat ini masih berada di zaman “mulkan”, akan tetapi tidak lama lagi Imam Mahdi akan segera datang. Mereka yang memiliki interpretasi seperti ini, pernah “salah” dalam memahami kedatangan Imam Mahdi.

Ketika ISIS bangkit dan berjaya, mereka menyangka bahwa Imam Mahdi akan datang dan berjuang bersama ISIS. Tetapi setelah ISIS tumbang, mereka menarik kembali ucapannya. Dan mereka memiliki interpretasi baru bahwa Imam Mahdi akan datang pada tahun 2024.

3. Umat Islam saat ini sedang berada dalam masa “Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwah”, akan tetapi karena Islam telah tercerai berai dalam golongan-golongan (firqoh). Maka khilafah ini baru diikuti oleh mereka yang meyakini Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa as, itulah Jemaah Ahmadiyah. Khilafahnya telah dan terus menyebar keseluruh penjuru dunia.  

Kita adalah “pemilik” zaman ini, dan akan mendapat predikat dari orang orang yang hidup dimasa kemudian. Dari tiga interpretasi diatas, siapakah yang akan mendapat predikat seperti Habib bin Salim di masa lalu. Allah swt melalui waktu dan pertolongan-Nya akan membuktikan kebenaran nubuatan Nabi-Nya.
       
Wassalam

Salaamun ‘alaa man ittaba’a al-hudaa

Post a Comment

0 Comments