Amanat Adalah Bagian dari Iman Yang Perlu Kelurusan Hati





Oleh : Mln. Mubarak Achmad

Salah satu amalan pokok yang harus dipegang dan diamalkan bagi setiap orang Islam adalah memelihara amanat dan menepatkan janji. Allah Taala pun menyampaikan jika ingin menjadi orang Islam yang memperoleh kemenangan, maka salah satunya adalah:

"Dan mereka yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjiannya". (Al-Mu`minun, 23 : 8).

Bahkan Junjungan kita, Rasulullah saw juga bersabda, "Barangsiapa yang di dalam dirinya tidak ada amanat, maka di dalam dirinya tidak ada iman. Barangsiapa yang tidak ada memenuhi janjinya di dalam dirinya tidak ada agama. Demi wujud yang ditangan-Nya terletak jiwa Muhammad, agama siapapun tidak akan benar/lurus selama lidahnya/tutur katanya tidak jujur. 

Dan lidahnya tidak akan lurus selama hatinya tidak lurus. Dan barangsiapa mendapatkan harta dari pencaharian yang tidak benar/tidak halal dan dia membelanjakan dari itu, maka tidak akan diberikan berkat di dalamnya. 

Dan jika dia membelanjakan dari itu maka itu tidak akan dikabulkan dan yang akan tersisa dari itu maka itu akan menjadi faktor penyebab yang akan membawanya masuk ke dalam neraka. Barang buruk tidak dapat menjadi kaffarah/tebusan bagi barang yang buruk. Walhasil, barang yang baik merupakan kaffarah barang yang baik" (Tabrani).

Jadi kita pun sebagai hamba Ilahi, pimpinan keluarga, masyarakat dan bangsa hendaknya ingat bahwa kedudukkan kita merupakan sebuah amanat. Sebuah amanat yang merupakan sebuah ikatan di antara Tuhan dengan kita guna melaksanakan tugas-tugas dalam diri dan kekuasaan kita terlebih agama kita. 

Jika setiap individu mulai memahami bahwa tidak hanya sekadar ucapan bahkan dari kedalaman lubuk hati, dengan berpegang teguh pada hal ini, mereka tetap teguh dalam pengkhidmatan agama, sebab pengkhidmatan agama merupakan karunia Ilahi dan dengan - insya Allah Taala - pemahaman-pemahaman yang salah akan terlepas, jika telah seperti ini maka derap kecepatan kemajuan kita dengan karunia Tuhan dapat meloncat dan melaju menjadi beberapa kali lipat kecepatan.

Untuk itu, kita semua hendaknya menjadikan ini bahan renungan dan perlu mendapat perhatian bahwa amanat adalah bagian dari iman. Jika kita tidak melaksanakan pemenuhan amanat kita dengan benar pada batasan-batasan yang telah ditetapkan, berarti kita tidak melakukan pengkhidmatan dengan sebenarnya dan sebagaima hadis diatas, di dalam diri orang semacam itu tidak ada agama/tidak jujur. 

Dan untuk meluruskan agama harus meluruskan lidahnya juga, lidahpun tidak akan lurus selama hati tidak lurus. Intinya, lingkaran ini sangatlah penting guna menegakkan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa yang baik, maka perlu pembenahan semua perkara secara menyeluruh.   

Kemudian, perlu dipahami bahwa maksud dari amanat adalah segenap potensi manusia menjadi sempurna, baik akalnya, ilmunya, kalbunya dan jiwanya, lalu panca inderanya, rasa takut, rasa cinta, kehormatan dan kemuliaan, segenap kenikmatan adalah nikmat-nikmat ruhani dan jasmani yang Allah Taala anugerahkan kepada manusia sempurna.  

Sebagaimana firman-Nya, Innallaaha ya`murukum antuaddul amanaati ila ahliha… (semua amanat-amanat itu dia kembalikan kepada Tuhan). Maksudnya, setelah dia fana/larut di dalam-Nya dia mewakafkan itu di jalan-Nya. Dan keagungan, ketinggian, kesempurnaan ini terdapat dalam majikan kita, penyuluh jalan kita, Nabi Muhammad saw.

"Hanya dengan mulut saja mengatakan hati saya telah lurus, itu tidaklah cukup. Kita setiap saat atau pada setiap orang senantiasa memahami bahwa Tuhan mengetahui kondisi segenap hati, Dia mengetahui sampai kedalaman hati kita.

Dia adalah Maha Mendengar, Maha Melihat. Oleh karena itu kita harus meluruskan arah segenap tujuan-tujuan kita, barulah kita akan mendapatkan peluang untuk mengkhidmati agama. Dan jika setandar takwa ini tetap tegak, maka nizam Jemaah juga akan menjadi kukuh dan akan terus menjadi solid, Insya Allah Taala.

Orang Mukmin sebagai pengurus yang melakukan pengkhidmatan dan tengah melakukan pengkhidmatan dengan penuh ketakwaan, maka untuk mereka dalam sebuat hadis mendapat khabar gembira: 

"Dari Abu Musa meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Orang Islam yang telah ditetapkan sebagai pengawas untuk harta orang-orang Islam, jika dia terpercaya dan jujur serta apa yang diperintahkan dia benar-benar menerapkannya dan kepada siapa diperintahkan untuk memberikan, maka dengan senang hati dan dengan penuh rasa gembira memberikannya dengan menganggap itu sebagai hak orang itu, maka orang seperti itu pun secara amaliah/peraktek seperti orang yang memberi sedekah, akan dianggap terhitung menjadi orang yang bersedekah"'.

 Nah, perhatikanlah, dari suatu kebaikan bagaimana dari situ terus mengalir kebajikan. Dia mendapat peluang untuk mengkhidmati Jemaah Tuhan juga dan dapat juga mengkhidmati makhluk Allah Taala. Lalu, dengan berpegang teguh kepada peraturan, dengan menunaikan hak-hak amanat dia telah mendapatkan ganjaran sedekah juga. Dia juga telah melindungi dirinya dari malapetaka dan keridhaan Ilahi pun akan diraihnya.
Kemudian, amanat-amanat majelis. Di suatu majelis manapun jika dengan menganggap Tuhan sebagai teman atau kerabat, lalu jika perbincangan dilakukan dihadapan saudara-saudara sekalipun maka jika mengungkapkan hal-hal itu di hadapan orang-orang luar/tempat lain adalah khianat. 

Kemudian, melihat aib seseorang di majelis-majelis atau kelemahan seseorang, lalu menyebarkan itu keluar dalam corak apapun, itu merupakan hal yang tidak patut, atau memberitahukan kepada seorang yang tidak ada kaitannya dengan majelis itu, inipun adalah khianat.

Ada hal yang perlu dipertegas dan setiap saat seyogyanya senantiasa diingat bahwa jika di dalam suatu majelis tengah terjadi pembicaraan menentang nizam Jemaah, maka mula-mula dengan memberikan pengertian kepada orang yang berbicara, lalu mengakhiri hal itu adalah lebih tepat dan disitulah seyogyanya diupayakan perbaikkan. 

Jika tidak ada gambaran akan adanya perbaikkan maka seyogyanya memberikan informasi kepada para petinggi Jemaah. Akan tetapi, terkadang sejumlah pengurus pun terlibat di dalamnya. Tidak diketahui sesuai kondisi dewasa ini banyak berpengaruh juga pada pembawaan kaum pria atau kaum pria pun tanpa pikir-pikir telah menjadi kebiasaan berbicara seperti perempuan.

Dalam hal ini, terkadang pengurus yang sudah mapan pun terlibat di dalamnya. Dan sedemikian rupa mereka mengungkapkan sesuatu yang dampaknya dapat menimbulkan kesan negatif kepada orang-orang yang duduk di sana. 

Dengan demikian, tanpa disadari seorang pengurus dengan berbicara mengenai pengurus yang lain atau seorang pengurus  dengan berbicara mengenai pengurus lain yang lebih tinggi atau mengenai pengurus lain yang lebih rendah, dapat menimbulkan fitnah bagi orang-orang.  

Dan orang-orang yang berkepribadian labil dari kejadian seperti itu, baik sekecil apapun kejadiannya, mereka akan mengembil kesan yang buruk. Dan para pengurus seperti itu apabila menjadi terbiasa membicarakan rekan-rekan pengurus seprofesi lainnya, maka orang-orang munafik pun akan mengambil faedah dari itu dan nizam Jemaah pun akan terpengaruh.

Oleh karena itu, semua pengurus yang melakukan pembicaraan seperti itu, baik itu mereka lakukan dengan nada bersenda gurau, mengingatkan jabatan atau martabat mereka seyogyanya menghindar dari pembicaraan seperti itu. 

Dan, untuk orang-orang yang duduk di dalam Majelis-majelis seperti itu diizinkan [membuka rahasia majelis itu] dan memang atau tentu saja pembicaraan dalam majelis merupakan sebuah amanat yang hendaknya jangan keluar dan siapapun jangan ada yang akan mengetahui" (Khutbah Jum`ah Hazrat Khalifatul Masih V, Hazrat Mirza Masroor Ahmad atba, pada tanggal 8 Agustus 2003, di Mesjid Fadhal, London).

Artinya, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menghakimi di antara manusia hendaklah kamu memutuskan dengan adil. Sesungguhnya demikian sebaik-baik hal yang dengan itu Allah menasihatimu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat " (An-Nisa, 4 : 59, hal. 357-358).

Jadi, ingatlah, amanat merupakan perkara yang sangat penting. Seberapa banyak itu masuk dalam pendapat-pendapat para anggota dan pengurus Jemaah. Lalu, mereka berusaha untuk mengerti maksud dari amanat, sebanyak itu pulalah standar takwa sampai yang setinggi-tingginya akan dapat berdiri tegak. Akan berdiri tegak standar tinggi pelaksanaan menjalankan hak-hak Allah Taala. Nizam Jemaah menjadi solid, nizam Khilafat akan menjadi teguh dan jalinan hubungan antar kita akan tetap utuh dan kuat dalam persaudaraan dan persatuan. 

Semoga Ilahi menganugrahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita segenap warga Jamaah umtuk dapat mempertahankan standar ini. Amin Allahumma Amin

Wassalam

Post a Comment

0 Comments