MAKNA JIHAD





Oleh: Mln. Mahfuzhurrahman Subagio

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah s.w.t. beserta orang- orang yang berbuat kebaikan." (Al-Ankabut, 29 : 69)

وَجَاهِدُوا فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ 

"Dan berjihadlah kamu di jalan  Allah dengan sebenar-benarnya jihad." (Al Hajj, 22 : 78)

MAKNA JIHAD
Jihad  adalah masdar/kata dasar dari jaahada-yujaahidu-jihaadan  yang berarti, bahwa ia berusaha keras atau berjuang dengan segala kemampuan yang ada padanya untuk mencapai suatu tujuan, pada umumnya dipergunakan oleh Alquran dalam pengertian ini.
Jihad  sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fiinaa  berarti “Untuk menjumpai Kami.”
Oleh karena itu, perhatian akan hal ini janganlah bersifat sementara, melainkan 'jaahadu fiina', yakni untuk memperoleh berbagai kebaikan di jalan Allah, haruslah dengan cara berjihad atau berjuang keras; yang keberhasilannya dapat diperoleh melalui sikap istiqamah dalam mengingat dan melaksanakan berbagai perintah Allah.
PEMBAGIAN JIHAD
Secara garis besar jihad itu ada dua macam :
a.  Jihad melawan keinginan-keinginan dan kecenderungan buruk manusia sendiri  dapat dinamakan “Jihad  dalam Allah”
b.  Jihad melawan musuh-musuh kebenaran yang meliputi pula berperang untuk membela diri dapat dinamakan “Jihad di jalan Allah”
Rasulullah s.a.w. telah menamakan jihad yang pertama itu sebagai jihad besar (jihad kabir) dan yang kedua sebagai jihad kecil (jihad saghir).
Sedangkan menurut sifatnya jihad dapat terbagi menjadi 3 yaitu:

1. Jihad shagir adalah perjuangan membela agama, nusa dan bangsa dengan mempergunakan senjata terhadap musuh-musuh yang menggunakan kekerasan dan senjata dengan tujuan memusnahkan agama, nusa dan bangsa. 

Perjuangan atau jihad dengan senjata untuk membela agama sudah tidak diperlukan lagi saat ini, karena tidak ada orang atau pihak yang mempergunakan senjata untuk membela dan mengembangkan agama. Kategori jihad seperti ini merupakan tingkatan paling rendah nilainya.

2. Jihad Kabir adalah perjuangan atau jihad dengan mempergunakan dalil-dalil atau keterangan, baik lisan maupun tulisan untuk menyebarluaskan ajaran Alquran kepada kaum kafir dan musyrik.

3. Jihad Akbar adalah jihad terhadap godaan setan dan hawa nafsu amarah sendiri. Jihad yang ketiga ini merupakan bentuk jihad yang paling berat, karena menghadapi setan dan hawa nafsu akan terus dilakukan setiap saat. Jihad dalam bentuk ini dilakukan setiap saat sama seperti ketika kita terus melakukan aktifitas. 

Hanya usaha dan doa sebagai jalan untuk memohon pertolongan Allah s.w.t. secara terus-menerus. Kategori jihad ini sangat tergantung pada faktor dari sifat manusia itu sendiri dalam menerjemahkan hawa nafsunya dalam aktifitas sehari-hari.

Allah Ta’ala berfirman:
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
"Maka janganlah mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Alquran ini, jihad yang besar." (Al-Furqan, 25 : 52)
Jihad besar dan jihad yang sesungguhnya, menurut ayat ini ialah menablighkan amanat Alquran. Oleh karena itu berjuang untuk menyiarkan Islam dan menyebarkan serta menaburkan ajaran-ajarannya adalah jihad,  yang orang-orang Islam selalu dianjurkan supaya melaksanakannya dengan semangat pantang mundur. Jihad inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah s.a.w. ketika kembali dari suatu gerakan militer, menurut riwayat beliau pernah bersabda, Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar."(Radd al-Muhtar).
Akan tetapi jihad yang hakiki, demikian dikatakan oleh surah ini, terkandung bukan dalam membunuh atau terbunuh, melainkan dalam berjuang keras untuk mendapatkan keridhaan Ilahi dan dalam menablighkan amanat Alquranul Karim.
Hadhrat Khalifatul Masih II r.a bersabda bahwa banyak orang mempunyai pemahaman keliru tentang jemaat terkait dengan permasalahan jihad. Menurut saya peperangan itu terbagi menjadi 2 macam, pertama perang jihad dan yang kedua perang lumrah.
Perang jihad adalah perang yang terjadi karena dorongan mempertahankan keyakinan dan kepercayaan agama, sementara musuh yang dihadapi adalah sekelompok orang atau pihak yang mencoba membinasakan dan melakukan tindak kekerasan dengan maksud dan tujuan mengubah dan memaksa seseorang atau kelompok untuk melepaskan kepercayaan dan keyakinan agamanya. Isu yang menjadi mainstream dalam peperangan tersebut adalah perang agama atau perang suci (Holy War). 
Jika seandainya peperangan melawan kelompok bersenjata dengan motivasi seperti di atas, maka wajib bagi setiap kaum muslimin untuk berjihad, tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi dalam perang jihad tersebut, di antaranya adalah keharusan adanya seorang imam yang mengatur dan menginstuksikan kepada umatnya bahwa siapa saja yang berhak mengikuti perang jihad dan siapa yang harus menunggu gilirannya, karena hal ini akan mempermudah koordinasi dan konsolidasi di antara umat islam. Barangsiapa yang pada gilirannya harus turun ke medan jihad dan tidak melaksanaknnya, maka menjadi dosa baginya.
PENGAMALAN JIHAD
Tiap orang memiliki kemampuan dan kecenderungannya yang berlain-lainan. Dan perintah Ilahi adalah sebagai sarana untuk mendapatkan Allah yang disesuaikan dengan kemampuan orang per orang, yang jika diusahakan dengan perjuangan keras, Allah Taala pun akan menunjukkan berbagai jalan yang mengarah kepada-Nya. Maka orang yang suka berpikir naif, pemalas dan tidak berusaha keras, tidak akan berhasil mendapatkan Allah Taala. 
Berbagai jalan dan kiat untuk memperoleh qurb Ilahi dan juga agar dimasukkan ke dalam golongan kaum Muhsinin dalam pandangan Allah Taala, telah diterangkan di dalam berbagai tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang mendasarinya kepada ayat Surah Al-Ankabut tersebut. 
Beliau a.s. bersabda: 
"Mungkinkah orang yang tak serius dan pemalas akan memperoleh ganjaran yang sama dengan mereka yang ber-jaahaduu fiina dengan segenap pikiran dan kemampuan mereka untuk menemukan Allah Taala? Ada banyak tingkatan derajat qurb Ilahi yang dapat dicapai melalui jaahaduu fiinaa, yang mampu mengusik perhatian Allah. Ialah dengan cara berusaha keras untuk melaksanakan berbagai macam perintah-Nya. 
Yu'minuna bil ghaib dan keyakinan yang hakiki kepada berbagai sifat Allah, akan mengarahkan Anda kepada  jaahadu fiinaa ini. Sedangkan mereka yang mencoba mencari Allah hanya dengan daya pemikiran filsafat mereka, Allah tidak akan menunjukkan berbagai jalan-Nya. Allah Taala tidak akan membiarkan manusia tetap berada di dalam kegelapan apabila ia mencari-Nya dengan cara ber-jahaduu fiinaa tersebut. 
Sejak zaman kebangkitan Rasulullah s.a.w. hingga Yaumil Aakhir, kita telah mendapatkan Alquran Karim sebagai sumber nur hidayah. Pada zaman sebelum beliau s.a.w. pun banyak para nabiyullah yang diutus, yang Allah Taala telah berkenan untuk menampakkan tanda-tanda-Nya melalui mereka, untuk menunjukkan keberadaan-Nya." 
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 
"Allah Taala telah menegaskan, 'Walladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyan-naahum subulanaa, yakni dan bagi orang-orang yang ber-jaahaduu fiinaa, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami', adalah suatu janji yang pasti.
Allah Ta’ala telah mengajarkan doa kepada kita:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
"Tunjukilah kami pada jalan yang lurus."
 Maka betapa pentingnya perkara ini bagi kaum Muslimin untuk mencoba kiat keberhasilan ini dengan berikhtiar dan keras ber-jaahaduu fiinaa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, "Allah Taala Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada tiap-tiap manusia. Bila orang itu memiliki jiwa takwa, Allah Al Ghafur, yakni mengampuni bagi mereka yang berusaha mencari-Nya." 
Allah Taala senantiasa memenuhi janji-Nya bagi orang yang berusaha bertaubat. Namun, sebagaimana Dia menjanjikan bahwa "Dia akan memberi petunjuk kepada mereka yang ber-jaahaduu fiinaa pada jalan-Nya', yakni menyinari jalan mereka yang sedang berjuang keras mencari Allah; sedangkan pada ayat di bagian lainnya Allah Taala pun menegaskan mengenai nasib mereka yang menyimpang dari jalan-Nya yang benar bahwa mereka akan jatuh ke dalam lembah kegelapan, sebagaimana firman-Nya:

 فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللهُ قُلُوبَهُمْ وَ اللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

"…Maka apabila mereka menyimpang dari jalan yang benar, Allah pun menyebabkan hati mereka menyimpang.Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq [durhaka]." (Q.S. Ash Shaf, 61 : 5)

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 
"Sebagaimana di dalam kehidupan dunia kita ini setiap amal perbuatan memiliki dampaknya, begitupun di dunia rohani, sebagaimana Allah Taala telah nyatakan di dalam sepasang perkataan-Nya ini. 'Walladzaina jaahaduu fiinaa lanahdiyan-nahum subulanaa, yakni ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.'; 
Dan begitu pula sebaliknya: '...falammaa zaghuu azaghallaahu quluu bahum, yakni, ‘Maka apabila mereka menyimpang dari jalan yang benar, Allah pun menyebabkan hati mereka menyimpang. 'Oleh karena itu, hendaknya diingat baik-baik: Sikap pandir manusia itu sendirilah yang membuat dirinya tetap menjauh dari Allah Taala."

Menerangkan tafsir ayat, 'Walladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyannahum subulanaa, yakni, ‘Dan bagi orang-orang yang berjuang untuk Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami'. 
Pada bagian lainnya, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: 
"Segala kebaikan tergantung kepada perjuangan yang keras yang tanpanya tak akan ada yang dapat diperoleh. Ada setengah orang yang keliru memahami bahwa waliullah Syekh Abdul Qadir Jailani rh.a sanggup merubah seorang penyamun menjadi penyantun hanya dengan tatapan mata saja. Semua kepercayaan semacam itu – yakni ada orang yang dapat merubah orang yang zalim menjadi orang yang baik dengan satu semburan saja - adalah keliru. 
Mereka yang ingin serba cepat dalam urusan dengan Allah Taala akan mengalami kerusakan. Sebagaimana yang terjadi di dalam berbagai kemajuan duniawi, demikianpun kemajuan rohani, bersifat bertahap yang disertai dengan jaahaduu fiinaa yang sesuai dengan berbagai perintah Allah, bukan membuat-buat amalan sendiri. Inilah yang Allah Taala telah amanatkan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.

Post a Comment

0 Comments