KHILĀFAT: BAHTERA DI MASA ADAM, MASA KELAM, HINGGA TAK PERNAH KARAM

Photo : sakuja.wordpress.com

Oleh: Mln. Yudhi Wahyuddin

Bahtera adalah sebuah perahu besar yang siap menampung muatan yang sangat banyak demi mengarungi lautan lepas.

Bak tiap fase kehidupan dengan berbagai riak dan gelombangnya ujian keras, memaksa manusia untuk bersatu-padu di bawah satu komando nahkoda tangkas.

Sejak kehidupan beranjak menuju peradaban, saat manusia diajarkan Tuhan mengenal etika dan kesopanan, peribadatan, hingga pola kemasyarakatan.

Ketika manusia dengan tangannya sendiri menenggelamkan puncak kejayaannya dari peradaban; dengan angkara murka, gerbang nafsu yang lebar terbuka, hingga Sang Kala membawa derita.

Tetapi Yang Maha Rahman - Yang Maha Rahim berlaku kasih dalam takdir-Nya. Bahtera Khilafat dalam penglihatan dan bimbingan-Nya, melaju teguh menerjang ombak gelombang kehidupan menuju dermaga ridho-Nya.

Ketika Nabi Adam (‘AlaiHis Salām) sebagai cikal bakal kekhilafatan-Nya di muka bumi, Allāh Ta’ālā mulai mengajarkan hakikat berkasih sayang, pengorbanan, keikhlasan hingga penyesalan dalam tobat di haribaan arasy Tuhan. Sebuah puncak penanda antara yang hak dan yang batil nampak pada masa Sang Nahkoda agung, Khalifah-Nya bergelar Nabi. Beliau-lah yang kita kenal dengan nama Nabi Nuh (‘AlaiHis Salām).

Saat kuasa tak lagi berjaya, saat kesombongan menjadi sirna. Tinggallah Tuhan dengan takdir-Nya; menyertai hamba-hamba-Nya yang shaleh, menggantikan manusia yang salah arah.
Khalīfatullāh dalam diri Sang Insān Kamil; Rasūlullāh Muhammad Al-Mushtofa (ShallallāHu ‘AlaiHi wa Sallam) telah membawa manusia pada puncak peradaban ruhaninya, akhlak dan peribadatannya.

Membawa Arabia dan juga dunia dari kegelapan menuju cahaya. Mengantarkan lahirnya Khulāfa-ur-Rāsyidin; empat mata air ruhani sebagai Nūruddin. Mata air penyambung keberkatan Sang Rasul Karīm (ShallallāHu ‘AlaiHi wa Sallam), terus mengalir memberi kesegaran bagi setiap pencari kebenaran dan akar sejati dari keruhanian. Akan tetapi, saat manusia dihadapkan pada zaman yang penuh dengan ujian. Ketika roda zaman memasuki era kegelapan, saat semakin jauh dari sang mata air keruhanian, semakin keruh, pekat dan gelaplah jiwa-jiwa yang haus kekuasaan, keangkara-murkaan dan yang memperturutkan langkah syaithān.

Riak dan gelombang itu semakin lama semakin menggunung, membawa sampan-sampan dari jiwa yang kesepian akan keruhanian menjadi terombang-ambing, terlempar, terhempas dan menjadi bulan-bulanan fitnah zaman.

O-Tuhan, akankan Engkau biarkan manusia terlunta-lunta terhadap-Mu dalam pencarian? Duhai Yang Maha Rahmān – Yang Maha Rahīm, dalam Kasih-Mu ku yakin, Engkau tidak akan pernah berpangku tangan. Membiarkan manusia terhempas dan tersesat dalam kegelapan.

Hingga akhirnya, bahtera akhir zaman menjadi takdir penyelamat iman yang telah terbang ke bintang tsurayya. Berkat dari takdir Ilahi melalui Rasul-Nya yang suci, Rasūlullāh Muhammad Al-Mushtofa (ShallallāHu ‘AlaiHi wa Sallam) al-Arabi. Ibarat bulan yang mendapatkan sinarnya dari Sang Mentari, Nahkoda bahtera akhir zaman ini mendapat berkat-Nya sebagai Al-Mahdi.

Seperti takdir Tuhan pada Muhammad(saw.), Alqurān dan kesempurnaannya dalam ajaran, itulah juga yang dibawa menjadi harta pusaka bahtera akhir zaman. Bahtera yang akan berlabuh di dermaga ridho Tuhan; bahtera yang tak pernah karam, selamat hingga tujuan.

Post a Comment

2 Comments