Antara Janggut, Sorban, dan Spiritualitas




Oleh : Mln. Muhammad Hasyim

Dalam sebuah obrolan santai dengan seorang kawan, tercetus darinya sebuah kalimat yang cukup menggelitik bagi saya, “Jujur Mas, meskipun saya ini muslim, tapi kok saya suka alergi yah sama orang yang berpenampilan jenggot panjang dan pakai sorban, kelakuannya suka ga sesuai  sama tampilannya.”
Saya terdiam sejenak, mencoba mencerna dan merenungkan apa yang dia ucapkan. Saya pikir sah-sah saja dia berbicara seperti itu, toh kesimpulannya itu mungkin berdasarkan pengalaman empirisnya. 
Namun, bagaimanapun saya tidak setuju jika harus menggeneralisir bahwa setiap orang - atau paling tidak, kebanyakan orang - yang berpenampilan seperti itu bukan orang yang baik. Saya beruntung banyak berjumpa dengan orang-orang yang berpenampilan seperti yang teman saya gambarkan, namun dengan tingkat kesalehan yang bisa dijadikan panutan. 
Bagi saya tampilan luar itu penting, karena sejatinya Islam sangat menekankan keterkaitan hubungan antara penampilan luar/jasmani dengan spiritualitas/kerohanian. 
Contoh sederhananya, coba kita bandingkan antara kita shalat dengan mengenakan kaos dan celana jeans tanpa peci, dengan shalat mengenakan baju koko plus sarung lengkap dengan peci, mana yang lebih khusyu’? Saya yakin bahwa kebanyakan dari kita akan merasa bahwa dress code yang saya sebutkan terakhirlah yang lebih menambah kekhusyuan shalat kita.
Kita kembali lagi pada bahasan janggut dan sorban, kita baca dalam sejarah bahwa Nabi kita Muhammad s.a.w. berjanggut dan juga mengenakan sorban. Keduanya ini adalah  ciri khas penampilan dari kaum pria di negeri Arab pada masa itu. 
Dan, umat Islam selalu berusaha untuk mengikuti teladan mulia Rasulullah s.a.w.. Namun, tentu saja jangan hanya sebatas mengikutinya sebagai budaya dan tradisi semata. Perlu juga memahami hikmah dan filosofi dari pemakaian kedua atribut ini.
Menumbuhkan janggut telah dikaitkan dengan kesalehan dan kemaskulinan jauh sejak ribuan tahun yang lampau dalam banyak kebudayaan dan peradaban. Lagi, hal ini adalah hal yang umum dalam banyak agama. 
Dalam ajaran Sikhisme kita lihat, nampaknya janggut telah menjadi bagian dari marwah dan kemuliaan seorang pria. Dalam ajaran Yahudi dan Kristen, para rahib di masa lampau juga biasa memanjangkan janggut mereka, dan tindakan mencukur atau memotongnya dianggap sebagai tindakan penghinaan dan mempermalukan. (Lihat 1 Tawarikh 19:5)
Kemudian, Islam telah melanjutkan tradisi mulia ini di mana Nabi Muhammad s.a.w. sendiri telah memberikan perintah kepada umatnya untuk menumbuhkan janggut:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., bahwa Nabi s.a.w. bersabda,
“Cukur pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) janggut.” (Shahih Bukhari)
Dari hadits ini nampak bahwa tidak ada tuntutan ukuran panjang, volume atau style tertentu dari janggut, tapi yang jelas dikatakan bahwa janggut hendaknya lebih panjang dari kumis. Kumis juga hendaknya jangan dipotong habis sama sekali, tapi jangan juga terlalu panjang, sebagaimana di dalam hadis tadi dikatakan, ‘Cukur pendeklah’
Janggut juga adalah keindahan dari seorang pria, oleh karena itu, harus rapi juga tentunya. Sabda Nabi s.a.w. dalam kesempatan lain:
"Menumbuhkan janggut adalah bagian dari Fitroh." (HR Muslim)
Menumbuhkan janggut juga adalah sunah dan cara dari Nabi s.a.w., sedangkan Alquran menyatakan :
"Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad s.a.w.), maka Allah akan mencintai kalian."(Ali Imran : 31)
Selanjutnya, berkenaan dengan sorban, memang benar jika dikatakan bahwa kebanyakan orang Arab dan orang Muslim di Asia mengenakan sorban murni dengan alasan sebagai tradisi, tapi bagaimanapun, tidak ada tuntutan keagamaan untuk pemakaian sorban.
Alasan mengapa orang-orang Islam memakai sorban adalah karena ini merefleksikan spirit dari Islam yang menuntut manusia untuk selalu mengingat Tuhan-nya. Ketika melaksanakan salat, orang-orang Islam dituntut untuk menutup kepalanya karena mereka sedang hadir di hadapan Sang Raja Diraja. Menutupi kepala adalah sebagai simbol untuk menunjukkan penghormatan pada Allah Ta’ala.
Demikian pula, sebagian orang Islam memilih untuk tetap menutupi kepala mereka di luar waktu salat sebagai pengingat terhadap keyakinan mereka dan Tuhan mereka. Bentuk dari penutup kepala pun tidak ditentukan secara baku, dapat berkisar dari peci hingga sorban.
Dalam budaya Asia dan Arab, sorban juga melambangkan bahwa orang yang mengenakannya adalah seorang yang terpelajar dan bijaksana. Ini berfungsi sebagai refleksi dari bagaimana seharusnya seorang Muslim yang sejati, yakni orang-orang yang selalu mengingat Pencipta-nya dan selalu ingin mencari ilmu.
Jadi kesimpulannya, tidak ada yang salah dengan janggut dan sorban, bahkan itu adalah hal yang positif. Namun, mengenakan semua itu dengan menghayati hikmah di baliknya dan juga dengan niat yang benar, tentunya akan lebih memberikan faedah bagi diri kita. 

Post a Comment

0 Comments