PENYELAMATAN YESUS MELALUI EMPAT PILAR


Oleh : Mln. Muhammad Yaqub Suryadi

Melalui seorang sahabat sekaligus senior saya, akhirnya saya memperoleh sebuah buku yang kelihatannya menarik dan menantang untuk dibaca. Pada covernya tertulis kuning keemasan sebuah judul, Memandang Wajah Yesus.

Sang penulis Ioanes Rakhmat, seorang teolog Kristen yang relatif produktif menghasilkan karya-karya bernuansa keagamaan, terutama mengupas mengenai keyakinannya.

Seperti lazimnya, sebagai pengenalan terhadap buku baru, langkah yang biasa saya lakukan adalah menelusuri daftar isi dengan harapan untuk memastikan kandungan dan kedalaman pembahasan buku.

Setiap babnya rupanya memang menawarkan janji-janji kepada pembaca beragam gagasan yang barangkali akan menjadi sebuah wawasan baru. Namun, penulusaran saya berhenti pada bab 10, halaman 213, di sana tertulis judul; Apakah Yesus Mati Disalibkan?. Tanpa menunggu harus membaca ke-9 bab sebelumnya, saya langsung membuka dan membaca halaman tersebut.

Awalnya saya berharap akan menemukan sebuah dalil baru yang dapat menguatkan keyakinan saya mengenai penyaliban Yesus, bahwa Yesus benar disalibkan akan tetapi tidak berakhir pada kematian. Akan tetapi harapan itu pupus di saat membaca salah satu bait catatan kaki pada halaman tersebut. Ioanes menulis; “Setahu saya, ada juga pandangan Islam lainnya yang menyatakan bahwa betul Isa disalibkan, tetapi tidak sampai mati, dan dia berhasil diselamatkan dan tetap hidup sesudah penyaliban dirinya.

Untuk mendukung pandangan alternatif ini , teks surat an-Nisa 4:157 begitu rupa dicoba diterjemahkan secara baru, bahkan kelihatan sangat dipaksa untuk dapat sejalan dengan pandangan alternatif ini”.
Saya sangat setuju, bahwa memang ada pandangan Islam lainnya yang menyatakan bahwa Isa disalibkan, akan tetapi tidak sampai mati, dan dia berhasil diselamatkan sehingga tetap hidup sesudah penyaliban dirinya. Jamaah Islam yang dimaksud itu adalah Jamaah Islam Ahmadiyah (Kepastian bahwa kelompok Islam yang dimaksud oleh Ioanes adalah Ahmadiyah berdasarkan pengakuan langsung Ioanes pada saat saya bertemu dalam sebuah diskusi bedah buku Memandang Wajah Yesus).

Namun saya sangat tidak setuju ketika penulis menyebutkan bahwa gagasan milik Jamaah Islam Ahmadiyah tersebut sangat dipaksakan.

Tema tentang selamatnya nabi Isa dari penyaliban memang sering menjadi kajian utama dalam berbagai diskursi mengenai Jamaah Islam Ahmadiyah. Siapa saja akan dengan mudah menemukan tema tersebut dalam risalah Ahmadiyah dilengkapi dengan beragam argumentasi yang sangat kuat, baik dalam tinjauan sejarah, rasionalitas serta teologi. Jadi sangat tidak tepat bila kemudian Ioanes menyebut konsep yang ditawarkan Ahmadiyah sangat dipaksakan.

Beruntung saya sempat bertatap muka dengan Ioanes Rakhmat dalam sebuah diskusi membahas buku Memandang Wajah Yesus, sehingga mendapat kesempatan memaparkan dengan singkat beberapa argumentasi yang menjadi landasan Ahmadiyah. Meskipun berakhir pada ketidaksepakatan, namun sebuah pesan utama telah tersampaikan bahwa apa yang diyakini Ahmadiyah bukan tanpa dasar.

Seperti telah disebutkan bahwa pembahasan mengenai selamatnya nabi Isa dari penyaliban akan sangat mudah ditemukan dalam beragam risalah Ahmadiyah.

Namun saya akan mengkristalkannya dalam 4 pilar utama (Konsep ini pula yang saya paparkan di hadapan sang penulis buku Memandang Wajah Yesus). Empat pilar yang memiliki relasi yang sangat kuat, sehingga berujung kepada kesimpulan bahwa Nabi Isa tidak wafat saat penyaliban.

Keempat bagian tersebut adalah;
Tujuan diutusnya Yesus
Fakta sejarah saat penyaliban Yesus
Proses Penyaliban
Pasca Penyaliban

Tujuan kedatangan Yesus
Baik Al-Quran maupun Al-Kitab dalam hal ini sepakat bahwa kedatangan Yesus adalah sebagai rasul bagi Bani Israil. Al-Quran menerangkan; ”Dan sebagai rasul kepada Bani Israil dengan pesan, 'Sesungguhnya aku datang kepadamu membawa Tanda dari Tuhan-mu” (QS Ali Imran : 50).

“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepadamu, membenarkan apa yang ada sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad” (QS Ash Shaf : 7).

Di dalam kitab Matius  Yesus dengan jelas menyebutkan tujuan kehadirannya. Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 15:24).

Dari beberapa argumentasi teologis di atas sudah jelas bahwa Tuhan sang pengutus Yesus menghendaki bahwa misi utama dikirimnya Yesus ke dunia adalah sebagai penyelamat bagi Bani Israil. Bukti teks agama inilah yang menjadi dalil yang kuat untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan seputar selamatnya Yesus dari penyaliban hingga melakukan perjalanan hingga ke Kasymir, India.

Melalui ayat Al-Quran dan AlKitab di atas pula lah, ke tiga pilar berikutnya terjalin harmonis antara satu dan lainnya. Sehingga seperti benang yang merajut rapi potongan-potongan kain sehingga membentuk sehelain kain yang indah.

Fakta Sejarah Saat Penyaliban Yesus
Pada fase ini, yang ingin penulis sampaikan adalah bahwa sejarah membuktikan pada saat Yesus disalibkan di Yerusalem (sekitar Yesus) suku Bani Israil yang tersisa hanya tinggal 2 suku saja; Yehuda dan Benyamin. Sedangkan 10 suku yang lainnya berada di luar Yerusalem tersebar di beberapa bagian negara bahkan sampai di sepanjang Timur hingga ke India, Pakistan dan Afganistan.

Itulah sebabnya Yesus sendiri tegas menyatakan dalam kitab Yohanes 10:16 : “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala”.

Kata-kata “domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini” sama maksudnya dengan ucapan Yesus yang lainnya “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. “Domba-domba yang hilang dari umat Israel dalam istilah umum sering disebut sebagai sepuluh suku yang hilang (Salah satu sumbernya dapat dibaca pada : http://id.wikipedia.org/wiki/Sepuluh_Suku_yang_Hilang). .Mengapa Yesus  menyebut domba-domba Israil yang “hilang”?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentunya kita harus membuka kembali lembaran sejarah dan arkeologis bangsa Bani Israil.  Karena tanpa menyeselaraskan dengan fakta sejarah maka kita dengan sendirinya akan sulit menemukan jawabannya.

Jauh ribuan tahun sebelum kelahiran Yesus, bangsa Bani Israil berhasil mendirikan kerajaan yang berdiri tahun 1020 SM. Kerajaan tersebut dipimpin oleh tiga orang raja-nya, yaitu : pertama; Saul (1020 SM - 1000 SM), kedua; Daud / David (1000 SM – 961 SM), dan yang ketiga ; Sulaiman / Solomo (961 SM – 922 SM). Namun sejak  Nabi Sulaiman wafat terjadilah perang saudara, sehingga akibatnya  10 Suku melepaskan diri dari kerajaan utama dan membuat kerajaan sendiri yaitu kerajaan Israel Utara. Maka pada saat itu kerajaan Israil terpecah menjadi dua yaitu kerajaan Israil Utara (Samaria) dan kerajaan Israil Selatan (Yudea-Yerusalem).

Pada tahun 722 SM, kerajaan Asyria yang saat itu dipimpin oleh Raja Shalmanesar V menyerbu dan menaklukan kerajaan Israil Utara yang  dipimpin oleh Raja Hosea (Raja terakhir Irail Utara). Oleh Raja Assyiria ke 10 suku Israil yang tinggal ditawan dan dibawa keluar tanah air mereka menuju Assyiria.

Diceritakan dalam Kitab Nabi Edras bahwa 10 suku Israil ini melarikan diri dari Syiria namun tidak menuju ke tanah air mereka namun bermigrasi ke timur jauh ke suatu negeri yg bernama Asareth (Nazara atau Azara). Sehingga sejak tahun 721 SM di Samaria sudah tidak terdapat satu pun suku Israil.

Pada tahun 603 SM dominasi kekuatan Assyiria direbut oleh kerajaan Babylonia. Dan pada tahun 587 SM Yerusalem dihancurkan oleh raja Nebukadnezar. Seperti Raja Assyiria, Raja Nebukadnezar pun menahan dan membawa keluar dua suku Bani Israil yang ada di Yerusalem ke Babylonia, Media (Persia), dan Ghaur (kawasan pegunungan Afghanistan).

Pada periode 538 SM – 332 SM kekuatan Babylonia direbut oleh kerajaan Persia oleh Raja Cyrus dan pada era tersebut ke 2 suku Bani Israil kembali menuju tanah air mereka di Yerusalem.

Dari fakta sejarah tersebut dapat kita garis bawahi bahwa hanya ada dua “domba” yang menetap di “kandang”, sementara sepuluh “domba” Israil yang lainnya tersebar di negeri-negeri Timur sepanjang Syam (Syiria), Persia, Afghanistan, kasymir (Hindustan Utara), bahkan hingga Tibet (perbatasan Cina). Termasuk mengenai Kasymir, sejumlah peneliti sepakat bahwa bangsa Kashmir merupakan keturunan sepuluh suku Utara Israel yang 'hilang' pada pembuangan tahun 722 SM” (lihat pula http://id.wikipedia.org/wiki/Sepuluh_Suku_yang_Hilang pada subjudul Kashmir di India bagian utara).

Bukti sejarah ini sangat sesuai dengan sabda Yesus “ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala”. Bahwa ada sebagian besar suku Bani Israil yang belum mendengar dakwah beliau, oleh sebab itu Yesus harus mencari ke sepuluh suku tersebut. Karena itu merupakan tugas utamanya sebagai Rasul bagi Bani Israil.

Oleh karena itu, adalah sangat lumrah bila kemudian Tuhan menyelamatkan Yesus dari penyaliban, supaya ia dapat meneruskan kembali perjalanan mencari domba-domba Bani Israil yang hilang. Yang tersebar hingga ke tempat  jauh sampai ke kaki Gunung Himalaya, Kasymir. Dan wafat pada usia 120 tahun (Dalam Hadis Kanzul Umal Jld XI hal 479.

Fatimah r.a.menerangkan Rasulullah saw bersabda :"Sesungguhnya Isa ibnu Maryam usianya120 tahun".  Kitab Kejadian menubuatkan 6:3: Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."), dimakamkan di Srinagar.

Proses Penyaliban
Sebagai pengemban amanah suci dari Tuhan kepada Bani Israil, figur Yesus sudah sepatutnya menuturkan segala ajaran yang Tuhan telah perintahkan untuk disampaikan kepada umatnya. Bukan hanya itu, bahkan segala perbuatan dan tingkah lakunya harus mampu menjadi teladan bagi umat yang dituntunnya. Salah satunya adalah ajaran mengenai doa dan pengabulan.

Teks AlKitab berkali-kali menuturkan sederet kisah bagaimana Yesus mengajarkan kepada para murid betapa pentingnya sebuah doa. Terutama dalam mengatasi segala ujian hidup yang selalu menimpa manusia, karena Tuhan pasti akan menolong kesulitan tersebut.
Bahkan untuk menguatkan satu kesimpulan betapa ampuhnya peran dari doa tersebut, Yesus telah memberikan contoh kepada para murid bahwa doanya pasti akan selalu dikabulkan Tuhan, ” Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku...” (Yohanes 11:42).

Tentunya, termasuk pula doa Yesus yang diucapkan dengan penuh kegelisahan di saat ia akan ditangkap dan diadili oleh penguasa Romawi. Dia berharap supaya dijauhkan dari segala keburukan yang dapat memudharatkan dirinya. Dia juga menghendaki supaya ujian yang akan dihadapinya tidak berujung kepada kematian di atas kayu salib.

Kegelisahannya sangat beralasan karena menurut hukum Taurat -hukum yang diembannya- tertulis bahwa seseorang yang mati di atas kayu salib terkutuk oleh Allah. (Ulangan 21:23 : maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu).

 Oleh sebab itu Yesus berulang-ulang berdoa dengan penuh kegelisahan agar terhindar dari kematian yang seperti itu (Matius 26:39: Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.").

Pertanyaannya adalah, apakah permohonan Yesus dikabulkan Tuhan? Tentu, ada sederet alasan yang bisa menjawab hal tersebut, salah satunya adalah menyangkut pembenaran ucapan Yesus sendiri bahwa doanya pasti akan dikabulkan (Yohanes 11:42) Bila Tuhan tidak mengabulkan doanya, lantas bagaimana Yesus akan mampu menjadi teladan bagi para murid mengenai doa dan pengabulan.

Apa yang menjadi bukti bahwa doa Yesus dikabulkan?, AlKitab menjelaskan; “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan” (Ibrani 5:7).

Dalam hal ini, ada satu hal yang seharusnya dicamkan oleh para teolog Kristen, bahwa ketika Tuhan telah mengabulkan doa tersebut dan berjanji untuk menyelamatkan Yesus maka Tuhan memiliki 1001 cara untuk membuktikannya.

Itulah sebabnya dalam proses panjang penyaliban Yesus dari penangkapan, persidangan, penganiayaan, penyaliban, kebangkitan, hingga perjalanan mencari domba yang hilang Tuhan selalu memberikan keselamatan kepadanya. Berikut beberapa contoh fakta kuasa Tuhan dalam menyelamatkan Yesus.

Mukjizat Nabi Yunus; jauh sebelum peristiwa penyaliban, Yesus telah bernubuah sesuai khabar yang beliau terima dari Tuhan. Nubuatan tersebut adalah bahwa dirinya akan mengalami peristiwa-peristiwa yang sama dengan Nabi Yunus, nubuatan tersebut sekaligus juga menjadi bagian dari mukjizat nya ( Matius 12:39-40). Seperti hal nya nabi Yunus yang tetap hidup saat ditelan ikan raya (Yunus 1 :12-17), tetap hidup meskipun di dalam perut ikan ( Yunus 2:1), hingga masih hidup pada saat ikan tersebut memuntahkannya ( Yunus 2:10-3:2).

Begitu pula seharusnya yang akan terjadi dengan Yesus, Yesus harus tetap hidup pada saat dimasukan kedalam perut bumi (dalam gua setelah penyaliban), Yesus harus hidup pada saat di dalam perut bumi, hingga Yesus harus tetap hidup ketika dikeluarkan dari dalam perut bumi. Satu saja dalam fase tersebut Yesus mengalami kematian maka nubuatan tersebut tidak sesuai, dengan demikian siapa saja dapat mengatakan bahwa-naudzubillah- Yesus berdusta akan janjinya.

Kuasa Tuhan Melalui Istri Pilatus : Salah satu bukti yang menunjukan bahwa Tuhan berkeinginan untuk menyelamatkan Yesus dari kematian di atas kayu salib adalah dengan cara memberikan peringatan kepada Pilatus melalui mimpi  istrinya (Matius 27:19 : Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: "Jangan engkau            mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.").

Teks Alkitab ini pula menjadi bukti yang nyata bahwa kehendak Tuhan sejak awal telah jelas bahwa Yesus akan selalu mendapat keselamatan. Penggalan ayat di atas menjadi harmoni dengan janji Tuhan dalam kitab Ibrani sebelumnya (Ibrani 5:7), bahwa Tuhan telah berjanji akan menyelamatkan Yesus dari penyaliban. Jadi sangat tidak sesuai dengan nalar manusia bila ada yang mengatakan bahwa Yesus sengaja diutus Tuhan untuk mati disalib sebagai penebus dosa manusia.

Kenyataan inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa kemudian Pilatus memerintahkan kepada serdadu agar menaikan Yesus ke tiang salib pada saat Jumat siang. Hal ini memungkinkan supaya jarak penyaliban Yesus dengan diturunkannya tidak terlalu lama. Karena menurut hukum Taurat yang berlaku tidak diperkenankan seorang terhukum di kayu salib pada waktu Sabat (Sabtu).

Kuasa Tuhan Melalui Badai Besar : Tuhan kembali menunjukan bukti kepada semua orang bahwa Dia berkehendak memenuhi janjiNya untuk menyelamatkan Yesus dari penyaliban, dengan jalan melalui badai besar yang terjadi pada saat belum lama Yesus dinaikan di tiang salib. “Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga” ( Markus 15:33:).

Kondisi yang demikian membuat tentara Romawi serta orang-orang Yahudi ketakutan akan kegelapan yang tiba-tiba muncul karena khawatir saat Sabat keburu datang sehingga mereka dapat dihukum karenanya (Ulangan 21:23 : Maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah, janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu menjadi milik pusakamu). Karena itulah mereka bergegas menurunkan Yesus dan kedua pencuri dari kayu salib mereka.

Sehingga waktu yang dihabiskan Yesus di tiang salib hanya 3 saja, sebuah ukuran waktu yang relatif singkat untuk mengarah pada kematian di kayu salib. Karena umumnya mereka yang tergantung di kayu salib memerlukan waktu hingga 3 hari. Dengan demikian waktu yang singkat tersebut menjadi sebuah argumentasi bahwa besar kemungkinan Yesus selamat dari kematian di atas kayu salib.
Kuasa Tuhan Dengan Disamarkan Kematian Yesus : Karena sebelumnya para muridnya telah memberikan “obat” kepada Yesus pada saat beliau dalam perjalanan memikul salib.

Maka akibatnya adalah membuat Yesus menjadi koma (mati suri) ketika tidak lama setelah dinaikan ke tiang salib. Perlu dipahami bahwa untuk membuat ramuan seperti itu diperlukan keahlian yang tinggi agar takarannya dapat tepat. Dan orang-orang dari Golongan Yahudi Essene dikenal sangat mahir dalam bidang pengobatan/penyembuhan seperti itu.

Akibatnya sesaat sebelum Yesus diturunkan dari salib, para prajurit melihat Yesus seperti wafat. Kondisi yang demikian menjadi bagian dari rencana Allah, sehingga Yesus tidak dipatahkan kakinya, karena para prajurit menganggap bahwa beliau telah wafat. Berbeda dengan kedua pencuri yang disalib beserta beliau yang dipatahkan tulang kakinya hingga keluar sumsumnya.

Merujuk dari kamus Al-Munjid yang menerangkan arti dari menyalib, “Shalaba al-’idhama istakhraja wadkahaa” (Ia menyalib tulang-tulang artinya mengeluarkan sumsumnya).  (Al-munjid, Luwice Ma’luf. Almathba’ah Alkatulikiyyah 1925 p. 258). Menerangkan bahwa kondisi yang dialami Yesus tidak termasuk dalam bagian dari “men-Salib”. Karena saat-saat terakhir Yesus tidak dipatahkan kakinya hingga keluar sumsumnya.

Dengan demikian, berdasar ketentuan ini Yesus tidak dapat dikatakan disalib secara sempurna, yang oleh karena itu itu berarti Yesus tidak disalib. Juga, dengan  tidak dipatahkannya kaki Yesus menjadi bukti kebenaran AlQuran ; Dan ucapan mereka, “Dan ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah swt.,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mematikannya di atas salib, akan tetapi ia disamarkan kepada mereka seperti telah mati di atas salib” ( An-Nisa:158). Semua fenomena tersebut tidak terlepas dari rencana Tuhan untuk menyelamatkan Yesus.

Ada sejumlah teks AlKitab lainnya yang menerangkan sebuah rangkaian panjang peristiwa-peristiwa selamatnya Yesus dari penyaliban, yang kesemuanya itu menjadi bukti akan janji Tuhan dalam kitab Ibrani bahwa Tuhan akan menyelamatkan Yesus. Bila Tuhan telah berkehendak tentunya Dia punya 1001 cara untuk membuktikan janji tersebut.

Pasca Penyaliban
Merujuk dari kenyataan-kenyataan di atas; bahwa Yesus diutus hanya untuk Bani Israil, sedangkan pada saat Yesus disalibkan ternyata hanya ada 2 suku saja yang ada disekitar Yesus, karena 10 suku Bani Israil yang lain berada di luar Yerusalem, tersebar hingga ke kaki gunung Himalaya. Maka Yesus memiliki kewajiban untuk menemukan kesepuluh suku tersebut. Yesus bersabda; ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala ( Yohanes 10:16)

Oleh karena itu sangat memungkinkan bila setelah penyaliban Yesus kembali meneruskan misi beliau yang sempat tertunda karena penyaliban, yaitu mencari domba-domba yang lain yang ada di luar kandang. Kondisi selamatnya Yesus dari kematian di atas kayu salib telah dinubuatkan di dalam kitab Perjanjian Lama (yang turun jauh sebelum kelahiran Yesus).

Disebutkan dalam kitab Yesaya; “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” ( Yesaya 53:7). ” Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya” ( Yesaya 53:10).

Meskipun Yesus dianiaya, disakiti seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, akan tetapi Tuhan akan menyelamatkan dia. Yesus akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut dan kehendak Tuhan akan terlaksana olehnya. Bait teks kitab suci ini seharusnya mampu dipahami oleh pembaca Al-Kitab terutama tokoh serta teolog Kristen, bahwa perjanjian lama sedari awal sudah mengkhabarkan jika Yesus nantinya akan selamat dari kematian di kayu salib.

Penggalan teks; dan kehendak Tuhan akan terlaksana olehnya dapat saja mengandung makna bahwa janji Tuhan untuk menyelamatkan Yesus (Ibrani 5:7) akan terpenuhi. Dan bukan hanya sekedar terpenuhi, bahkan Tuhan akan memberikan kepadanya umur yang panjang (120  tahun) serta keturunan (Cerita tentang menikah dan keturunan Yesus dibahas pada judul yang lain).

Dan akhir dari perjalanan Yesus adalah wafat sebagaimana manusia biasa, dimakamkan di kaki gunung Himalaya, sebuah tempat persinggahan Yesus terakhir kali. Mengenai tempat inipun AlQuran menceritakan sebagai berikut; “Dan Kami jadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu tanda, dan Kami melindungi keduanya di suatu tempat yang tinggi, layak dihuni dan sumber mata air yang mengalir”(Al-Mukminun:51).







Post a Comment

0 Comments