KHILĀFAH: ANTARA ILUSI, HARGA DIRI DAN TAKDIR ILAHI


Oleh: Mln. Yudhi Wahyuddin

Mendengar satu kata dari istilah sistem kepemimpinan dalam Islam ini, pada kenyataannya melahirkan berbagai pendapat hingga pada gerakan-gerakan yang bahkan berlainan arus.

Mulai dari pendapat yang demokratis, kritis bahkan apatis. Munculnya gerakan humanis hingga radikalis ditengarai terinspirasi sistem kepemimpinan ini.

Sejarah dari kejayaan peradaban tidak lepas dari pemimpin dan sistem kepemimpinannya. Dalam zaman keemasan era awal Islam, dengan khilafahnya mampu mengantarkan Islam dan masyarakatnya ke puncak kejayaan.

Kehadiran sosok pemimpin dalam kekhilafatan menjadi panutan dari berbagai seginya. Membandingkan dengan situasi masyarakat Islam secara global yang menghadapi krisis internal maupun eksternal; kemapanan politik, ekonomi dan kemasyarakatan era awal Islam, menjadikannya sebagai romatisme sejarah yang didambakan untuk hadir kembali mengulang masa kejayaan itu.

Demi kembali kepada masa kegemilangannya, masyarakat Islam dari berbagai sudut pandangnya berharap, berusaha dan berjuang untuk mencapainya.

Ironinya, ketika semua mengklaim dalam rujukannya atas nama Tuhan dan demi memberi damai di seluruh negeri, kerentanan terhadap tunggangan kepentingan-kepentingan pribadi yang egosentris membayangi dan bahkan memupus perjuangan suci di jalan Ilahi.

Tiap-tiap negeri Islam yang mencapai tingkat kemapanan dalam pengetahuan, pengalaman, ekonomi, politik dan budayanya yang Islami tidak lepas pula dari keinginan berada di bawah satu panji khilafat.

 Demi menyatukan kejayaan tiap-tiap negeri dalam agungnya persatuan panji-panji Islam. Dari sini percampuran berbagai kepentingan menjadi lebih luas lagi.

Para pembuat onar yang tidak menginginkan Islam bersatu, terus merongrong, memanas-manasi dan berusaha membuat kekisruhan dengan mengatasnamakan harga diri bangsa untuk menutupi kehendak pribadi.

Melihat kenyataan ini, saat berkaca pada kelemahan diri, manusia manapun, kekuatan yang berasal dari negeri manapun tidak akan mampu mengendalikan, mengambil kekuasaan, apalagi mengatasnamakan Tuhan dalam menciptakan kedamaian.

Tuhan kita adalah Tuhan Yang Maha Rahman. Kasih Sayang-Nya melingkupi seluruh langit dan bumi. Juga tidak akan meluputkannya kepada hamba-hamba-Nya yang sejati.

Sejak zaman bihari, kehendak-Nya tidak akan pernah dikangkangi para pembuat onar manapun yang membuat bumi-Nya dikuasai nafsu syahwāti, nafsu syathāni. Bumi-Nya diperuntukkan dan hanya diwariskan bagi hamba-hamba Shāleh yang hakiki.

Takdir Ilahi menuntun pada kemenangannya yang abadi. Fajar Islam telah menampakkan sinar kehidupannya sebagai pembawa kedamaian bagi setiap hati yang rindu pelukan Ilahi.

Kini, tiap-tiap negeri dapat kembali kepada panji Islam yang hakiki. Panji Islam yang tak terbatas teritori. Penaklukannya hanya dengan hati yang suci. Berlandaskan ketakwaan yang sejati kepada Ilahi Robbi. Melalui Sang Mahdi Rasul Ummati; pengikut sejati Nabi Suci Muhammad al-Mushtafā ShallallāHu ‘alaiHi wa sallam al-‘Arabi. Inilah kerajaan Ilahi di zaman ini, mengalirnya berkat melalui Salman al-Farisi.


Post a Comment

0 Comments