Sitara Brooj Akbar: 'Saya Puteri Timur'


Sitara Brooj: gadis termuda di universitas Cambridge

Sitara Brooj Akbar, seorang gadis 12 tahun, berasal dari Rabwah, kota berpenduduk 70.000 jiwa, 180 km dari Lahore. Tahun lalu Sitara mendapat rekor akademis penting; ia menjadi gadis pertama di usianya yang lulus dari ujian Level 0 (ordinary level) Universitas Cambridge untuk tiga mata pelajaran: Bahasa Inggris, Urdu dan Fisika. Dia berusia sembilan tahun ketika lulus pelajaran Kimia, dan 10 tahun ketika lulus pelajaran Biologi.

Sitara menegaskan dua ikon lokal, untuk style dan kemampuan wanita, dia mengemulasi Benazir bhutto, dengan mengenakan selendang sederhana diatas kepala belakang dan di bahunya. Saya 'puteri timur' katanya, mengambil julukan terhadap Bhutto. Tokoh intelektualnnya adalah Abdus Salam, serang fisikawan Pakistan pertama yang memenangkan penghargaan nobel fisika pada tahun 1979, tetapi diperlakukan sedikit buruk, untuk mengatakan sangat.

Salam sekarang sudah wafat dan Sitara memiliki dua hal yang sama: rasa keingintahuan intelektual yang mendalam dan keimanan yang sama - mereka sama-sama dari Jamaah Muslim Ahmadiyah yang berjumlah jutaan orang di Pakistan, dimana kebebasan fundamentarl untuk menjalankan keyakinana mereka telah mendapatkan ancaman di pakistan sejak tahun 1954, ketika warga sipil turun ke jalan dalam kersuhan anti-Ahmadi.

Di bawah Zulfi Bhutto (Zulfikar Ali Bhotto) amandemen konstitusi pada 1974 memaksakan bahwa Ahmadiyah adalah non-Muslim. Sang dikator beberapa tahun kemudian mengeluarkan Ordonansi XX yang mengerikan, yang merlarang Ahmadiyah untuk membangun masjid, melakukan praktek-praktek Islam, mengumandangkan azan dan mengutip Al-Qur'an atau Hadis. Singkatnya peraturan tersebut menyulitkan para Ahmadi untuk kehidupan sehari -hari mereka.

Saya berusia lima tahun atau kurang sedikit, ketika saya mendapatkan paspor pertama saya. Itu pertama kalinya, ayah saya sangat hati-hati mengisi formulir dengan tembusan di bawahnya, Ia mengisi dengan sempurna. Saya menandatangani tanpa tahu isinya.

Lima tahun kemudian ketika masa berlaku paspor saya berakhir, saya mengajukan pembaruan di Washington DC selama belajar di Amerika Serikat. Ini adalah pertemuan pertama saya dengan negara yang mendukung penindasan. Di bagian bawah tanda tangan saya harus harus setuju dengan pernyataan konyol: Saya menganggap Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai nabi penipu dan menganggap bahwa pengikutnya baik itu Lohore atau Qadiani adalah non-Muslim.

Saya tentunya terkejut, dan mengontak Kedutaan Besar Pakistan untuk mendaftarkan keluhan dan penolakan saya untuk menandatangani dokumen tersebut. Setelah mendegarkan saya, konselor kemudian dengan sabar menyarankan saya untuk mendapatkan hak-hak saya melalui cara-cara yang lain. "Saya juga tidak setuju dengan hal ini" katanya, "Tetapi Anda harus menandatanganinya sehingga anda praktis bisa bergerak, jika tidak Anda tidak akan mendapatkan paspor.."

Saya diselimuti ribuan ketidak senangan, mempertanyakan bagaimana aturan dari pemerintah kita.

Ironisnya, Akbar sangat komitmen terhadap negaranya. Ketika ditanya pada acara TV tentang dimana ia mendapatkan inspirasi dan intelegensinya, ia menjawab, "Anda bisa menyebutnya jasbah. Saya ingin melakukan sesuatu untuk negara saya. Saya ingin melakukan sesuatu untuk membuat kesuksesan dimasa datang.



Sitara memberikan beberapa saran pendidikan yang berguna. 'Belajar dengan menghafal tidak berguna', kata anak 12 tahun ini yang tidak hanya memahami hukum Newton dalam 45 menit tetapi juga dapat menjelaskannya secara konseptual dan praktis dalam waktu yang jauh lebih singkat. Jika Anda tidak mengerti konsep di masa kecil, Anda tidak akan pernah memahami hal-hal lain di waktu dewasa, katanya. Di sekolah, guru-gurunya menganggapnya sebagai murid yang 'menjengkelkan', terlalu banyak bertanya tentang proses belajar mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami untuk diri mereka sendiri.

Sitara seperti halnya Malala, adalah contoh dari apa yang mungkin disebut dendam birokrasi lama, banyak prasangka-prasangka tidak penting dan kebencian yang mendalam. Mungkin ia bisa menjadi duta Pendidikan untuk menginspirasi hal yang sering diabaikan, wanita muda cemerlang. (jusman)

Sumber: http://timesofindia.indiatimes.com/world/pakistan/Star-student-Sitara-A-teen-icon-like-Malala/articleshow/17273752.cms

Post a Comment

0 Comments